Bey Minta Perusahaan Garmen di Jabar Tak Sembarang PHK Buruh

Bandung, IDN Times - Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin meminta agar perusahaan garmen dan tekstil tidak asal melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) buruh dan karyawan.
Hal itu disampaikan Bey untuk menanggapi soal data dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar yang menyatakan ada 3.500 anggotanya terkena PHK sejak awal Januari-Oktober 2024.
Menurut Bey Machmudin, perusahaan seharusnya memiliki beberapa cara lain untuk tidak melakukan PHK, seperti pembagian jam kerja atau beberapa cara lainnya.
"Yaitu usahakan efisiensi atau shift atau bagaimana yang penting jangan ada PHK," ujar Bey, Selasa (29/10/2024).
1. Bey tidak ingin ada karyawan kena PHK

Di sisi lain, Bey meminta perusahaan tekstil atau garmen turut memperhatikan hak buruh itu sendiri. Jangan sampai hal tersebut justru tidak dipenuhi oleh para perusahaan.
Meski demikian, ia berharap jangan sampai ada perusahaan yang melakukan PHK.
"Kalau dari masalah PHK itu yang penting hak-hak buruhnya terpenuhi, tapi itu dari sisi Disnaker, tapi kami tentu tidak ingin adanya PHK," ujarnya.
2. Kasus ini dapat perhatian dari DPRD Jabar

Sementara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat (Jabar) turut menyoroti soal adanya 3.500 buruh di sektor industri tekstil dan garmen terdampak PHK ini. Legislator meminta Pemprov Jabar harus memperhatikan dan mengantisipasi.
Komisi V DPRD Jabar, Yomanius Untung mengatakan, kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan perlu diperhatikan oleh Pemerintah Provinsi Jabar. Apalagi, para buruh yang terdampak berasal dari sektor padat karya.
"Ya tentu yang pertama, kami prihatin bahwa sebagaimana informasi dari KSPSI Jabar ada 3.500 pegawai buruh di pabrik-pabrik terutama pabrik yang pada karya ya. Itu terkena PHK," kata Untung, Senin (28/10/2024).
3. Pemprov Jabar harus cari penyebab pastinya

Untung mengungkapkan kondisi pabrik yang melakukan PHK terhadap buruh ini bisa disebabkan karena berbagai faktor. Ia menduga, salah satunya karena ada pengurangan di sektor produksinya.
"Pengurangan produksi itu bisa diakibatkan karena memang pengurangan kontrak dengan pihak lain. Itu yang kemungkinan mengakibatkan terjadinya PHK," ujar Untung.
"Bahkan mungkin saja ini dampak yang lebih seriusnya adalah akan ada pabrik-pabrik yang ditutup operasinya akibat semakin berkurang bahkan berhentinya pemesanan atau kontrak dengan pihak lain," tuturnya.
Di sisi lain pengurangan produksi ini, kata Untung, bisa jadi karena maraknya produk impor pakaian bekas yang kini masuk ke Indonesia. Menurutnya, hal ini bisa mengakibatkan adanya pengurangan produksi para pabrik garmen dan tekstil di Jabar.
"Bahwa terjadinya pengurangan produksi, bahkan berhentinya produksi itu salah satunya adalah karena dibanjiri oleh produk-produk impor pakaian bekas dari negara tertentu," katanya.