Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

BEM ITB Tolak RUU Polri dan TNI: Terlalu Tergesa-gesa

Ilustrasi - HUT ke-78 TNI AU di Lapangan Dirgantara AAU, Bantul, DIY, Senin (21/4/2024) pagi. (Dok. istimewa)

Bandung, IDN Times - Rancangan Undang-undang TNI dan Polri tengah menjadi sorotan. RUU ini dianggap bisa membuat peran TNI dan Polri kian kuat menekan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Penolakan pun datang dari berbagai elemen, salah satunya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM ITB. Ketua Kabinet KM ITB Fidela Marwa Huwaida menuturkan, BEM menolak impunitas institusi keamanan dan RUU TNI/Polri yang bisa merusak reformasi lembaga tersebut. RUU yang diajukan terlalu tergesa-gesa, nirurgensi, dan tidak tunduk pada supremasi huku.

"Kurangnya partisipasi bermakna masyarakat sipil akan menjadi preseden buruk untuk Indonesia ke depannya," kata Fidela melalui siaran pers, Minggu (21/7/2024).

1. Kekuasan kedua lembaga ini bisa semakin luas

Ilustrasi anjing kerahkan anjing pelacak. (dok. Polri)

Dia menjelaskan, permasalahan paling mendasar dari buruknya institusi keamanan di Indonesia adalah kultur kekerasan dan impunitas yang terus-menerus dijaga sampai pada saat ini. Kultur yang mengakar akibat rezim orde baru ini harusnya segera dihapuskan dan segera dilenyapkan, karena akan membuat keadilan di Indonesia semakin memburuk karena tidak pernah ada tindakan yang tegas terhadap segala tindak pidana yang dilakukan.

RUU Polri dan RUU TNI yang digodok justru tidak menyasar hal-hal penting. Perubahan yang diajukan pada UU Polri dan UU TNI semakin membuka lebar kekuasaan yang dimilikinya, seperti kembalinya TNI ke dalam jabatan sipil, dan kewenangan dari tugas kepolisian yang semakin luas.

2. Ajukan empat poin utama penolakan

Ilustrasi anggota TNI

Dengan pentingnya peran Polri dan TNI dan kewaspadaan adanya RUU kedua lembaga tersebut, KM ITB menyatakan lima sikap yang menjadi perhatian bersama. Adapaun sikap KM ITB sebagai berikut:

1. Menolak seluruh kesewenang-wenangan penguasa untuk membuat perundang-undangan yang berusaha agar dapat mempertahankan posisi kekuasaannya dan tidak bersifat demokratik.

2. Tidak menghendaki dicederainya cita-cita reformasi untuk menegakan supremasi hukum dan partisipasi bermakna masyarakat Indonesia,terutama dalam penyusunan, implementasi, serta evaluasi kebijakan
publik.

3. Menuntut penghapusan kultur kekerasan dan impunitas pada seluruh institusi keamanan negara serta mempercayai bahwa institusi keamanan harus dapat bertanggung jawab atas tindakannya dan diawasi langsung oleh mekanisme demokratis yang kuat.

4. Menolak perubahan Undang-Undang Polisi Republik Indonesia dan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia sampai adanya:

a. Partisipasi bermakna dan keterbukaan kepada Masyarakat Indonesia selama perancangan dan pembahasan penyusunan Undang-Undang

b. Kepastian yang menyasar permasalahan fundamental dari badan Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia agarterjadinya reformasi di masing-masing badan institusi

c. Kepastian bahwa TNI-Polri tidak akan memiliki keleluasaan dalam mengisi jabatan sipil

d. Mekanisme pengawasan yang ketat, berlapis, demokratik, dan bermakna pada seluruh institusi keamanan negara.

5. Menuntut untuk adanya tindak lanjut secara serius baik secara pidana maupun etik dalam seluruh kasus kekerasan yang terjadi pada masyarakat Indonesia yang dilakukan oleh Institusi Keamanan Negara.

3. Jokowi tutup mulut ditanya terkait RUU ini

Presiden Joko Widodo (tengah) memberikan keterangan pers usai menyaksikan laga pembuka Piala Presiden di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Presiden Joko "Jokowi" Widodo enggan berkomentar soal revisi Undang-Undang (UU) TNI dan Polri. Jokowi mengatakan, hal itu sebaiknya ditanyakan kepada DPR RI.

"Coba ditanyakan ke DPR, tanyakan Kemenko Polhukam," ujar Jokowi di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung, Jumat (19/7/2024).

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto, mengatakan, pembahasan RUU TNI, tidak akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru.

Pada masa lalu, kata Hadi, TNI selain berfungsi sebagai kekuatan keamanan juga bergerak di bidang sosial politik. Dulu dikenal fraksi ABRI yang anggotanya ditunjuk langsung dari kesatuan militer. Pada 1992 hingga 1997, ada 100 anggota militer yang tergabung dalam fraksi ABRI di DPR. 

"Jadi berbeda dwifungsi ABRI pada waktu itu (era Orde Baru). Pada waktu itu, dwifungsi ABRI atau TNI memiliki fungsi dua, yaitu sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan sosial politik. Dulu, ABRI memiliki wakil di DPR," ujar Hadi di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2).

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
Debbie sutrisno
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us