Ahli Vulkanologi ITB: Faktor Cuaca Perkuat Tekanan Erupsi Semeru

- Hujan memicu letusan freatik dan melemahkan penahan tekanan
- Aliran lahar paling berbahaya di sepanjang badan sungai, terutama pada bagian yang berkelok
- Imbauan warga waspada ketika aktivitas di luar ruangan dan mengikuti instruksi lembaga berwenang
Bandung, IDN Times - Aktivitas vulkanik Gunung Semeru belakangan ini kembali menjadi perhatian seiring meningkatnya intensitas erupsi pada musim hujan. Menanggapi situasi tersebut, Mirzam Abdurrachman, dosen Kelompok Keahlian Petrologi, Volkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, menilai bahwa penyebab peningkatan aktivitas Semeru serta potensi bahaya perlu diwaspadai masyarakat.
Menurutnya, musim hujan berperan penting dalam meningkatkan potensi erupsi di Semeru. Ia menjelaskan bahwa kehadiran air hujan dapat memicu letusan freatik, terutama ketika air meresap ke area yang sangat panas di puncak gunung.
“Air yang masuk itu akan terpanaskan, berubah menjadi uap, menambah tekanan, dan kemudian letusan terjadi,” kata dia melalui siaran pers, Selasa (25/11/2025).
1. Hujan picu lapisan abu vulkanik

Selain itu, hujan juga dapat mencuci lapisan abu vulkanik di bagian puncak yang selama ini berfungsi sebagai penutup tekanan dari bawah. Hal ini membuat penahan tekanan melemah. Mirzam menjelaskan fenomena tersebut dengan ilustrasi sederhana.
“Seperti botol minuman bersoda yang sudah diguncang-guncangkan kemudian tutupnya dibuka, maka akan menyembur keluar," ujarnya.
Dia menyebut bahwa kedua fenomena ini lebih sulit diantisipasi, daripada kejadian umum letusan gunung api yang berkaitan dengan siklus pengisian dapur magma.
Mirzam menekankan bahwa musim hujan tidak hanya membawa bahaya primer saat erupsi, tetapi juga ancaman sekunder seperti lahar.
“Bahaya utama di musim hujan selain bahaya primer adalah bahaya sekunder atau ikutan seperti lahar,” ucapnya.
2. Aliran lahar paling bahya di sepanjang badan sungai

Mirzam mengingatkan bahwa aliran lahar paling berbahaya di sepanjang badan sungai, terutama pada bagian yang berkelok.
“Pada bagian ini lahar yang kental tentu tidak bisa bermanuver saat menghadapi tikungan atau belokan dengan tiba-tiba,” ujarnya.
Kondisi tersebut menjadikan kelokan sungai sebagai lokasi dengan potensi luapan terbesar.
Semeru juga tercatat mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur signifikan. Berdasarkan laporan yang disampaikan melalui PVMBG, jarak luncur terjauh mencapai 15,5 km ke arah tenggara, sehingga wilayah tersebut menjadi zona yang harus memperoleh perhatian khusus.
Daerah-daerah di sepanjang bantaran sungai juga berpotensi terdampak aliran lahar dan perlu diwaspadai terutama saat intensitas hujan meningkat. Sementara itu, sebaran abu vulkanik dari erupsi sangat dipengaruhi oleh arah angin pada saat kejadian berlangsung.
3. Imbau warga waspada ketika aktivitas di luar ruangan

Terkait kenaikan status Semeru dari Waspada ke Siaga, Mirzam menjelaskan bahwa langkah tersebut dilakukan PVMBG karena meningkatnya parameter vulkanik.
“Intensitas gempa vulkanik yang semakin sering selain parameter lain seperti perubahan kandungan gas, kenaikan temperatur, dan deformasi,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi aktual aktivitas gunung sebaiknya selalu dilihat melalui pembaruan PVMBG atau aplikasi Magma Indonesia.
“Jika letusan semakin jarang dan letusan semakin kecil, maka pertanda gunung api ini berangsur membaik seperti halnya orang sakit batuk yang semakin jarang batuk dan melemah batuknya,” ujarnya.
Untuk langkah mitigasi, Mirzam mengimbau masyarakat agar mengikuti instruksi lembaga berwenang. “Mitigasi bagi penduduk sekitar sebaiknya mengikuti arahan PVMBG, yaitu mengungsi ke area aman di luar zona bahaya yang direkomendasikan,” katanya.
Bagi warga yang tetap harus beraktivitas di luar rumah, beliau menyarankan penggunaan masker basah untuk menurunkan risiko paparan abu.
“Menggunakan masker yang dibasahi dapat meningkatkan daya rekat dan daya hisap terhadap abu vulkanik,” ujarnya.

















