TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pelaku Pemerkosaan Santriwati Bisa Jadi Seorang Psikopat

Waspada ketika ada perilaku anak yang tidak biasanya

medicaldaily.com

Bandung, IDN Times - Psikiater dari RS Limijati Bandung, Teddy Hidayat menuturkan, pelaku pemerkosaan belasan santriwati, HW (36 tahun), bisa jadi memiliki karakterisik psikopat. Dengan karakteristik tersebut, maka seseorang hanya memaksakan egonya atau hawa nafasunya sendiri.

Dengan kelakuannya tersebut, HW dapat dan harus mempertanggungjawabkan perbuatan di muka hukum, yaitu di pengadilan anak yang dilakukan secara tertutup.

"Catatan penting untuk pengadilan, yaitu pada psikopat sulit belajar dari pengalaman dan tidak ada rasa bersalah, sehingga cenderung akan mengulangi perbuatannya," kata dia melalui siaran pers dikutip Selasa (13/12/2021).

1. Pelaku kekerasan seksual biasanya dikenal korban

Ilustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Teddy menuturkan, kasus pelecehan atau kekerasan seksual umumnya dilakukan orang dewasa yang dikenal korban, baik anggota keluaga yang dikenal, dipercaya, pengasuh, hingga guru baik di sekolah formal atau pesantren.

Dalam kasus pemerkosaan ini, korban adalah anak-anak, yang mana masih mudah dipengaruhi. Pelaku bisa dengan gampang meminta para santinya agar taat kepada guru (HW). Cara yang dilakukan terus menerus tersebut membuat korban kemudian hidup di lingkungan yang tertutup dan terisolir selama bertahun-tahun.

"Kondisi ini akan memengaruhi perkembangan kepribadian dan pemikiran korban kearah patologis; salah satunya disebut stockholm syndrome, yaitu gangguan psikiatrik pada korban penyanderaan yang membuat mereka merasa simpati atau bahkan muncul kasih sayang terhadap pelaku," kata dia.

2. Korban kekerasan seksual harus didampingi sepanjang hidup

Ilustrasi pemerkosaan (IDN Times/Mardya Shakti)

Untuk korban, Teddy meminta pemerintah daerah untuk bisa melakukan pemdampingan secara khusus dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Korban tetap harus mendapat pemeriksaan kondisi fisik termasuk penyakit menular seksual, HIV, atau kemungkinan ganguan jiwa.

"Intervensi psikis tidak hanya dilakukan sekitar peristiwa itu terjadi, tetapi diperlukan pendampingan sepanjang hidupnya meliputi mengembangkan strategi koping, terapi perilaku, psikoterapi, latihan keterampilan sosial dalam lingkungan yang aman," kata dia.

Kemudian pada bayi yang dilahirkan akibat pemerkosaan ini harus diselamatkan oleh keluarga korban. Perlindungan kepada bayi tersebut amat penting agar bisa mendapatkan haknya. Termasuk pada korban yang masih belia, wajib diberikan pendampingan termasuk pendidikan.

Baca Juga: Mensos Risma Dukung Hukuman Kebiri Pemerkosa 12 Santriwati di Bandung

Baca Juga: Kejati Jabar Pastikan Korban Terdakwa HW Sebanyak 13 Santriwati!

Baca Juga: Fakta Kasus Perkosaan 12 Santriwati di Bandung, Terjadi 2016 Terendus 2021 

Berita Terkini Lainnya