Fakta Kasus Perkosaan 12 Santriwati di Bandung, Terjadi 2016 Terendus 2021 

Waspada predator seksual di lingkungan pendidikan

Bandung, IDN Times - Indonesia digemparkan dengan kasus perkosaan yang menimpa 12 santriwati di Kota Bandung. Parahnya, tindakan ini dilakukan seorang guru agama yang juga pendiri pesantren berinisial HW (36). Pelaku dengan tega memerkosa terhadap 12 santrinya hingga hamil. Bahkan, sebagian sudah melahirkan.

Belum ada pihak yang berani mengungkap lebih detil bagaimana kasus ini bermula kepada santri di Yayasan Pendidikan dan Sosial di Kota Bandung. Berdasarkan catatan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, tindak pidana sudah dilakukan pelaku sejak 2016, silam. Namun, baru masuk ke ranah hukum pada Mei 2021. Sekarang, kasusnya sedang berjalan di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Bandung untuk menanti vonis terdakwa.

Lantas kenapa kasus ini baru dibongkar ke publik pada Desember 2021?

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat (Jabar) membeberkan alasan mengapa kasus terdakwa HW pemilik pondok pesantren (Ponpes) yang merudapaksa 12 muridnya tidak diungkap ke publik. Polda memiliki beberapa alasan atas hal ini.

"Kemarin itu kami tidak merilis ke media dan mengekspos ke media karena menyangkut dampak psikologis dan sosial yang menjadi korban. Kasihan kan mereka itu," ujar Kombes Erdi A. Chaniago, Kabid Humas Polda Jabar, Kamis (9/12/2021).

Dia menuturkan, kasus ini sudah ditangani Polda Jabar sejak mendapat laporan pada Mei 2021. Setelah itu berkas dilimpahkan ke kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) Jabar.

"Berawal di bulan Mei hanya menerima laporan terkait dengan pencabulan terhadap anak di bawah umur, nah kemudian di situ kami lakukan penyelidikan dan penyidikan kemudian setelah lengkap berkas perkara dengan adanya P21 kami limpahkan ke kejaksaan," ujar Erdi.

1. Fokus lebih dulu pada perbaikan psikologis korban

Fakta Kasus Perkosaan 12 Santriwati di Bandung, Terjadi 2016 Terendus 2021 Google

Setelah kasus ini sampai ke ranah hukum, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) mendapatkan informasi tersebut. Kepala DP3A Kota Bandung Rita Verita mengatakan, pihaknya langsung bergerak dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Jawa Barat untuk menjemput para santri korban pemerkosaan.

Pada bulan Juni lalu, tim DP3A juga telah berkoordinasi dengan orang tua korban untuk melakukan penjemputan tiga orang santriwati asal Kota Bandung yang tercatat sebagai peserta didik di pondok pesantren tersebut.

"Kami langsung menjemput, tapi ternyata yang baru bisa diizinkan keluar satu anak," ucap Rita.

Dua orang santriwati masih belum bisa dijemput secara bersamaan untuk menuntaskan sejumlah administrasi. Namun tak lama kemudian sudah bisa dijemput.

"Beberapa minggu kemudian kami menjemput dua anak. Salah satunya dari dua anak ini adalah saksi kunci karena sebagai korban," ungkap Rita.

Setalah dijemput, lanjut Rita, tim DP3A langsung mengembalikan anak kepada para orang tuanya. Kemudian DP3A terus mendampingi dan membimbing secara intensif.

Sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Anak, DP3A Kota Bandung memberikan bimbingan dan konseling secara rutin sampai kesehatan psikologis anak kembali membaik.

2. Selain memerkosa, HW diduga melakukan eksploitasi anak untuk mencari pendanaan

Fakta Kasus Perkosaan 12 Santriwati di Bandung, Terjadi 2016 Terendus 2021 Ilustrasi Uang Rupiah (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Indonesia meminta Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat (Jabar) mengusut aliran dana dari terdakwa HW pemilik pondok pesantren (Ponpes) TM di Kota Bandung yang merudapaksa 12 muridnya hingga beberapa di antaranya hamil.

Wakil Ketua LPSK Livia Istana DF Iskandar mengatakan, berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, HW mengeksploitasi anak dari korban sebagai alat untuk meminta dana.

Dalam persidangan terdakwa juga diketahui memanfaatkan anak-anak yang dilahirkan korban sebagai anak yatim piatu, dan dijadikan alat meminta bantuan dari pemerintah.

"Anak dilahirkan, dimanfaatkan untuk meminta dana kepada sejumlah pihak. Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil Pelaku," ujar Livia.

Pada saat memberikan keterangan di persidangan, para saksi dan/atau korban yang masih belum cukup umur didampingi orang tua atau walinya. LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitasi penghitungan restitusi.

"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa Ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," katanya.

Baca Juga: Perjalanan HW Bangun Yayasan, Pekerjakan hingga Rudapaksa 12 Muridnya

Baca Juga: Korban Pelecehan Unsri Siap Buktikan Perbuatan Dosen RG di Pengadilan

3. Pelaku harus dapat hukuman setimpal, kalau bisa dikebiri

Fakta Kasus Perkosaan 12 Santriwati di Bandung, Terjadi 2016 Terendus 2021 IDN Times/Sukma Shakti

Kekesalan terhadap pelaku pemerkosaan 12 santriwati dilontarkan sejumlah pejabat publik. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil misalnya. Dia amat marah dengan kejadian ini.

Emil mengutuk keras aksi pelecehan seksual yang dilakukan seorang tenaga pengajar pesantren di Kota Bandung terhadap belasan santriwati. Ia meminta aparat penegak hukum bisa memberi hukuman berat kepada pelaku.

"Semoga pengadilan bisa menghukum seberat-beratnya dengan pasal sebanyak-banyaknya kepada pelaku yang biadab dan tidak bermoral ini," kata Emil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (8/12/2021) malam.

Menyikapi insiden tersebut, Emil meminta institusi pendidikan dan forum pesantren untuk memberikan perhatian khusus atas kasus seperti ini. Tak hanya itu, ia juga meminta aparat desa dan kelurahan selalu memonitor setiap kegiatan publik di wilayah masing-masing.

"Kepada para orang tua, diminta rajin dan rutin memonitor situasi pendidikan anak-anaknya di sekolah berasrama, sehingga selalu up to date terkait keseharian anak-anaknya," ujar Emil.

Hal senada disampaikan Wali Kota Bandung Oded M Danial. Menurutnya, perilaku terdakwa sangat tidak layak untuk ditiru. Baginya, guru agama seharusnya memberikan contoh teladan bagi siswanya.

"Guru agama juga harus bertugas menjaga moral bukan malah merusaknya," kata dia

Tak hanya itu, Oded juga akan meminta Kementerian Agama (Kemenag) yang menaungi pendidikan di pesantren untuk turun tangan. Kemenag perlu memberikan pengawasan lebih lanjut agar peristiwa serupa tidak terulang.

"Terus terang, kejadian ini sangat mencoreng nama Kota Bandung yang sedang berusaha mewujudkan Bandung unggul nyaman sejahtera dan agamis. Apa yang dilakukan pelaku sangat jauh dari kata agamis," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana mempunyai pandangan lain atas kasus ini. Dia memberi ide agar pelaku pemerkosaan bisa dikebiri.

Sanksi kebiri kimia itu sesuai dengan regulasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2020 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. 

Perbuatan pelecehan seksual apalagi pemerkosaan sangat keterlaluan. Terlebih korbannya banyak dan umurnya masih sangat belia.

"Orang tua menitipkan anaknya kepada yang bersangkutan untuk urusan pendidikan. Bayangkan, bagaimana keadaan batin orangtua dari para santriwati tersebut? Bayangkan, bagaimana kalau kita yang merupakan orangtua santriwati itu? Nauzubillahiminzalik," ujar Yana.

4. Kejati Jabar janji kawal kasus hingga tuntas dan beri hukuman paling berat pada pelaku

Fakta Kasus Perkosaan 12 Santriwati di Bandung, Terjadi 2016 Terendus 2021 Asep Nana Mulyana, Kepala Kejati Jabar saat konfrensi pers, Kamis (9/12/2021). (IDN Times-Azzis Zulkhairil)

Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) Jawa Barat (Jabar) memastikan kasus HW, guru yang merudapaksa 12 muridnya di Kota Bandung hingga membuat beberapa korban hamil, merupakan tindakan kejahatan kemanusiaan.

"Kami dari Kejati beserta jajaran sangat konsen karena ini bukan hanya menyangkut masalah diksusila. Tetapi ini termasuk kejahatan kemanusian," ujar Asep Nana Mulyana, Kepala Kejati Jabar.

Menurut Nana, kasus ini tidak hanya mengundang atensi publik, melainkan sudah sampai masyarakat luas. Apalagi, status HW merupakan seorang tenaga pendidik. Pelaku pun menyalahgunakan kedudukan dan posisinya selaku guru, seorang pendidik yang seharusnya mengedepankan bagaimana integritas dan moralitas.

Kejati Jabar juga memastikan proses penuntutan pada terdakwa akan dimaksimalkan. Asep mengatakan, Kejati Jabar juga harus respect kepada korban.

"Kami sudah melakukan koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk kemudian kami melihat di samping mungkin ada dalam bentuk-bentuk perlindungan lain baik dalam bentuk kompensasi ataupun resupsi secara materil maupun in material," ucapnya.

Persidangan kasus ini tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Adapun persidangan sudah digelar selama beberapa kali dan sudah memeriksa beberapa korban yang masih di bawah umur.

"Jadi tindak pidana ini terjadi sekitar tahun 2016 sampai awal 2021 yang melibatkan atau terjadi korban itu ada 12 orang anak, jadi waktu kejadian itu masih anak walaupun sekarang sudah sebagian ada yang sudah menginjak usia dewasa," katanya.

Plt Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar, Riyono mengatakan, HW diancam 20 tahun bui. Ia didakwa telah melakukan perbuatan rudapaksa pada 12 siswanya hingga beberapa diantaranya hamil dan melahirkan.

"Terdakwa diancam pidana sesuai pasal 81 UU perlindungan anak. Ancamannya adalah 15 tahun tapi perlu digaris bawahi di situ ada pemberatan karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga ancaman hukumannya menjadi 20 tahun," ujar Riyono.

Kasus ini pun akan dilanjutkan persidangannya pada 21 Desember 2021. Adapun beberapa saksi nantinya akan turut dihadirkan untuk memberikan keterangan lanjutan dari persidangan sebelumnya.

Baca Juga: Kemenag Cabut Izin Pesantren di Bandung Gegara Guru Perkosa 12 Santri

5. Orang tua harus jeli pilihkan sekolah untuk anaknya

Fakta Kasus Perkosaan 12 Santriwati di Bandung, Terjadi 2016 Terendus 2021 IDN Times/Galih Persiana

Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Provinsi Jawa Barat Ataliat Praratya mengajak orang tua agar tidak asal menyekolahkan anaknya. Pemilihan sekolah yang tepat dengan berbagai alasan dan latar belakang sekolah bisa jadi cara meminimalisir anak terhindar dari kasus pelecehan seksual, terlebih pemerkosaan.

"Saya berharap para orang tua bisa lebih teliti dalam memilih sekolah dan memberikan edukasi tentang pelecehan dan kekerasan seksual," ujar Atalia.

Untuk orang tua yang menyekolahkan anaknya di pesantren atau sekolah dengan asrama sendiri, harus rajin melakukan pengecekan. Di pesantren misalnya, jangan ada lintas gender di ruang privat.

"Karena katanya pelaku punya akses sendiri ke kamar korban. Jadi harus dipantau," kata dia.

Setiap orang tua harus jeli memilih sekolah dan melihat kapasitas tenaga pendidiknya. Jangan sampai harapan agar anak mendapat pendidikan yang baik sirna karena suatu hal termasuk pelecehan seksual.

Jika kalian menjadi korban atau mendapati seseorang menjadi korban pelecehan, bisa menghubungi SAPA di hotline center di 129. Atau bisa menghubungi lewat WhatsApp (WA) di 08111-129-129.

Langkah kecil anda sangat berarti bagi mereka!

 

Baca Juga: Orangtua Bocah Korban Asusila Kecewa Polres Dairi Belum Tangkap Pelaku

Baca Juga: Mengenal OnlyFans, Platform yang Jadi Ladang Cuan Siskaeee 

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya