Diwasiatkan Orangtua, Masjid di Purwakarta Tak Gunakan Toa Sejak Dulu

Masjid tetap ramai dikunjungi jamaah pada waktu salat

Purwakarta, IDN Times - Alat pengeras suara seakan menjadi bagian yang selalu ada di hampir setiap masjid di Indonesia, terutama wilayah perkotaan. Fungsinya tidak lain untuk mengumandangkan azan sebagai pertanda sudah masuk waktu salat.

Di luar salat lima waktu, jamaah masjid juga kerap menggunakan alat tersebut untuk mengaji atau khotbah pada waktu tertentu seperti salat Jumat atau selama Ramadan. Namun, teknologi tersebut tak digunakan oleh Warga Desa Cibogogirang, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta.

Seluruh aktivitas ibadah di salah satu masjid bernama Masjid Al Karomah diketahui tidak menggunakan pengeras suara sama sekali. Meski demikian, jamaah masjid tersebut masih ramai saat datang waktu salat.

1. Warga tak gunakan pengeras suara sesuai wasiat para pendahulu

Diwasiatkan Orangtua, Masjid di Purwakarta Tak Gunakan Toa Sejak Duluiradio

Pengurus Masjid Al Karomah mengungkapkan alasan mereka tidak menggunakan alat pengeras suara untuk kegiatan ibadah sehari-hari. “Masyarakat lebih memilih mempertahankan wasiat dari para pendahulu,” kata salah seorang pengurus, Arif Gozali, beberapa waktu lalu.

Arif tidak mengetahui pasti alasan para orang tua warga setempat melarang penggunaan alat pengeras suara di masjid tersebut. Ia juga tidak bisa memastikan sejak kapan aturan tersebut diterapkan oleh orang tua mereka pada zaman dahulu.

2. Jamaah mengetahui waktu salat lewat suara bedug

Diwasiatkan Orangtua, Masjid di Purwakarta Tak Gunakan Toa Sejak Duluilustrasi bulan puasa (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Arif, jamaah masjid tersebut kemungkinan memang tidak membutuhkan alat tersebut. “Buktinya, tanpa pengeras suara pun para jemaah tetap datang untuk beribadah," ujarnya.

Untuk penanda waktu salat, warga setempat cukup memukul bedug. Suaranya yang cukup nyaring terdengar oleh warga yang kemudian datang ke masjid untuk salat berjamaah. Cara tersebut juga berlaku saat khotbah Jumat.

Warga setempat bertekad meneruskan wasiat orangtua mereka hingga kepada para penerus selanjutnya. Mereka meyakini wasiat tersebut memiliki alasan tersendiri.

3. Para pendahulu warga merupakan santri dari Mama Sempur

Diwasiatkan Orangtua, Masjid di Purwakarta Tak Gunakan Toa Sejak DuluIlustrasi santri di pondok pesantren. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Apalagi, banyak di antara warga sekitar masjid merupakan lulusan pondok pesantren. Mereka disebut-sebut sebagai santri dari Syekh Tubagus Ahmad Bakri atau masyhur dengan nama Mama Sempur.

Tokoh penyebar agama Islam itu memang dikenal sebagai sosok yang karismatik dan saleh. "Masyarakat di sini masih banyak yang memegang erat nasehat-nasehat ulama yang memegang tasawuf," ujar Arif.

4. Jamaah masjid menerima tradisi masjid tanpa pengeras suara

Diwasiatkan Orangtua, Masjid di Purwakarta Tak Gunakan Toa Sejak DuluIlustrasi salat (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, pengunjung masjid tersebut mengaku tidak mempermasalahkan tradisi warga yang enggan menggunakan alat pengeras suara. Namun, di satu sisi jamaah kesulitan mendengar suara imam saat salat atau ceramah salat Jumat.

“Mau tidak mau kami mendengarkan seadanya,” kata salah seorang pengunjung masjid tersebut, Dede. Meskipun demikian, masjid sederhana itu diakui masih banyak didatangi warga untuk beribadah.

Baca Juga: Tadarusan Pakai Toa di NTB Hanya Boleh Sampai Pukul 22.00 WITA 

Baca Juga: DMI dan Kemenag Akan Koordinasi Buat Aturan Penggunaan Toa Masjid

Baca Juga: Walkot Depok: Soal Pengeras Suara Masjid Baiknya Kesepakatan Lingkungan 

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya