Ekonomi Bisa Rugi 3,45 Persen dari PDB karena Perubahan Iklim

Indonesia perlu biaya besar untuk pakai energi terbarukan

Bandung, IDN Times – Isu perubahan iklim menjadi momok bagi sebagian besar masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia. Bagaimana tidak, di negara ini, perubahan iklim telah meningkatkan risiko bencana alam hingga 80 persen dari total bencana yang terjadi di Indonesia.

Dengan adanya ancaman bencana, jangan heran jika perubahan iklim dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi bagi Indonesia.

“Potensi kerugian ekonomi Indonesia (akibat perubahan iklim) dapat mencapai 0,66 sampai 3,45 persen dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto) pada 2030,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makro Ekonomi Kementerian Keuangan, Masyita Crystallin, dalam rilis yang diterima IDN Times, Senin (23/8/2021).

1. Pemerintah perlu 148 miliar USD untuk mengurangi emisi karbon

Ekonomi Bisa Rugi 3,45 Persen dari PDB karena Perubahan IklimPixabay

Maka itu, menurut Masyita, pemerintah Indonesia sudah berkomitmen sejak lama untuk ikut mengendalikan perubahan iklim. Misalnya, dengan berupaya mengurangi emisi karbon sebanyak 29 persen pada tahun 2030.

Namun, Masyita mengakui jika mencapai komitmen itu tidak mudah. Dia bilang, terjadi gap atau celah pembiayaan yang dibutuhkan untuk mencapai situasi ideal tersebut. Masih terdapat kekurangan 40 persen dari biaya yang dibutuhkan sepanjang 2020-2030, atau sekitar 148 miliar USD.

Oleh karena itu, lanjut dia, Indonesia saat ini sedang mempersiapkan Peraturan Presiden mengenai karbon nilai ekonomi karbon, pengenaan pajak karbon, maupun pengembangan bursa perdagangan karbon.

“Ini dilakukan untuk mendorong investasi hijau, mengatasi celah pembiayaan perubahan iklim, dan juga mendorong pertumbuhan berkelanjutan,” kata Masyta, Senin (23/8/2021).

2. Karena kekayaan alamnya, Indonesia berpotensi jadi produsen karbon

Ekonomi Bisa Rugi 3,45 Persen dari PDB karena Perubahan Iklimilustrasi penanaman mangrove (ANTARA FOTO/Akbar Tado)

Lamon Rutten, CEO Indonesia Commodity & Derivatives Exchange, merespons baik upaya pemerintah untuk memperkenalkan perdagangan karbon. Ia mengatakan bahwa perdagangan karbon di bursa karbon telah diberlakukan selama hampir dua dekade di Eropa, dan terbukti telah memberikan banyak keuntungan.

Bahkan, secara global perdagangan karbon diestimasikan bisa mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 50 persen.

Selain itu, lanjut Lamon, perdagangan karbon juga dapat mendatangkan keuntungan bagi Indonesia. Ya, pemerintah dapat mengambil keuntungan dari perdagangan karbon ini dengan mengekspor kredit karbonnya.

Indonesia kaya akan sumber daya alam seperti hutan mangrove yang sangat luas, di mana dapat menangkap sangat banyak karbon. Dan, itu bisa dilakukan dengan biaya yang rendah yakni kurang dari 11 dolar AS per ton karbon.

“Anda harus tahu, di Uni Eropa harganya karbon saat ini mencapai 64 dolar AS per ton,” kata Rutten.

3. Mengolah karbon bukanlah urusan gampang

Ekonomi Bisa Rugi 3,45 Persen dari PDB karena Perubahan IklimIlustrasi aktivitas geothermal (Burkni Palsson)

Chief Strategy Officer Star Energy Geothermal Agus Sandy Widyanto, menjelaskan bahwa setiap tahun perusahaannya dapat menghasilkan 1,4 juta ton karbon dalam bentuk karbon kredit, dan juga menghasilkan renewable energy certificate. Jumlahnya, sekitar 3 juta megawatt hour per tahun.

“Inilah yang menjadi modal utama kami sebagai perusahaan swasta dari industri pembangkitan, untuk berkontribusi dalam pencapaian transisi energi yang diinginkan pemerintah,” ujar Agus, dalam rilis yang sama.

Namun, di sisi lain, Agus mengatakan bahwa ia menemui beberapa masalah dalam memproses energi terbarukan. Salah satunya ialah pendaftaran yang sangat kompleks dan biayanya sangat mahal untuk mendapatkan sertifikasi energi hijau.

Tak hanya itu, ada pula kendala lain yang berkaitan dengan harga. Sejak 2019 hingga sekarang, harga karbon kredit di pasar internasional terpuruk, dari sekitar belasan dolar AS per ton menjadi hanya sekitar 1 dolar AS per ton. 

“Ini tentu sangat mengurangi kelayakan ekonomi proyek-proyek yang menggantungkan pada harga karbon internasional,” ujar Agus.

4. Pemerintah dan swasta sama-sama perlu modal dan tenaga ekstra

Ekonomi Bisa Rugi 3,45 Persen dari PDB karena Perubahan IklimANTARA FOTO/Anis Efizudin

Chairperson Yayasan IDH (The Sustainable Trade Initiative) Fitrian Ardiansyah menilai jika pemerintah dan swasta sama-sama harus punya modal besar dan tenaga ekstra untuk mencapai target penurunan karbon.

Karena itu, kata dia, dibutuhkan ide-ide yang baru misalnya penerbitan obligasi atau bond, seperti green bond, sehingga kemudian investasi bisa masuk dan bunganya dapat dibayarkan melalui credit emission reduction.

Baca Juga: Pertamina Turunkan Emisi Karbon 3 Ribu Ton per Tahun dari PLTS Badak LNG

Baca Juga: IPCC akan Rilis Laporan Mengenai Bahaya Perubahan Iklim

Baca Juga: Wah, Pandemik COVID-19 Berhasil Turunkan Emisi Karbon Hingga 7 Persen 

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya