Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Duh, Warga Cirebon lebih Banyak Belanja Rokok Dibanding Beli Beras

Ilustrasi beras SPHP. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Ilustrasi beras SPHP. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Intinya sih...
  • Rokok menjadi pengeluaran terbesar kedua di Cirebon
  • Pengeluaran tinggi untuk rokok mengancam kualitas hidup dan kesehatan keluarga
  • Fenomena tingginya pengeluaran untuk rokok juga terjadi secara nasional
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Cirebon, IDN Times- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rokok menjadi pengeluaran bulanan terbesar kedua masyarakat Kabupaten Cirebon. dibanding pembelian makanan jadi, dan mengalahkan kebutuhan pokok yaitu beras.

Rata-rata pengeluaran masyarakat per kapita untuk rokok mencapai Rp92.094 per bulan. Sementara untuk beras tercatat lebih rendah, yaitu Rp81.157 per kapita.

1. Rokok jadi beban domestik rumah tangga

anak yang memotong sebatang rokok (pixabay.com/HansMartinPaul)
anak yang memotong sebatang rokok (pixabay.com/HansMartinPaul)

Menurut Kepala BPS Kabupaten Cirebon, Judiharto Trisnadi, angka tersebut berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) terbaru tahun 2024. Survei ini mencerminkan perilaku konsumsi riil masyarakat di tingkat rumah tangga.

“Data kami menunjukkan bahwa pengeluaran untuk rokok menduduki posisi tertinggi kedua setelah konsumsi beras dan kebutuhan makanan lainnya. Bahkan dalam kelompok konsumsi tertentu, rokok bisa mengalahkan kebutuhan pokok seperti protein hewani dan pendidikan,” ujar Judiharto dalam keterangan tertulis, Selasa (10/6/2025).

Ia menambahkan, pengeluaran rokok yang tinggi bukan hanya masalah ekonomi rumah tangga, tetapi juga berdampak pada kualitas hidup. “Ini adalah beban domestik yang seharusnya bisa dialihkan ke hal yang lebih produktif, seperti gizi anak, pendidikan, atau tabungan keluarga,” katanya.

2. Dampak sosial dan kesehatan yang mengerikan

ilustrasi asap rokok (pexels.com/Vladyslav Dukhin)
ilustrasi asap rokok (pexels.com/Vladyslav Dukhin)

Kebiasaan merokok tidak hanya menguras pengeluaran, tetapi juga meningkatkan risiko penyakit tidak menular (PTM) seperti jantung, stroke, dan kanker paru.

“Efek domino dari tingginya konsumsi rokok itu sangat panjang. Bukan hanya menyangkut kesehatan perokok, tapi juga anak-anak yang menjadi perokok pasif, serta tekanan ekonomi rumah tangga karena biaya pengobatan yang tinggi,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, dr Neneng Hasanah beberapa waktu lalu.

Neneng menambahkan, keluarga berpenghasilan rendah yang tetap mempertahankan kebiasaan merokok cenderung mengorbankan alokasi kebutuhan penting lainnya.

“Seringkali yang dikorbankan adalah asupan gizi anak atau biaya pendidikan. Akibatnya, kemiskinan antargenerasi makin sulit diputus,” ucapnya.

3. Pola konsumsi ini bukan hal baru di Cirebon

ilustrasi asap rokok (pexels.com/Basil MK)
ilustrasi asap rokok (pexels.com/Basil MK)

Fenomena tingginya pengeluaran untuk rokok dibanding bahan pangan bukan hal baru dan tidak hanya terjadi di Cirebon. Namun, angka di Kabupaten Cirebon terbilang signifikan.

Judiharto menjelaskan, tren ini juga tercermin secara nasional, terutama di wilayah pedesaan dan kelas ekonomi menengah ke bawah.

“Ini adalah tren jangka panjang yang sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Rokok kerap dianggap sebagai pelipur lara, apalagi di kalangan pekerja informal yang banyak berada di wilayah ini,” ungkapnya.

Ia menekankan perlunya perhatian khusus dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah, lembaga kesehatan, dan tokoh masyarakat untuk mengedukasi masyarakat agar lebih bijak dalam mengatur pengeluaran rumah tangga.

Judiharto menilai, penting bagi pemerintah daerah mengembangkan kampanye literasi keuangan dan kesehatan masyarakat berbasis data. “Masyarakat perlu tahu bahwa Rp92 ribu sebulan itu bisa diubah menjadi investasi kesehatan keluarga. Bayangkan jika dialihkan ke pembelian telur, sayur, susu, atau ditabung untuk pendidikan anak,” katanya. Ia berharap ada regulasi atau insentif yang membuat akses rokok menjadi lebih terbatas, terutama bagi remaja dan kelompok miskin.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us