Pemprov Jabar Turun Tangan Bereskan Dua Desa di Bogor Jadi Agunan Bank

- Pemprov Jabar turun tangan atasi isu desa di Bogor yang dilelang
- Desa Sukawangi dan Desa Sukaharja menghadapi masalah lahan hutan dan adat
- Kepala DPMDesa Jabar akan laporkan ke Gubernur Jawa Barat untuk perhatian serius
Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDesa) turut merespons isu Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, dilelang yang kini beredar di publik dan meresahkan masyarakat.
Kepala DPMDesa Jabar, M. Ade Afriandi pun sudah mengadakan dialog di Kantor Desa Sukawangi bersama Kepala Desa dan perangkat desa, Camat Sukamakmur, DPMD Kabupaten Bogor, serta perwakilan masyarakat.
"Dalam pertemuan itu, Kepala Desa Sukawangi, Budiyanto, menyampaikan keresahan warga berawal sejak Maret 2025, saat petugas Ditjen Gakkum Kementerian Kehutanan memasang stiker peringatan pada sejumlah bangunan di Desa Sukawangi dan Desa Sukaharja tanpa penjelasan terlebih dahulu," kata Ade melalui keterangan resmi, Senin (22/9/2025).
1. Lahan adat terancam dilelang

Kondisi ini, kata Ade, menimbulkan kebingungan karena bahkan bangunan kantor desa, fasilitas pendidikan, hingga jalan desa turut diklaim sebagai bagian dari kawasan hutan.
Selain itu, warga juga menghadapi persoalan lain terkait lahan adat di Desa Sukaharja yang masuk ke dalam aset BLBI akibat diagunkan pihak swasta.
"Lahan seluas 800 hektare tersebut kini dalam proses menuju lelang, menambah kecemasan masyarakat yang merasa hak mereka terancam," kata Ade.
2. Koordinasi insentif dilakukan dengan pemerintah pusat

Lebih lanjut, Ade menegaskan akan segera menyampaikan laporan kepada Gubernur Jawa Barat untuk menjadi perhatian serius. Pihaknya juga menyiapkan pembahasan lebih mendalam terkait aspek historis dan kronologis permasalahan lahan bersama pihak-pihak terkait, agar status hukum dapat diperjelas serta solusi dapat dirumuskan dengan adil.
"Kami juga berkomitmen menjaga kepentingan warga melalui koordinasi intensif dengan pemerintah pusat, pemerintah kabupaten, dan pemangku kepentingan lainnya agar setiap kebijakan menghadirkan kepastian hukum dan ketenangan bagi Desa Sukawangi dan sekitarnya," jelasnya.
3. Berikut riwayat jelas dua desa dilelang

Oleh karena itu, kabar Desa Dilelang bukan Desa Sukawangi, tapi Desa Sukaharja dan Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, diawali dari sengketa lahan sitaan BLBI dari terpidana Lee Darmawan K.H alias Lee Chin Kiat.
Adapun berdasarkan dokumen dari Desa Sukaharja, kronologisnya sebagai berikut:
1. Tahun 1983, Lee Darmawan K.H alias Lee Chin Kiat selaku Direktur PT. Bank Perkembangan Asia, memberikan pinjaman kepada Mohamad Madrawi, PT. Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu, dengan nilai Rp850.000.000,- berdasarkan Akta Kredit No. 145KR/BPA/XII/83 tanggal 15 Desember 1983.
2. Kredit diberikan dengan agunan tanah seluas 406 Ha statusnya tanah milik adat dengan bukti tanah Girik No. C.1, 6, 7, smp No. 716 terletak di Desa Sukaharja. Wilayah Desa Sukaharja berbatasan dengan wilayah Desa Sukawangi.
3. Tahun 1991, terdapat Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara No. 1622 K/PID/1991, turuna dari Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam No. 56Pid/B/1990/PN.JKT.BAR tentang Pidana Korupsi Tersangka Lee Dsrmawan KH alias Lee Chin Kiat, dan menyita lahan agunan PT. Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu, tetapi luas tanah yg disita bertambah semula 406 Ha menjadi 445 Ha.
4. Tahun 1994, telah dilaksanakan eksekusi tersangka termasuk aset sitaan di Desa Sukaharja oleh Satgas Gabungan BI dan Kejagung. Dilakukan pendataan oleh Sub Tim D Satgas Gabungan dan hasilnya hanya terverfikasi lahan seluas ± 80 Ha karena warga tidak pernah menjual tanahnya, warga baru terima tanda jadi, nama penjual tidak dikenal.
5. Tahun 2019 sampai 2022, Tim Satgas BLBI didampingi BPN mengklaim 445 Ha tanah sitaan tersangka Lee Darmawan KH alias Lee Chin Kiat, dan memblokir semua proses pemindahan hak atas tanah atau sertifikasi hasil jual beli dan pajak bumi dan bangunan tanpa mengindahkan hasil verifikasi tahun 1994 yg dilaporkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.