Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Galeri Bandung Hadirkan Pameran Fotografi Merespons Geopolitik Global

WhatsApp Image 2025-09-21 at 8.04.05 AM (1).jpeg
Pemeran Bandung Photography Triennale 2025. IDN Times/Debbie Sutrisno
Intinya sih...
  • Pengaburan visual bisa jadi medan perang baru
  • Seniman fotografi perlu menelaah kondisi pasca-fotografis yang mengaburkan batas antara realitas dan rekayasa, serta memperkuat dominasi politik dalam geopolitik global.
  • Pameran ini sudah ada sejak 2015
  • Bandung Photography Triennale pertama kali diadakan pada 2015 dengan nama Bandung Photo Showcase, dan kembali digelar tahun ini dengan tema Synthetic Vision: The Age of Fictionalizing in Our Culture.
  • Seniman perlihatkan kondisi di dalam negeri
  • Barmen Simatupang memamerkan karyanya sebagai respons visual terhadap kegagalan sistem hukum di Indonesia melalui pendekatan simbolik dan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandung, IDN Times - Pemeran Bandung Photography Triennale kembali digelar tahun ini. Edisi kedua tersebut menyiapkan tema yang merupakan kelanjutan dari tema sebelumnya sekaligus merespons kondisi geopolitik global saat ini. Tema utama yang dipilih adalah “Synthetic Vision: The Age of Fictionalizing in Our Culture”, yang akan dijabarkan ke dalam beberapa sub-tema. Melalui tema ini, Bandung Photography Triennale diharapkan dapat menjadi wadah bagi seniman fotografi untuk memetakan respons mereka terhadap realitas geopolitik kontemporer melalui berbagai metode artistik, teritori, perspektif, dan refleksi kritis.

Direktur dan Kurator ekshibisi ini, Henrycus Napitsunargo mengatakan, Bandung Photography Triennale 2025 memiliki tujuan untuk menciptakan sebuah platform yang inklusif tidak hanya mewadahi para seniman dan akademisi, tetapi juga melibatkan institusi, komunitas, profesional, serta para peminat fotografi secara umum. Platform ini diharapkan menjadi ruang kolaboratif yang mendukung perkembangan fotografi, memperluas jaringan, serta mendorong pertukaran informasi dan wacana terkini terkait medium fotografi.

"Khususnya dalam konteks praktik seni rupa kontemporer. Lebih jauh lagi, inisiatif ini diharapkan dapat memperkuat posisi Bandung dan Indonesia dalam peta wacana dan perputaran pengetahuan seni, khususnya seni fotografi di tingkat global. Tema ini menjadi wadah bagi seniman fotografi untuk memetakan respons terhadap realitas geopolitik kontemporer dengan beragam metode artistik dan perspektif kritis," kata Henrycus dalam pembukaan pameran di Grey Art Gallery, Kamis (18/9/2025).

1. Pengaburan visual bisa jadi medan perang baru

WhatsApp Image 2025-09-21 at 8.04.06 AM.jpeg
Pemeran Bandung Photography Triennale 2025. IDN Times/Debbie Sutrisno

Henrycus menuturkan, dalam lanskap kontemporer yang semakin dimediasi oleh teknologi, citra tidak lagi sekadar representasi realitas, tetapi juga konstruksi kompleks yang mengaburkan batas antara yang nyata dan rekayasa. Para seniman termasuk fotografer perlu menelaah lebih dalam kondisi pasca-fotografis, ketika gambar tidak lagi bergantung pada indeksialitas yang diproduksi oleh kamera, tetapi muncul sebagai hasil sintesis, simulasi, dan manipulasi yang melibatkan kecerdasan buatan, data, dan algoritma. Dalam konteks ini, individ dapat menyaksikan bagaimana estetika dan epistemologi visual berubah secara radikal, menantang pemahaman kita tentang otoritas gambar dalam membentuk kebenaran.

Pergeseran ini tidak hanya bersifat teknologis, tetapi juga tendensinya pada praktik biopolitik dan nekropolitik. Dalam rezim biopolitik, tubuh manusia dan kehidupan dikendalikan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi berbasis data, sementara dalam praktik nekropolitik, keputusan atas siapa yang hidup dan siapa yang mati semakin dimediasi oleh infrastruktur visual yang bersifat algoritmik.

"Kita perlu menyadari dan menelisik bagaimana sistem penglihatan berbasis mesin digunakan untuk mengontrol pergerakan manusia, membentuk wacana keamanan global, serta memperkuat, mendekonstruksi dominasi politik tertentu dalam peta geopolitik yang terus bergeser," ungkapnya.

Di lain sisi, sejarah telah mencatat bahwa imaji kerap digunakan sebagai senjata kultural dalam membentuk narasi dominan atau menantang struktur kekuasaan. Dalam medan digital, imaji tidak hanya merepresentasikan realitas tetapi juga menjadi alat produksi fiksi dan friksi.

Berbagai kepentingan kelompok maupun individu berupaya mengonstruksi dan mendekonstruksi makna melalui manipulasi visual, baik dalam bentuk propaganda, deepfake, maupun strategi disinformasi. Pada dinamika ini, batas antara fakta dan fabrikasi rekayasa menjadi semakin kabur, menciptakan medan peperangan baru dalam perebutan persepsi publik.

2. Pameran ini sudah ada sejak 2015

WhatsApp Image 2025-09-21 at 8.04.05 AM.jpeg
Pemeran Bandung Photography Triennale 2025. IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung Photography Triennale merupakan acara tiga tahunan yang kali pertama diadakan pada 2022. Acara ini berawal pada 2015 dengan nama Bandung Photo Showcase, sebuah festival yang menghadirkan pameran, diskusi, lokakarya, dan proyek kolaborasi. Dengan tujuan membuat program ini lebih fokus dan berkelanjutan, Bandung Photo Showcase kemudian mengubah format mereka dengan nama Bandung Photography Triennale yang ingin melibatkan lebih banyak pihak seperti akademisi, seniman, kurator, hingga kritikus seni, dan menitikberatkan konteks fotografi dalam seni kontemporer.

Edisi perdana Bandung Photography Triennale pada 2022 mengusung tema Future is Now: Skepticism, New Reality, and Infinities. Tahun ini Bandung Photography Triennale hadir kembali dengan tema lanjutan yang bersamaan dengan menanggapi kondisi geopolitik global saat ini, yaitu Synthetic Vision: The Age of Fictionalizing in Our Culture.

Tema utama Bandung Photography Triennale akan dijabarkan ke dalam sub-tema di berbagai ruang yang menjadi lokasi penyelenggaraan acara, yaitu Selasar Sunaryo Art Space (12 September - 12 Oktober 2025), Artsociates (5 September - 21 September 2025), Orbital Dago (10 September - 12 Oktober 2025), Grey Art Gallery (18 September - 19 Oktober), Wangirupa (20 September - 20 Oktober 2025), dan Tjap Sahabat (15 Oktober - 30 Oktober 2025)

3. Seniman perlihatkan kondisi di dalam negeri

WhatsApp Image 2025-09-21 at 8.04.07 AM.jpeg
Pemeran Bandung Photography Triennale 2025. IDN Times/Debbie Sutrisno

Di Grey Art Gallery terdapat puluhan karya fotografi yang dipamerankan, salah satunya miliki Barmen Simatupang bertajuk “Base and Superstructure”. Melalui tangkapan visual, dia ingin menjadikan karya-karyanya sebagai respons visual terhadap kegagalan sistem hukum di Indonesia, sistem yang, menurutnya, semakin jauh dari nilai keadilan sejati.

“Melalui pendekatan simbolik dan alegoris, saya mencoba menghadirkan kembali realitas sosial-politik yang telah terdistorsi dalam bentuk visual yang provokatif dan reflektif sebuah visi sintetis, di mana kenyataan dilipat ke dalam citra kontemporer yang tak lagi literal, melainkan penuh lapisan makna,” ujar Barmen.

Dalam karyanya, absurditas hukum ditampilkan melalui sosok hakim berjubah ungu, warna yang selama ini diasosiasikan dengan keagungan, namun wajahnya dilukis seperti badut dengan rambut berantakan.

Sosok ini, menurut Barmen, bukan lagi lambang kebijaksanaan, melainkan simbol logika hukum yang dipertontonkan bak sandiwara, dibengkokkan demi kekuasaan.

“Hakim ini adalah wujud absurditas itu,” ucapnya.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us

Latest News Jawa Barat

See More

Tiga Bulan Disekap di China, Reni Warga Sukabumi Minta Diselamatkan

21 Sep 2025, 11:22 WIBNews