Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi tong sampah organik dan non-organik (Unsplash.com/Nareeta Martin)

Bandung, IDN Times - Sampah masyarakat kota menjadi persoalan yang belum juga terselesaikan. Jumlah orang yang meningkat setiap tahunnya membuat volume sampah juga naik seiring waktu.

Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof.Dr.Ir. Enri Damanhuri menuturkan, limbah B3, biomas, maupun limbah padat dapat diolah sebagai bahan bakar di berbagai industri, misalnya sebagai boiler pembangkit listrik. Potensi ini yang kurang teroptimalkan di dalam negeri.

"Indonesia membutuhkan metode lain untuk menanggulangi permasalahan limbah. Contohnya, program Waste-to-Energy (WtE)," ujar Enri melalui siaran pers laman resmi ITB dikutip, Senin (30/8/2021).

1. Penggunaan energi dari sampah bisa kurangi pemakaian energi fosil

Default Image IDN

Pemakaian bahan-bahan tersebut sebagai energi alternatif dibagi menjadi dua metode, yakni co-firing (pembakaran dua bahan bakar berbeda pada saat bersamaan) dan co-processing (penggunaan limbah sebagai bahan baku atau sumber energi untuk menggantikan sumber daya alam dan bahan bakar fosil). Bahan bakar berbasis limbah juga diklasifikasi menjadi dua jenis, yaitu RDF (Refuse Derived Fuel) dan SRF (Solid Recovered Fuel).

Jika sampah kota mempunyai potensi pemanfaatan, maka bisa jadi ada potensi dampaknya. Dalam co-processing, beberapa manfaat dapat diperoleh dari penanganan dan upaya pemulihan energi atau bahan limbah yang tidak dapat didaur ulang.

"Limbah digunakan sebagai bahan AFR (Alternative Fuels and Raw Materials) dan mengurangi konsumsi sumber daya tak terbarukan, seperti bahan baku alam dan energi fosil dalam pemakaian bahan bakar," kata dia.

2. Konsumsi energi di industri Indonesia akibatkan emisi gas rumah kaca yang tinggi

Editorial Team

Tonton lebih seru di