MBG Majalengka: Antisipasi Keracunan, Guru Minta Siswa Perhatikan Menu

- Perubahan jam pembagian MBG di SMPN I Majalengka, dari jam istirahat pertama menjadi jam istirahat kedua.
- Pihak sekolah meminta siswa untuk memperhatikan menu MBG demi mengantisipasi keracunan massal.
- Menu kekinian lebih digemari oleh siswa, namun ada sekitar 20 siswa yang tidak makan nasi dan mendapat menu pengganti.
Majalengka, IDN Times- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Majalengka sudah berjalan sekitar delapan bulan, setelah dimulai akhir Januari lalu. Namun, hingga saat ini, data dari Dinas Pendidikan (Disdik), baru ada 25 SPPG (Satuan pelayanan pemenuhan gizi/dapur) yang sudah beroperasi.
Dari 25 SPPG itu, melayani sebanyak 102.579 orang yang terdiri dari 609 lembaga (Sekolah dan Posyandu) di beberapa titik di Kabupaten Majalengka. Hingga saat ini, beberapa sekolah sudah menerima MBG secara penuh.
"Sekarang anak-anak sudah menerima semuanya. Kalau awal-awal memang hanya sebagian," kata Kepala SMP N 1 Majalengka Dedi, Senin 15/9/2025)
1. Ada pergeseran jam pembagian MBG

Di SMPN ini, pada masa awal-awal program MBG, para siswa mendapat jatah MBG saat jam istirahat pertama sekitar pukul 09.00. Seiring berjalannya waktu, jatah MBG di sekolah ini bergeser, jadi lebih siang.
Perubahan jam pembagian itu sebagai tindaklanjut dari usulan para siswa. Dari usulan itu, kata Dedi, pihak sekolah menyampaikannya kepada pihak pengelola SPPG.
Saat ini, jatah MBG di SMPN I Majalengka itu dibagikan sekitar pukul 12.00, atau jam istirahat kedua.
"Awalnya, itu pas istirahat pertama, jam sembilan. Ada keluhan dari anak, jam segitu belum saatnya makan. Akhirnya kami alihkan. Sekarang jam istirahat kedua, sekitar pukul 12.00," kata Dedi.
2. Antisipasi keracunan, pihak sekolah minta siswa perhatikan menu

Kasus keracunan massal menjadi catatan tersendiri dari program MBG itu. Terkait kasus tersebut, Dedi menjelaskan, pihak sekolah terlebih dahulu meminta para siswa untuk memperhatikan menu MBG yang mereka terima.
"Kami minta anak-anak untuk memperhatikan menu. Ketika dirasa ada yang kurang layak, misal dari aroma, kami minta untuk tidak dimakan. Laporkan kepada guru," kata dia.
Sejak resmi berjalan, Dedi menjelaskan pernah ada satu kasus salah seorang siswa mendapat menu yang dinilai tidak layak. Kondisi tidak layak tersebut lantaran dari menu itu ada aroma tidak sedap.
"Tapi hanya dialami oleh satu siswa. Secara garis besar mah alhamdulillah berjalan lancar. Anak-anak kan sudah bisa membedakan mana menu yang layak atau tidak. Ini tentang kelayakan makanan ya, bukan selera," jelas dia.
3. Menu kekinian lebih digemari

Terkait minat siswa terhadap menu MBG, Dedi tidak menampik jika ada siswa yang tidak berselera dengan menu yang disajikan. Namun, Dedi menegaskan yang jadi perhatian pihak sekolah adalah kelayakan dari menu itu.
"Kalau selera, di setiap tempat pasti ada perbedaan. Yang jadi perhatian kami, layak tidak itu makanan," kata dia.
Sejak dimulainya progam MBG, jelas Dedi, menu kekinian masih menjadi primadona anak didiknya. Beberapa menu kekinian itu di antaranya Katsu ayam, spageti dan lain-lain.
"Yang paling senang, anak itu kalau makan yang kekinian. Model katsu-katsu an kaya gitu. Pernah juga ada Mie-mie an, itu antusiasmenya tinggi. Anak itu paling gak suka kalau dikasih sayuran," papar dia.
4. Siswa alergi nasi dapat menu pengganti

Sementara itu, ada sekitar 20 siswa di SMPN I Majalengka yang tercatat tidak makan nasi. Mereka yang tidak makan nasi itu lantaran tidak suka dan alergi.
Terkait kondisi itu, Dedi mengaku sudah menyampaikannya kepada pihak SPPG. "Dari awal itu kan pernah disampaikan barangkali ada permintaan anak yang tidak suka nasi. Itu dari dapur. Atau ada yang alergi," kata dia.
"Kami buatkan datanya. Mana yang tidak suka nasi, mana yang alergi. Nanti dipisahin dari sananya (dapur). Ada sekitar 20 an. Pesen dari SPPG, yang tidak suka nasi supaya diedukasi. Kalau yang alergi mah kan susah," kata dia.
Hilmi siswa kelas 2 adalah salah satu yang tidak bisa makan nasi. Dia mengaku kondisi tersebut sudah dialaminya sejak masih balita.
"Kalau makan nasi, sering bulak balik ke Rumah sakit. Sejak umur empat atau lima taun gitu teh," jelas dia.
Untuk kondisinya itu, Hilmi mengaku mendapat menu berbeda dengan teman-temannya. Seperti hari ini, sebagai pengganti nasi, dia mendapat menu kentang goreng. Kendati demikian, menu lainnya sama dengan yang lainnya.