Lima SMA Swasta di Jabar Tutup, Karena Tambahan Rombel Ala Dedi Mulyadi?

- Lima SMA Swasta di Jabar tutup karena tidak mendapatkan murid akibat penambahan rombongan belajar di sekolah negeri.
- Ada ribuan siswa yang mencabut berkas pendaftaran di sebagian sekolah swasta karena diterima di sekolah negeri melalui jalur PHPS.
- Tren pendaftaran pada sekolah swasta turun sejak empat tahun lalu, memberikan dampak signifikan terhadap tenaga pengajar dan guru swasta.
Bandung, IDN Times - Forum Kepala Sekolah SMA Swasta (FKSS) Jawa Barat menyatakan penerapan aturan penambahan rombongan belajar (rombel) di sekolah SMA dan SMK negeri membuat lima sekolah swasta tutup karena tidak mendapatkan murid.
Diketahui rombel ini tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Provinsi Jabar Nomor : 463.1/Kep.323-Disdik/2025 Tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAP) Jenjang Pendidikan Menengah Di Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan laporan FANS Jabar, hingga 13 hari menjelang penutupan pendaftaran Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang berlangsung Agustus 2025 ini, jumlah keterisian kursi (kuota) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta di Jawa Barat baru mencapai 66 persen, dari 1.334 jumlah sekolah swasta di Jabar.
"Empat sekolah swasta tutup karena tidak dapat siswa tahun ini, dan satu dinonaktifkan karena status lahan," ujar Ketua Umum FKSS Jabar, Ade D. Hendriana, saat dihubungi, Senin (18/8/2025).
1. Banyak murid cabut berkas

Selain itu, Ade mengungkapkan, ada ribuan siswa yang mencabut berkas pendaftaran di sebagian sekolah swasta di Jawa Barat. Menurutnya, kondisi ini disebabkan karena kebijakan PAPS yang diterapkan oleh Pemprov Jabar.
"Berdasarkan laporan (dari) 661 SMA swasta yang melapor, ada 2.509 siswa yang mencabut berkas pada akhir SPMB karena mereka diterima di sekolah negeri melalui jalur PHPS," katanya.
"Dan pasti lebih banyak lagi karena dari 1.334 SMA swasta yang melaporkan, baru masuk 661 SMA swasta."
2. Progam PAPS sangat berdampak

Meski begitu, Ade mengatakan, tren pendaftaran pada sekolah swasta sudah turun sejak empat tahun lalu, di mana hal tersebut telah memberi dampak yang signifikan terhadap sekolah swasta, utamanya tenaga pengajar (guru).
"Guru swasta itu kekurangan jam dan berpotensi tunjangan profesinya tidak akan disalurkan," ucapnya.
Di sisi lain, ada juga faktor jalur zonasi atau domisili dan terdapatnya kuota khusus bagi 31 kecamatan yang padat penduduk dan 185 kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri.
"Terakhir, adanya jalur program pencegahan anak putus sekolah dalam pelaksanan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di tahun sekarang," katanya.
3. Minta progam PAPS diaudit

Lebih lanjut, Ade mengatakan, kebijakan penambahan rombel dalam pelaksanaan SPMB tahun ini merupakan puncak masalah, sehingga FKSS bersama dengan tujuh organisasi pendidikan swasta di Jabar melayangkan gugatan terhadap pemerintah provinsi.
"Adanya program PAPS ini adalah merupakan puncak dari batas kesabaran sekolah swasta yang selama ini selalu mendukung kebijakan-kebijakan dari pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat," ucapnya.
Oleh krena itu, Ade meminta pemerintah melakukan audit terhadap kebijakan-kebijakan tersebut untuk memastikan kebijakan teraebut sudah tepat sasaran.
"Tentunya kami Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Barat FPS Jabar meminta agar Pemprov Jabar mengaudit ketiga jalur tersebut. baik jalur domisili, jalur kuota khusus, kemudian jalur PAPS untuk memastikan sudah tepat sasaran atau belum," kata dia.