Kolaborasi ITB-Warga Adat, Dorong Penerangan Berkelanjutan di Waerebo

- Survei teknis dilakukan untuk memetakan potensi aliran sungai
- Menghadirkan solusi energi terbarukan untuk kebutuhan warga
- Kolaborasi akademisi dan warga adat jadi kunci keberhasilan
Bandung, IDN Times – Di balik keindahan Desa Adat Waerebo yang berada di ketinggian pegunungan Manggarai, masyarakatnya masih menghadapi keterbatasan dasar yang jarang terlihat wisatawan: akses listrik yang belum memadai. Desa yang dikenal sebagai “Kampung di Atas Awan” itu selama ini hanya mengandalkan panel surya dengan waktu operasi terbatas.
Warga Waerebo baru bisa menikmati cahaya listrik pada pukul 18.00 hingga 24.00 waktu setempat. Kondisi ini memengaruhi kegiatan malam hari, mulai dari aktivitas belajar, kerja rumah, hingga persiapan adat yang membutuhkan penerangan memadai. Keterbatasan energi membuat ruang gerak warga terasa sangat terbatas.
Melihat kebutuhan tersebut, tim Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan inisiatif untuk menghadirkan sumber energi yang lebih stabil, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Mereka menggagas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dengan memanfaatkan potensi aliran sungai di sekitar desa.
Kegiatan ini dipimpin oleh Hadi Kardhana, dari Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air FTSL-ITB, bersama sejumlah mahasiswa yang terjun langsung melakukan survei dan perencanaan teknis di lapangan.
1. Survei teknis dilakukan untuk memetakan potensi aliran sungai

Tim ITB tiba di Waerebo pada 28 Juli 2025 dan langsung melakukan survei lapangan. Survei ini dilakukan untuk menentukan lokasi paling ideal bagi pembangunan PLTMH, termasuk mengukur elevasi, debit air, kecepatan aliran, hingga menentukan titik bendung, kantong lumpur, dan posisi turbin.
Penggunaan drone untuk pemetaan Lidar juga dilakukan demi mendapatkan visual akurat kontur lokasi.
Hasil survei menunjukkan debit sungai dapat mencapai 0,38 m³/detik pada musim hujan dan sekitar 0,19 m³/detik pada musim kemarau. Nantinya, PLTMH akan memanfaatkan debit 0,1–0,15 m³/detik untuk menghasilkan listrik hingga 50 kW—kapasitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan 32 rumah di desa adat itu.
Namun kondisi medan tidak selalu mulus. Tim menemukan dua titik longsor dan bekas banjir setinggi 1,5 meter di Sungai Aweng. Temuan ini menjadi bahan pertimbangan penting dalam mendesain PLTMH agar tetap aman dan tahan terhadap kondisi alam ekstrem.
2. Menghadirkan solusi energi terbarukan untuk kebutuhan warga

Dengan pendekatan mikrohidro, PLTMH Waerebo dirancang untuk memenuhi kebutuhan warga tanpa merusak lingkungan sekitar. Teknologi ini memanfaatkan aliran sungai tanpa mengubah ekosistem secara signifikan, sehingga cocok diterapkan di kawasan adat yang menjaga kelestarian alamnya.
Melalui PLTMH, diharapkan warga bisa memperoleh suplai listrik yang lebih panjang dan stabil. Energi ini dapat digunakan untuk penerangan, aktivitas pendidikan, pengolahan pangan, hingga mendukung kegiatan budaya yang membutuhkan pencahayaan pada malam hari.
“Kami ingin menjembatani ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat, agar teknologi energi terbarukan bisa menjadi solusi nyata di daerah terpencil,” kata Hadi Kardhana. Ia menekankan bahwa pembangunan PLTMH bukan hanya proyek teknis, tetapi juga langkah penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
3. Kolaborasi akademisi dan warga adat jadi kunci keberhasilan

Proses survei dan perencanaan tak lepas dari dukungan masyarakat Waerebo. Warga turut membantu pengukuran, memberikan informasi mengenai kondisi alam setempat, serta berdiskusi mengenai manfaat jangka panjang PLTMH.
Kolaborasi ini mempercepat proses adaptasi tim sekaligus memastikan perencanaan sesuai kebutuhan riil masyarakat.
Sikap terbuka warga membuat tim pengabdian semakin optimistis bahwa PLTMH akan memberikan dampak yang berkelanjutan. Selain memberi penerangan, energi baru ini diharapkan menjadi pondasi kemandirian energi di wilayah terpencil yang masih minim infrastruktur.
Pembangunan PLTMH Waerebo juga menjadi bukti bahwa kolaborasi akademisi, masyarakat adat, dan teknologi dapat berjalan seiring untuk menciptakan solusi yang ramah lingkungan dan sesuai konteks lokal.


















