Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

KLH Dalami Dugaan Kerusakan Lingkungan Sebagai Ancaman Ekologis di Cidahu

IMG_5662.jpeg
Menteri Lingkungan Hidup RI Hanif Faisol di TPSA Cimenteng (IDN Times/Siti Fatimah)
Intinya sih...
  • KLH dan Pemprov Jabar bersinergi atasi kerusakan lingkungan
  • Pemprov Jabar telusuri dugaan alih fungsi lahan dan siapkan sanksi tegas
  • Hutan gundul di Cidahu mengancam kualitas air dan meningkatkan risiko banjir bandang
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kabupaten Sukabumi, IDN Times - Aktivitas pembalakan liar di kawasan kaki Gunung Salak, khususnya di Blok Cangkuang, Desa Cidahu, Kabupaten Sukabumi, kini jadi perhatian serius pemerintah. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah menyusun langkah tegas untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang mulai berdampak pada warga sekitar.

Sebelumnya, berdasarkan penuturan warga setempat, dari 70 hektare hutan hampir setengahnya kini sudah habis diduga akibat aktivitas pembalakan liar. Lebih dari 15 ribu batang pohon yang tumbuh di sana ditebang.

1. KLH dorong penanganan bersama Pemprov Jabar

IMG_5661.jpeg
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq (IDN Times/Siti Fatimah)

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, penanganan kasus ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Ia menyebut perlunya pendekatan komprehensif antara pemerintah pusat dan daerah agar penegakan aturan lebih optimal.

"Kami harus bergerak cepat, dan itu tidak bisa sendiri. Perlu sinergi dengan Pemprov Jabar karena situasinya harus dilihat dari berbagai sisi," ujar Hanif saat kunjungan ke TPSA Cimenteng, Sukabumi, Kamis (31/7/2025).

Hanif juga menyinggung maraknya praktik komersialisasi kawasan pegunungan yang tidak terkendali. Hal itu, menurutnya, bisa menjadi pemicu bencana lingkungan seperti banjir dan longsor.

"Kalau dibiarkan, seperti ember bocor ditimpa air deras. Harus pelan-pelan tapi pasti ditangani," tuturnya.

2. Pemprov Jabar turun tangan telusuri dugaan alih fungsi lahan

42a9047d-aa2b-4b03-bc63-911437b64705.jpeg
Sekda Jawa Barat Herman Suryatman (IDN Times/Siti Fatimah)

Merespons kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat langsung bereaksi. Sekda Jabar Herman Suryatman mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendapat arahan dari Gubernur untuk mengecek langsung lokasi yang terdampak.

"Kami tidak akan tinggal diam. Jika ditemukan pelanggaran akan ditindak tegas. Jika terbukti ada kerusakan, kami akan libatkan aparat penegak hukum," ujar Herman.

Pemprov juga menyatakan siap menjatuhkan sanksi administratif hingga pidana, tergantung dari tingkat pelanggarannya. Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kehutanan pun diminta segera turun ke lapangan.

3. Hutan gundul, air bersih terancam

IMG-20250728-WA0147.jpg
Dugaan pembalakan liar di kaki gunung salak (IDN Times/Istimewa)

Kasus dugaan pembalakan liar ini bermula saat warga di sekitar Blok Cangkuang mulai merasakan dampak nyata. Rohadi (75 tahun), tokoh masyarakat setempat, menyebutkan bahwa lebih dari 70 hektare hutan kini dalam kondisi kritis. Hampir setengah dari kawasan tersebut telah gundul akibat penebangan liar yang berlangsung selama dua tahun terakhir.

"Sekitar 15.000 pohon sudah ditebang. Mulai dari Mangong, Damar, hingga Saninten dan Puspa. Bahkan pohon penghijauan seperti Pinus juga ikut hilang," ungkapnya.

Dampak lainnya adalah penurunan kualitas air. Tiga desa yang selama ini bergantung pada aliran air dari Blok Cangkuang yakni Desa Cidahu, Jayabakti, dan Pondokaso melaporkan berkurangnya debit air dan makin keruhnya sumber air bersih.

"Air sekarang cepat keruh meskipun hujan cuma sebentar. Penampungan air juga jarang penuh," ujar Rohadi.

4. Jejak banjir bandang jadi alarm bahaya

ilustrasi banjir bandang (pexels.com/Pok Rie)
ilustrasi banjir bandang (pexels.com/Pok Rie)

Rohadi juga mengingatkan bahwa peristiwa banjir bandang yang melanda kawasan Pondokaso pada 6 Oktober 2022 lalu. Ketika itu, Sungai Cibojong meluap hebat, membawa material lumpur dan batang kayu yang menghantam permukiman warga.

"Dulu akar pohon bisa menahan air. Sekarang sudah nggak ada yang mengikat air hujan, sungai pun makin rawan meluap," kata Rohadi.

Pemerintah pusat dan daerah kini dihadapkan pada tanggung jawab besar, menyelamatkan kawasan konservasi dari kehancuran, sekaligus melindungi warga dari ancaman bencana ekologis yang lebih besar.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us