Kasus HIV di Cirebon Meledak! 128 Orang Terinfeksi dalam 4 Bulan

Cirebon, IDN Times - Lonjakan kasus HIV di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menunjukkan tren yang mengkhawatirkan dalam kurun waktu empat bulan pertama 2025.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan setempat, sebanyak 128 kasus baru teridentifikasi dari hasil screening aktif dan pemeriksaan sukarela yang digelar di berbagai fasilitas layanan kesehatan.
1. Lonjakan kasus dalam empat bulan awal 2025

Dari Januari hingga April 2025, tercatat 128 kasus baru yang tersebar merata setiap bulannya. Rinciannya, Januari mencatatkan 24 kasus, disusul Februari yang melonjak menjadi 39 kasus. Maret tidak kalah tinggi dengan 31 kasus, dan April menyumbang tambahan 34 kasus baru.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Nurfatmawati menyampaikan, peningkatan ini merupakan bagian dari tren tahunan yang terus menunjukkan kenaikan.
Tahun 2023, mereka mencatat 376 kasus. Setahun berikutnya, angka tersebut meningkat menjadi 464 kasus.
“Jika dalam empat bulan saja sudah mencapai 128 kasus, maka besar kemungkinan akhir tahun nanti jumlahnya akan melampaui tahun-tahun sebelumnya,” ujar Nurfatmawati, Selasa (20/5/2025).
2. Usia produktif mendominasi kasus

Dari hasil analisis demografis, kasus HIV yang terdeteksi sebagian besar dialami oleh warga dalam usia produktif, yaitu rentang usia 25 hingga 49 tahun.
Dalam kelompok ini, terdapat 83 kasus, terdiri dari 61 laki-laki dan 22 perempuan. Kelompok ini secara sosial dan ekonomi berada dalam fase aktif, yang memperbesar risiko penularan kepada pasangan maupun anggota keluarga.
Di bawahnya, kelompok usia muda 20–24 tahun menyumbang 22 kasus baru, terdiri dari 16 laki-laki dan enam perempuan. Yang mengejutkan, kelompok remaja dan anak-anak juga tidak luput dari paparan HIV.
Empat laki-laki berusia 16 hingga 19 tahun ditemukan positif, begitu pula tiga anak di bawah usia empat tahun—satu laki-laki dan dua perempuan.
Sementara itu, warga lanjut usia di atas 50 tahun tercatat sebanyak 16 kasus, yang terdiri dari 13 laki-laki dan tiga perempuan. Fakta ini menunjukkan bahwa HIV bukan hanya ancaman bagi kalangan muda, tetapi juga berdampak lintas generasi.
“Kami menyayangkan kasus juga ditemukan pada anak-anak. Ini menunjukkan bahwa penularan dalam rumah tangga dan dari ibu ke anak masih menjadi tantangan besar yang harus kami tangani,” kata Nurfatmawati.
3. LSL jadi kelompok penularan tertinggi

Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon mengidentifikasi kelompok laki-laki seks dengan laki-laki (LSL) sebagai penyumbang tertinggi dalam pola penularan HIV saat ini.
Meski jumlah spesifik tidak disebutkan, kelompok ini dikategorikan sebagai populasi kunci yang menjadi fokus utama dalam program deteksi dan edukasi.
“Kami menaruh perhatian khusus pada kelompok LSL karena dominasi kasus yang tercatat dari mereka. Ini bukan soal stigma, tetapi soal realitas data epidemiologi yang harus ditangani dengan pendekatan berbasis komunitas,” ujar Nurfatmawati.
Sebagian besar kasus ditemukan melalui layanan konseling dan tes sukarela (VCT) yang dilakukan secara mobile di berbagai titik, termasuk lokasi-lokasi publik dan komunitas yang telah dipetakan sebagai wilayah rawan.
Strategi ini memungkinkan deteksi dini, tetapi tantangan tetap besar karena tidak semua orang bersedia menjalani tes akibat stigma sosial.
Dalam keterangannya, Dinas Kesehatan juga menekankan data yang mereka miliki bukan berdasarkan alamat domisili pasien, melainkan lokasi fasilitas kesehatan tempat pemeriksaan dilakukan.
Contohnya, jika banyak data tercatat di Puskesmas Sumber, bukan berarti seluruh pasien berasal dari Kecamatan Sumber.
“Penting untuk meluruskan kalau lokasi pemeriksaan tidak selalu menggambarkan asal pasien. Jadi, kami berharap tidak ada stigma wilayah karena ini bisa menghambat upaya edukasi dan deteksi dini,” katanya.
Dinas Kesehatan mengimbau masyarakat untuk tidak takut melakukan pemeriksaan HIV, terlebih jika merasa memiliki faktor risiko.
Pemerintah daerah juga didorong untuk memperluas program intervensi sosial, menyediakan ruang diskusi terbuka, serta menghapus stigma terhadap penderita HIV.