Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App

DPR RI Dorong Pemerintah Hapus Sistem Zonasi di PPD 2025

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Komisi X, Ledia Hanifa Amalia (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Bandung, IDN Times - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Komisi X, Ledia Hanifa Amalia mendorong pemerintah segera menetapkan penghapusan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran baru 2025 mendatang.

Menurutnya, saat ini banyak masyarakat yang masih bingung apakah nantinya pada tahun ajaran baru 2025 sistem zonasi dalam PPDB akan tetap ditetapkan atau justru dihilangkan.

Adapun Berdasarkan rapat terakhir Komisi X dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Ledia mengatakan, menteri sudah memberikan sinyal akan menghapus sistem zonasi.

"Sampai sekarang di Komisi X masih menunggu hasil kajian. Jadi hasil kajiannya akan seperti apa meskipun ada kecenderungan kita tidak akan ada zonasi," ujar Ledia saat ditemui di Bandung, Rabu (19/12/2024) sore.

1. Tidak adil jika zonasi masih ditetapkan

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Komisi X, Ledia Hanifa Amalia (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Sistem zonasi yang saat ini diterapkan dalam PPDB, menurut Ledia tidak adil. Hal ini dikarenakan masih banyaknya kecamatan di kabupaten dan kota yang masih belum memiliki sekolah dari tingkat SMP, hingga SMA, baik swasta dan negeri.

Di Jawa Barat sendiri berdasarkan data Pemprov Jabar tahun 2024, ada sebanyak 144 kecamatan di kabupaten dan kota di Jawa Barat yang tidak memiliki sekolah SMA/SMK negeri. Dari jumlah itu, ada 16 kecamatan yang sama sekali tidak memiliki sekolah negeri dan swasta.

"Tidak adil kalau pake zonasi, sementara ada kecamatan yang tidak punya SMP dan SMA hingga SMK," ucap Ledia.

2. Banyak ketidak-adilan dalam sistem zonasi

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Komisi X, Ledia Hanifa Amalia (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Bahkan, Ledia sempat mendapatkan keluhan langsung dari masyarakat Kota Cimahi, di mana dalam satu RW tidak ada satupun warganya yang diterima di salah sekolah yang berada di area yang sama. Sehingga, sistem zonasi menurutnya harus dihapus.

"Padahal kan itu di depan mata, maka itu ini jadi persoalan. Dan itu kan sebenarnya diperbolehkan ada aturan tambahan dari pemerintah daerah jadi harus dikaji lebih dalam Insya Allah Januari akan ada pengumuman," katanya.

3. Kurikulum masih dalam pembahasan

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Komisi X, Ledia Hanifa Amalia (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Di sisi lain, pembahasan kurikulum yang akan digunakan pada tahun ajaran baru 2025 juga masih digodok oleh Kemendikdasmen bersama Komisi X. Politisi PKS ini masih belum mendapatkan kepastian dari pemerintah, apakah nantinya akan menggunakan kurikulum merdeka atau terbaru.

"Pak Menteri mengatakan tidak akan mengubah kurikulum, tapi metode pengajarannya yang akan diubah menjadi metode deep learning. Itu kan sebenarnya mengulang yang dulu. Seperti diberhentikan terus diberlakukan lagi gitu," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, akan mengkaji Kurikulum Merdeka yang diwariskan Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) sebelumnya, Nadiem Anwar Makarim.

"Kami harus mengkaji, ya ini kan masih baru kan. Kurikulum ini kan masih baru, bahkan penerapannya, walaupun sudah dinyatakan harus diterapkan semuanya, kan juga dalam praktiknya belum semua satuan pendidikan dapat dilaksanakan," ujar Abdul Mu'ti di Gedung Kemendikbudristek, Jakarta, Senin (21/10/2024).

Abdul Mu'ti mengaku tidak akan mengambil kebijakan secara tergesa-gesa, apalagi Kurikulum Merdeka ini masih menimbulkan polemik di masyarakat.

Share
Editorial Team