Cirebon Kalah Pamor, Wisatawan Kabur ke Kuningan dan Majalengka

Cirebon, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Kabupaten Cirebon, Jawa Barat tertinggal dibanding tetangga-tetangganya di Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) dalam hal kunjungan wisatawan.
Data terbaru menunjukkan penurunan tajam wisatawan mancanegara, sementara peningkatan wisatawan domestik belum mampu menutupi minimnya daya saing kawasan ini dalam industri pariwisata regional.
1. Wisatawan mancanegara menyusut tajam, domestik dominan

Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon yang dirilis dalam publikasi Kabupaten Cirebon Dalam Angka 2025, jumlah wisatawan mancanegara sepanjang tahun 2024 tercatat hanya 5.454 orang.
Angka ini menunjukkan penurunan drastis dari tahun sebelumnya yang mencapai 14.227 orang. Artinya, hanya dalam setahun, Kabupaten Cirebon kehilangan lebih dari 60 persen wisatawan asing.
Sebaliknya, jumlah wisatawan domestik mengalami peningkatan menjadi 1.091.575 kunjungan pada tahun 2024. Meski secara kuantitas ini merupakan capaian besar, tetapi pola kunjungannya masih sangat musiman dan terpusat pada bulan-bulan libur panjang seperti April dan Desember.
Pada April, tercatat sebanyak 141.072 wisatawan domestik datang berkunjung, dan pada Desember, jumlahnya mencapai 131.226 wisatawan. Sementara bulan-bulan lainnya menunjukkan angka yang jauh lebih rendah, bahkan di bawah 90.000 kunjungan.
Minimnya konsistensi kunjungan menjadi gambaran bahwa Cirebon belum memiliki daya tarik yang kuat untuk menjaga arus wisatawan sepanjang tahun.
Destinasi unggulan seperti Keraton Kasepuhan, Batik Trusmi, dan wisata religi Sunan Gunung Jati memang masih menjadi magnet, namun pengelolaannya dinilai belum maksimal dan belum menciptakan efek berantai pada sektor akomodasi dan ekonomi kreatif di sekitarnya.
"Kondisi ini semakin diperparah dengan lemahnya promosi internasional. Dibandingkan dengan Kuningan yang mulai mengembangkan ekowisata pegunungan atau Indramayu dengan wisata baharinya, Kabupaten Cirebon seolah kehilangan ciri khasnya yang bisa dipasarkan secara agresif ke pasar luar negeri," ujar Kepala BPS Kabupaten Cirebon, Judiharto Trisnadi, Sabtu (17/5/2025).
2. Akomodasi hotel belum memadai, fasilitas tak tumbuh seiring potensi

Fakta lain yang mencuat dari laporan yang sama adalah keterbatasan fasilitas akomodasi hotel. Tahun 2023, Kabupaten Cirebon hanya memiliki 30 hotel yang terdiri dari delapan hotel berbintang dan 22 hotel non-bintang. Total jumlah kamar tersedia sebanyak 1.420 unit dengan kapasitas 2.191 tempat tidur.
Jumlah ini tergolong minim jika dibandingkan dengan potensi jumlah kunjungan wisatawan domestik yang tembus lebih dari satu juta orang per tahun.
Ketimpangan antara jumlah pengunjung dan kapasitas akomodasi menandakan dua hal: pertama, banyak wisatawan kemungkinan besar hanya berkunjung harian (one day trip) tanpa menginap.
Kedua, Kabupaten Cirebon masih kalah bersaing dalam menarik wisatawan untuk menetap dan menghabiskan lebih banyak waktu serta uang di wilayah ini.
Rendahnya jumlah hotel berbintang juga menjadi indikator rendahnya investasi swasta di sektor pariwisata. Sebuah kabupaten yang ingin menjadi magnet wisata semestinya mampu menarik investor untuk membangun fasilitas dengan standar nasional maupun internasional.
"Tanpa itu, wisatawan kelas menengah atas akan terus memilih kota/kabupaten lain di sekitar seperti Kota Cirebon yang punya hotel-hotel besar dengan fasilitas konferensi dan rekreasi keluarga," ujar Judiharto.
Pengembangan akomodasi pun tampak stagnan dalam beberapa tahun terakhir. Tidak ada lonjakan berarti dalam jumlah kamar atau tempat tidur sejak 2020.
Padahal, mobilitas masyarakat pascapandemi meningkat, dan tren liburan lokal juga tumbuh, namun tidak disambut dengan infrastruktur yang memadai di Kabupaten Cirebon.
3. Butuh strategi baru, branding ulang, dan kolaborasi regional

Melihat tren tersebut, menjadi penting bagi Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk merumuskan strategi baru dalam memposisikan diri di peta pariwisata regional. Tanpa pendekatan baru, kabupaten ini akan terus menjadi persinggahan semata, bukan tujuan akhir.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah rebranding. Kabupaten Cirebon perlu membangun narasi baru yang lebih kuat tentang identitas wisatanya. Apakah akan mengusung wisata sejarah, budaya Islam, atau produk ekonomi kreatif seperti rotan dan batik? Saat ini, citra yang dibangun masih belum konsisten dan cenderung kabur.
Kedua, kolaborasi antarwilayah di Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) harus lebih konkret. Pengembangan paket wisata lintas kabupaten bisa menjadi solusi untuk memperpanjang masa inap wisatawan.
Misalnya, promosi “Tiga Hari Dua Malam Ciayumajakuning” dengan satu hari di Cirebon, satu hari di Majalengka, dan satu hari di Kuningan. Tanpa sinergi seperti ini, wisatawan akan terus berpindah-pindah tanpa memberikan dampak ekonomi maksimal bagi masing-masing daerah.
"Perlu ada dorongan terhadap pengusaha lokal dan pelaku pariwisata agar meningkatkan kualitas layanan dan atraksi. Pelatihan SDM pariwisata, pembenahan toilet umum di destinasi, serta penguatan digitalisasi promosi bisa menjadi langkah awal yang konkret dan murah," ujarnya.