2.000 Lebih Penerima Program MBG di Kabupaten Bandung Barat Keracunan

- Lebih dari 2.000 orang di Kabupaten Bandung Barat mengalami keracunan setelah makan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di lima kecamatan.
- Kasus keracunan terjadi beberapa kali, dengan korban termasuk murid PAUD-SMA dan SMK, serta ibu menyusui.
- Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) dan Kepala Dinas Kesehatan KBB menegaskan bahwa kesalahan teknis dalam memasak MBG menjadi penyebab utama keracunan.
Bandung, IDN Times - Kabupaten Bandung Barat tercatat menjadi wilayah dengan kejadian keracunan program makan bergizi gratis (MBG) terbanyak di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, total korban terdampak mencapai 2.000 orang lebih yang hanya terjadi di lima kecamatan.
Adapun lima kecamatan ini yaitu Kecamatan Cipongkor, Cihampelas, Cisarua, dan terbaru terjadi di Kecamatan Lembang. Kasus keracunan di Kabupaten Bandung Barat terjadi pertama kali pada 22 September 2025 di Kecamatan Cipongkor, korban dari kejadian ini mencapai ratusan.
1. Keracunan ada di lima kecamatan

Setelah itu, pada 24 September 2025, keracunan MBG kembali terjadi di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas, total dari peristiwa ini mencapai 1.315 orang menjadi korban, baik dari murid PAUD-SMA dan SMK. Bahkan, beberapa di antaranya merupakan ibu menyusui.
Keracunan yang sama kembali terjadi di Kecamatan Cisarua pada 14 Oktober 2025 dengan korban yang terdata sebanyak 502 orang, di mana korbannya pun merupakan murid sekolah. Tidak berhenti di situ, pada 25 Oktober 2025 peristiwa ini berulang di Kecamatan Lembang, di mana murid SMP Negeri 1 Lembang menjadi korban.
Tiga hari setelahnya tepatnya 28 Oktober 2025, masih di Kecamatan Lembang, keracunan MBG dialami oleh siswa-siswi di Desa Cibodas. Jika ditotal secara keseluruhan jumlahnya mencapai 2.000 jemaah.
2. Ada kelalaian SPPG di semua kasus keracunan Bandung Barat

Peristiwa keracunan berulang ini diduga disebabkan akibat adanya keteledoran dari SPPG saat menghidangkan MBG. Sementara, Kepala Dinas Kesehatan KBB, Lia N Sukandar mengklaim sudah melakukan pengawasan dan koordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) dalam menangani persoalan ini.
"Dari waktu pertama kejadian kami Dinkes di bawah ketua Satgas Pak Sekda arahan Pak Bupati terus berkoordinasi sampai saat ini, kami menjalankan fungsi kami Dinas Kesehatan adalah percepatan SLHS," kata Lia di Puskesmas Cibodas, dikutip Kamis (30/10/2025).
Sementara itu, Kepada Disdik Provinsi Jabar, Purwanto mengatakan, untuk menekan adanya keracunan terhadap penerima yang mana mayoritas pelajar, seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG harus mengikuti SOP yang sudah ditetapkan.
"Ya, kalau keracunan kan kami sudah melakukan evaluasi ya, Pak Gubernur dengan BGN sudah melakukan evaluasi. Jadi SPPG-nya mesti pegang SOP, karena kan sering banyak SOP yang dilanggar biasanya," kata Purwanto, Kamis (30/10/2025).
3. BGN membenarkan kelalaian yang dilakukan SPPG di Bandung Barat

Menurutnya, dari rentetan kasus keracunan yang terjadi di Jawa Barat, termasuk yang baru terjadi di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, kerap kali disebabkan oleh hidangan yang sudah basi. Menurutnya, hal ini berkaitan dengan waktu penyajian itu sendiri.
"Misalnya, waktu penyajian kan gitu terus bahan baku seperti apa. Nah ini kalau SOP-nya dipenuhi oleh SPPG, saya yakin enggak akan ada keracunan," ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana juga membenarkan bahwa peristiwa keracunan yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat disebabkan oleh adanya kesalahan teknis dari SPPG saat memasak MBG.
"Saya melihat yang di Bandung Barat itu semuanya kesalahan teknis, semua tidak taat aturan SOP, lebih banyak ke arah situ," ujar Dadan sast ditemui usai kegiatan wisuda Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI), Trans Convention Centre, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Sabtu (18/10/2025).
Terkait banyaknya dugaan SPPG fiktif yang ada di Kabupaten Bandung Barat, Dadan membantah, dan menyatakan semua dapur MBG di daerah tersebut resmi, hanya saja ia tidak menampik banyak yang salah prosedur terutama waktu masak.
"SPPG fiktif tidak ada. Tapi kalau kesalahan teknis masak harusnya jam satu malam sudah masak, ini jam sembilan malam. Kemudian yang terakhir (kasus Cisarua) kemarin itu bahan bakunya kurang baik, dan juga kesalahan teknis," tuturnya.
Dadan mendapatkan laporan, kasus keracunan MBG di Cisarua itu juga terjadi karena SPPG terlalu cepat mengemas makanan. Sehingga, ketika dihidangkan, makanan sudah basi.
"Iya (murni basi), terlalu cepat mengemas makanan," ucapnya.

















