Geger Kepala Desa di Sukabumi Jual Posyandu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kabupaten Sukabumi, IDN Times - Kabupaten Sukabumi digegerkan dengan kabar sebuah kantor Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dijual oleh oknum Kepala Desa. Warga pun bereaksi dengan mendatangi kantor desa untuk meminta pertanggungjawaban.
Puluhan warga tiba-tiba menggeruduk kantor Desa Cikujang yang berlokasi di Jalan Pajajaran, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi pada Rabu (14/8/2024).
Posyandu yang dijual bernama Posyandu Anggrek 09 di Kampung Lebak Muncang RT 36/18, Desa Cikujang.
Wendi Solihin (55 tahun) salah satu tokoh masyarakat setempat mengatakan, posyandu itu dijual pada tahun 2022 lalu. Namun hingga pertengahan tahun 2024 ini, warga belum memiliki pengganti kantor Posyandu.
1. Warga sempat musyawarah
Wendi mengatakan, pada 7 Agustus 2024 lalu ia bersama Ketua BPD, Ketua RT dan RW serta tokoh masyarakat lain sempat melakukan musyawarah di majelis taklim dengan dihadiri Kepala Desa untuk membahas nasib Posyandu.
"Awalnya warga mau melakukan aksi demonstrasi ke kantor desa, namun. karena Kepala Desa turun langsung ke warga akhirnya tidak jadi demonya. Saat pertemuan itu, Kepala Desa berjanji akan membayar tanah tapi sampai sekarang belum selesai," kata Wendi.
"Memang dari kwitansi yang ditunjukkan Kades ke warga tertulis nominal uang Rp15 juta untuk pembelian bidang tanah tapi kenyataannya belum dibayar. Makanya, warga datang ke kantor desa," ujarnya.
2. Posyandu dibangun menggunakan anggaran PNPM
Lebih lanjut, lahan dan bangunan Posyandu yang merupakan aset pemerintah Desa Cikujang itu dibangun sekitar tahun 2008 dengan menggunakan program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Luas bangunan posyandu itu sekitar 100 meter persegi.
"Iya, itu Posyandu dibangun sekitar 2008 oleh program PNPM. Namun, dijual oleh Kepala Desa Cikujang pada Agustus 2022 lalu dengan harga Rp46 juta kepada warga Desa Cikujang, atas nama Pak Denis. Dan kalau ditotalkan dengan surat-surat AJB-nya ada sekitar Rp48 juta," ucapnya.
"Jadi Posyandu yang dijual oleh Bu Kades itu, sekarang jadi rumah tinggal Pak Denis, untuk layanan posyandu terpaksa dialihkan ke daerah Perumahan dan rumah pak kadus di wilayah tersebut," kata Wendi.
3. Warga ancam lapor polisi
Dia menambahkan, jika sampai 31 Agustus 2024 Kepala Desa Cikujang tidak membangun Posyandu di wilayah tersebut, maka ia bersama warga lainnya mengancam akan membuat laporan ke pihak kepolisian.
"Kedatangan warga ke sini, merupakan salah satu bentuk kekecewaan warga karena merasa dibohongi oleh Kepala Desa. Intinya, kami ingin menanyakan, kapan akan dibangun Posyandu itu. Kalau memang belum dibayar, maka kepala desa itu bohong dan sudah mempermainkan warga," ucap dia.
4. Penjelasan Kepala Desa Cikujang
Kepala Desa Cikujang, Heni Mulyani merespons aduan tersebut. Dia mengklaim lahan di lokasi Posyandu Angggrek 09 itu dahulunya merupakan tanah yang ia beli atas nama pribadi Heni Mulyani kepada Kamal.
"Saya dulu telah menjabat sebagai Kepala Desa itu dari tahun 2007, pembelian tanah itu tahun 2008, ada bukti kwitansi semuanya, pada saat itu anggaran PNPM, itu tanah tidak dihibahkan, tidak diwakafkan, hanya saya menyerahkan silakan untuk dipergunakan pembangunan posyandu,” kata Heni.
Seiring berjalannya waktu, Posyandu tersebut tidak dipakai dan menjadi bangunan terlantar hingga lapuk.
"Karena terlantar dan karena tanah itu milik saya, akhirnya saya jual karena saya merasa tanah itu milik saya, akhirnya ramai mencuat. Nah, itu dijual tahun 2022 saat saya kembali menjabat sebagai kepala desa lagi," ujarnya.
5. Janji siapkan lahan senilai Rp15 juta
Usai bangunan Posyandu itu dijual, ia mengalihkan pelayanan ke Perumahan Cluster.
"Akhirnya dihibahkanlah si tanah dan bangunan itu (posyandu), masyarakat teriak lagi karena merasa tidak mau di situ, padahal posyandu itu sudah dipergunakan," ucap dia.
Karena menuai protes, akhirnya ia membuat perjanjian kembali dengan masyarakat untuk penggantian tanah baru, dengan nilai harga tanah Rp15 juta.
"Selain penggantian tanah, pada perjanjian itu dijelaskan bahwa bangunan akan dikembalikan seperti semula dengan ukuran 4x6 meter, tapi dengan satu catatan rumah yang berada di claster tersebut kembali menjadi milik saya," tutupnya.
Baca Juga: BPKH Bangun 129 Hunian bagi Korban Pergerakan Tanah di Sukabumi
Baca Juga: 29 April Hari Posyandu Nasional, Berikut Ini Asal Usulnya