66 Tunanetra di Wyata Guna Bandung Terancam Tak Mendapat Rehabilitasi
Pemda harus segera membangun panti tunanetra mandiri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Forum penyelamat pendidikan tunanetra yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat melakukan dialog dengan Komisi 5 DPRD Provinsi Jawa Barat. Kedatangan mereka di kantor ini untuk menyampaikan aspirasi terkait dampak dari perubahan regulasi Permensos No. 18 tahun 2018 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial mengenai Perubahan Panti Sosial Bina Netra menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensori Netra (BRSPDSN).
Ketua Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra, Ahmad Basri Nursikumbang mengatakan, dengan perubahan panti menjadi balai, maka Wyata Guna yang berada di bawah naungan Kementerian Sosial (Kemensos) juga akan berubah fungsi. Perubahan tersebut berdampak pada penyandang tunanetra yang bisa mengakses Wyata Guna.
"Ketika jadi balai yang bisa berada hanya 45 orang saja. Dari aturan sebelumnya bisa menampung bahkan hingga 250. Kalau aturan ini tetap diberlakukan akan ada 66 siswa dan mahasiswa yang terancam drop out," ujar Ahmad di Gedung DPRD Jawa Barat, Senin (29/7).
1. Ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap penyandang tunanetra
Menurut Ahmad, dengan peralihan ini maka penyandang tunanetra yang mengikuti pelatihan di balai hanya dibatasi maksimal enam bulan. Waktu yang sempit tersebut jelas tidak efisien untuk seorang tunantera belajar berbagai hal.
Ketika masih berstatus panti, para pengajar bahkan harus memberikan ilmu kepada tunantera agar mampu mandiri dalam berbagai hal lebih dari tiga tahun. " Ini sangat keterlaluan. Merendahkan," ujar Ahmad.
Baca Juga: Sejak Aktif Kembali, BIJB Kertajati Layani 3.000 Penumpang Tiap Hari