Tambah Lahan Tak Dongkrak Produksi Bawang Merah Cirebon

Cirebon, IDN Times - Produksi bawang merah di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat mengalami penurunan signifikan meski terjadi perluasan lahan tanam dalam dua tahun terakhir. Ketimpangan ini memunculkan kekhawatiran akan keberlangsungan ekonomi petani bawang merah di daerah sentra penghasil utama.
1. Luas lahan bertambah, panen malah menyusut

Dalam dua tahun terakhir, Kabupaten Cirebon mencatat peningkatan luas tanam bawang merah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, total lahan yang digunakan untuk budidaya komoditas tersebut mencapai 3.205 hektare pada 2024, naik dari 3.121 hektare pada tahun sebelumnya.
Namun ironisnya, tren produksi justru bergerak ke arah sebaliknya. Pada tahun 2023, total produksi bawang merah mencapai 34.301,9 ton, sementara tahun berikutnya menurun menjadi 32.099,4 ton. Hal ini menjadi indikasi peningkatan kuantitas lahan belum tentu menghasilkan volume panen yang lebih besar.
Lima kecamatan yang menjadi poros utama budidaya bawang merah di Cirebon adalah Pabedilan, Losari, Pabuaran, Gebang, dan Waled. Wilayah Pabedilan menyumbang produksi terbanyak, yakni 8.723 ton, disusul Losari dengan 8.260 ton. Adapun Pabuaran, Gebang, dan Waled masing-masing menghasilkan 4.350 ton, 4.164 ton, dan 2.231 ton.
Perubahan iklim yang tidak menentu disebut menjadi penyebab utama menurunnya produktivitas. Musim hujan yang datang terlambat, serta suhu panas berlebihan, membuat tanaman rentan gagal panen.
Dampak ini terasa di hampir seluruh wilayah pertanian bawang merah di Cirebon, dengan gejala mulai dari pembusukan umbi hingga serangan penyakit tanaman.
2. Petani menanggung beban biaya produksi tinggi

Maman Suherman, petani bawang merah asal Kecamatan Losari, mengaku hasil panen pada awal 2024 jauh dari harapan. Ia menyebut cuaca ekstrem telah memperparah kondisi tanaman, dan serangan hama seperti thrips dan ulat grayak menjadi lebih agresif dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Kami biasanya hanya semprot pestisida 6–8 kali per musim, sekarang bisa sampai 10 kali. Tapi hama tetap banyak,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pengendalian hama menjadi beban tersendiri karena harga pestisida melonjak, sementara efektivitasnya menurun.
Maman juga mengungkapkan, lonjakan harga jual bawang merah yang saat ini berada di angka Rp30.000 per kilogram tidak otomatis memberikan keuntungan lebih besar kepada petani. Tahun lalu, harga jual hanya Rp17.000 per kilogram, namun kenaikan biaya produksi menggerus margin laba.
“Modal naik karena pupuk, pestisida, dan biaya tenaga kerja juga ikut mahal. Akhirnya keuntungan bersih kami malah lebih kecil dibanding dua tahun lalu. Ada yang sampai rugi,” katanya.
Tak sedikit petani yang pada musim tanam berikutnya memutuskan mengurangi luas tanam karena keterbatasan modal. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperparah penurunan produksi jika tidak segera diantisipasi oleh pemerintah.
3. Perlu intervensi pemerintah untuk jaga produksi

Petani di Cirebon kini mendesak adanya langkah nyata dari Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam membantu mereka keluar dari tekanan ekonomi. Beberapa program yang dinilai mendesak antara lain bantuan benih unggul tahan cuaca ekstrem, pelatihan pengendalian hama terpadu, hingga subsidi sarana produksi.
Selain itu, para petani juga mendorong penerapan asuransi pertanian sebagai bentuk perlindungan terhadap risiko gagal panen. Rina, petani muda dari Kecamatan Pabuaran, menganggap asuransi adalah solusi strategis jangka panjang.
“Kita ini berhadapan dengan alam yang tak bisa diprediksi. Kalau ada asuransi tanaman, setidaknya saat gagal panen, kami masih bisa bertahan,” ucapnya.
Ia menambahkan, pemerintah daerah perlu menjalin kemitraan dengan perusahaan asuransi untuk mewujudkan skema perlindungan yang terjangkau bagi petani kecil.
Masalah ketersediaan pupuk subsidi juga menjadi sorotan. Kelangkaan dan harga yang tidak stabil menyulitkan petani untuk merencanakan musim tanam dengan baik. Pemerintah diminta menata ulang sistem distribusi agar tepat sasaran dan menghindari penumpukan oleh distributor.
Petani juga menyuarakan kebutuhan akan infrastruktur penunjang seperti embung dan sumur resapan untuk memastikan ketersediaan air saat musim kemarau. Tanaman bawang merah yang sensitif terhadap kekeringan membutuhkan suplai air stabil agar tidak mengalami stres tanaman.
Meski dihadapkan pada sejumlah tantangan, petani di Cirebon tetap melihat peluang pasar yang besar, baik di tingkat nasional maupun ekspor. Permintaan bawang merah terus meningkat, terutama dari sektor rumah tangga dan industri makanan.
“Selama kualitas bisa dijaga, kita bisa masuk pasar ekspor. Tapi pemerintah juga harus bantu agar produksinya stabil,” kata Maman.