Industri Unggulan Cirebon Tembus Rp3,8 Triliun, Rotan Masih Juara

- Nilai produksi industri utama Kabupaten Cirebon mencapai Rp3,83 triliun pada 2024, menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya.
- Sektor mebel rotan menjadi tulang punggung ekonomi lokal dengan kontribusi Rp2,45 triliun atau dua pertiga dari total nilai produksi industri unggulan daerah.
- Sektor makanan ringan, industri roti, dan konveksi juga mengalami pertumbuhan yang signifikan selama lima tahun terakhir.
Cirebon, IDN Times - Industri unggulan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menunjukkan ketahanan ekonomi yang luar biasa dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam dokumen Kabupaten Cirebon Dalam Angka 2025, total nilai produksi dari sembilan sektor industri utama mencapai Rp3,83 triliun sepanjang 2024.
Angka ini mencerminkan peningkatan sekitar Rp372 miliar dari tahun 2020, saat total nilai produksi berada di angka Rp3,46 triliun. Peningkatan ini tidak hanya menandai pemulihan pascapandemi, tetapi juga mengindikasikan arah positif transformasi ekonomi lokal.
Di tengah tekanan global dan fluktuasi pasokan bahan baku, sejumlah komoditas lokal justru mencatat kinerja luar biasa. Sektor mebel rotan, makanan ringan, hingga batik menunjukkan kekuatan sebagai tulang punggung industri daerah.
1. Mebel rotan, pilar tangguh ekonomi lokal

Di antara semua komoditas unggulan, industri mebel dan kerajinan rotan tetap memegang porsi terbesar dalam struktur ekonomi Kabupaten Cirebon. Selama 2024, sektor ini menyumbang Rp2,45 triliun atau sekitar dua pertiga dari total nilai produksi industri unggulan daerah.
Kepala BPS Kabupaten Cirebon, Judiharto Trisnadi, menyebut sektor rotan menunjukkan ketahanan yang luar biasa. “Selama lima tahun terakhir, tren pertumbuhan nilai produksi rotan terus stabil, bahkan mampu bertahan saat terjadi gangguan pasokan dan pelemahan ekonomi global,” ujarnya, Jumat (16/5/2025).
Keunggulan sektor ini bukan tanpa alasan. Cirebon telah lama dikenal sebagai salah satu pusat produksi rotan terbesar di Asia Tenggara.
Dukungan ekosistem industri, mulai dari perajin rumahan hingga eksportir besar, menjadi kekuatan struktural yang menjaga daya saing produk rotan Cirebon di pasar domestik dan internasional.
Namun demikian, Judiharto mengingatkan bahwa keberhasilan sektor rotan perlu ditopang oleh kebijakan hilirisasi dan perluasan distribusi. “Nilai produksi memang besar, tetapi tantangannya adalah memperkuat nilai tambah dan akses ke pasar luar negeri secara lebih luas,” katanya.
2. Makanan ringan jadi motor baru UMKM berkembang

Selain rotan, sektor makanan ringan dan industri roti mencatatkan lonjakan tajam selama lima tahun terakhir. Pada 2020, nilai produksi sektor ini tercatat sebesar Rp408,7 miliar. Angka tersebut melonjak hingga Rp619,3 miliar pada 2024, tumbuh lebih dari 51%.
Pertumbuhan ini tidak lepas dari perubahan pola konsumsi masyarakat. Meningkatnya permintaan terhadap makanan cepat saji, didukung oleh ekspansi platform penjualan daring, menjadi pemicu utama lonjakan tersebut.
Pelaku industri makanan ringan di Cirebon, yang sebagian besar berasal dari sektor UMKM, merespons tren ini dengan menambah kapasitas produksi dan inovasi produk.
Tidak hanya makanan, sektor konveksi juga mulai menunjukkan geliat pemulihan yang signifikan. Dari nilai produksi sebesar Rp42,2 miliar pada 2020, sektor ini naik menjadi Rp61 miliar di tahun 2024.
Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya pesanan berbasis daring serta mulai terbukanya peluang ekspor kecil-menengah melalui platform digital. “Digitalisasi menjadi peluang sekaligus tantangan bagi UMKM. Mereka harus bisa menyesuaikan diri dengan model bisnis baru jika ingin bertahan dan berkembang,” ujar Judiharto.
3. Batik, batu alam, dan emping: antara inovasi dan stagnasi

Sektor batik sebagai bagian dari ekonomi kreatif lokal menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Meskipun kontribusinya relatif kecil dibanding rotan atau makanan ringan, pertumbuhan nilai produksi batik dari tahun ke tahun konsisten meningkat. Pada 2024, nilainya mencapai Rp88,3 miliar, naik sekitar 5% dibanding tahun sebelumnya.
Batik Cirebon, yang dikenal dengan motif khas seperti Mega Mendung dan Wadasan, mulai mendapat tempat kembali di pasar wisata heritage. Upaya promosi yang dilakukan pemerintah daerah melalui event pariwisata dan platform digital mendorong peningkatan produksi di sektor ini.
Sebaliknya, industri batu alam mengalami tren penurunan. Nilai produksinya turun dari Rp182,8 miliar pada 2020 menjadi Rp173,2 miliar pada 2024.
Hal ini dipicu oleh menurunnya proyek-proyek konstruksi besar serta meningkatnya preferensi pasar terhadap material sintetis yang lebih ringan dan terjangkau.
Sementara itu, produk lokal seperti emping melinjo, sandal karet, dan kerajinan kulit kerang masih menjadi pelengkap dalam lanskap industri daerah. Meski nilainya kecil—masing-masing di kisaran Rp4 miliar hingga Rp25 miliar, keberadaan mereka penting sebagai penopang ekonomi informal serta penyerap tenaga kerja rumahan.
“Diversifikasi komoditas adalah kekuatan yang perlu dijaga. Tidak semua sektor bisa tumbuh besar, tetapi semuanya memiliki peran dalam menjaga keberlangsungan ekonomi lokal,” ucap Judiharto.
Dengan rata-rata pertumbuhan nilai produksi sekitar 2,7% per tahun selama lima tahun terakhir, Kabupaten Cirebon menunjukkan daya tahan ekonomi yang stabil.
Namun tantangan ke depan adalah bagaimana mendorong hilirisasi dan peningkatan nilai tambah agar sektor unggulan tidak hanya besar di tingkat produksi, tetapi juga menguntungkan secara berkelanjutan.
Pemerintah daerah bersama pelaku industri diharapkan dapat mendorong kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat branding produk lokal, memperluas akses ekspor, dan meningkatkan kualitas SDM industri.
“Cirebon punya semua fondasi untuk menjadi pusat industri unggulan nasional. Tapi tanpa strategi hilirisasi dan penguatan pasar, potensi besar ini bisa mandek di tengah jalan,” pungkas Judiharto.