Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Bangun Pagi Itu Susah? Ini Penjelasan Ilmiahnya

ilustrasi perempuan tertidur (unsplash.com/Slaapwijsheid)
ilustrasi perempuan tertidur (unsplash.com/Slaapwijsheid)
Intinya sih...
  • Ritme Sirkadian yang tidak sinkronTubuh manusia memiliki jam biologis yang mengatur kapan harus tidur dan bangun. Jika ritme sirkadian terganggu, misalnya karena tidur terlalu malam, sering menatap layar sebelum tidur, atau kebiasaan begadang, tubuh jadi tidak siap untuk bangun pagi.
  • Kualitas tidur yang tidak optimalBanyak orang merasa sudah tidur selama 7–8 jam, tetapi tetap pusing dan berat saat bangun. Ini kemungkinan besar tanda kualitas tidur yang buruk. Gangguan seperti sering terbangun, tidur gelisah, atau lingkungan tidur yang tidak nyaman membuat tubuh tidak masuk ke fase tidur dalam yang penting untuk pemulihan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bangun pagi sering jadi tantangan, bahkan untuk kamu yang sudah bertekad tidur lebih awal. Alarm dipasang, niat sudah kuat, tapi tetap saja tangan refleks menekan tombol snooze. Fenomena ini bukan cuma soal malas, tapi ada penjelasan ilmiah di baliknya.

Para ahli menyebut bahwa tubuh manusia bekerja berdasarkan ritme alami yang disebut circadian rhythm. Ritme ini mengatur kapan kamu merasa mengantuk, segar, lapar, hingga produktif. Saat ritme ini terganggu, otomatis bangun pagi terasa berat.

Tak hanya itu, faktor lain seperti kualitas tidur, paparan cahaya, dan gaya hidup juga punya peran besar. Kombinasi inilah yang membuat tubuh merasa “menolak” bangun pagi, meski kamu sudah punya banyak agenda.

Lantas, apa saja faktor ilmiah yang bikin bangun pagi terasa susah? Berikut penjelasannya.

1. Ritme Sirkadian yang tidak sinkron

ilustrasi tidur (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi tidur (pexels.com/cottonbro studio)

Tubuh manusia memiliki jam biologis yang mengatur kapan harus tidur dan bangun. Jika ritme sirkadian terganggu, misalnya karena tidur terlalu malam, sering menatap layar sebelum tidur, atau kebiasaan begadang, tubuh jadi tidak siap untuk bangun pagi.

Orang yang punya tipe night owl (aktif di malam hari) secara alami juga cenderung sulit bangun pagi karena jam biologisnya berjalan lebih lambat dibanding early bird. Ini bukan sekadar kebiasaan—ada faktor genetik yang memengaruhi preferensi waktu tidur seseorang.

 

2. Kualitas tidur yang tidak optimal

Ilustrasi mengalami mimpi buruk. (Dok. Freepik/jcomp)
Ilustrasi mengalami mimpi buruk. (Dok. Freepik/jcomp)

Banyak orang merasa sudah tidur selama 7–8 jam, tetapi tetap pusing dan berat saat bangun. Ini kemungkinan besar tanda kualitas tidur yang buruk.

Gangguan seperti sering terbangun, tidur gelisah, atau lingkungan tidur yang tidak nyaman membuat tubuh tidak masuk ke fase tidur dalam yang penting untuk pemulihan. Akibatnya, saat pagi datang, tubuh masih merasa lelah dan butuh waktu lebih lama untuk “menyala”.

3. Hormon tidur yang tidak seimbang

ilustrasi mengalami mimpi buruk (freepik.com/freepik)
ilustrasi mengalami mimpi buruk (freepik.com/freepik)

Hormon melatonin berperan sebagai sinyal bahwa tubuh harus tidur. Namun, paparan cahaya biru dari gadget dapat menurunkan produksi melatonin. Saat melatonin rendah, tubuh sulit bersiap untuk tidur, dan ini berpengaruh pada kesiapan bangun pagi.

Sebaliknya, kadar kortisol—hormon yang membuat tubuh terjaga—seharusnya meningkat alami di pagi hari. Jika ritme hormon ini kacau, kamu akan merasa lambat, lemas, dan cenderung ingin kembali tidur.

4. Kebiasaan hidup yang mengacaukan energi

ilustrasi mengonsumsi minuman mengandung kafein (freepik.com/pvproductions)
ilustrasi mengonsumsi minuman mengandung kafein (freepik.com/pvproductions)

Konsumsi kafein di sore atau malam hari, makan terlalu larut, kurang olahraga, atau stres berkepanjangan bisa membuat tidur tidak berkualitas. Semua ini menumpulkan respons tubuh saat alarm berbunyi.

Tubuh yang kelelahan secara mental maupun fisik juga membutuhkan waktu pemulihan lebih lama. Itulah sebabnya bangun pagi terasa seperti tugas berat, bahkan setelah tidur panjang.

5. Faktor psikologis yang membuat otak enggan bangun

Ilustrasi orang terbangun karena mimpi buruk. (Dok. Freepik/tirachardz)
Ilustrasi orang terbangun karena mimpi buruk. (Dok. Freepik/tirachardz)

Bangun pagi bukan hanya kerja tubuh, tapi juga kerja otak. Saat kamu menghadapi stres, tekanan pekerjaan, atau aktivitas yang tidak kamu sukai, otak bisa menahan diri untuk terjaga dan kembali “kabur” ke mode tidur.

Inilah mengapa hari libur kamu bisa bangun pagi dengan mudah, sementara hari kerja terasa seperti perjuangan besar.

Bangun pagi bisa menjadi lebih mudah bila kamu memperbaiki pola hidup: tidur lebih konsisten, mengurangi layar sebelum tidur, menjaga pola makan, dan mengelola stres. Mulai dari langkah kecil, tubuh akan membentuk ritme baru yang lebih sehat.

Selain itu, membangun hubungan positif dengan rutinitas pagi—misalnya sarapan favorit, musik yang menenangkan, atau waktu me-time singkat—bisa membuat otak lebih semangat untuk bangun.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us

Latest Life Jawa Barat

See More

Tips Beli Motor Bekas biar Gak Tertipu Penjual Nakal

01 Des 2025, 22:15 WIBLife