Survei Manulife: Perencanaan Pensiun Masih Belum Dianggap Penting 

Sebagian percaya tujuan finansialnya dapat terwujud

Bandung, IDN Times - Berdasarkan hasil Manulife Asia Care Survey 2023 menyebutkan, sebagian besar responden Indonesia percaya perencanaan masa pensiun penting dan telah menjadi prioritas tujuan finansial agar mereka terlindung dari ketidakpastian di masa depan.

Namun, hanya separuh responden yang memiliki rencana pensiun. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara optimisme mengenai kemapanan finansial dibandingkan dengan kebutuhan nyata untuk memiliki perencanaan finansial yang matang sejak dini. Hal tersebut terungkap dalam survei terbaru Manulife.

Dari hasil survey itu terlihat 82 persen responden Indonesia menilai perencanaan masa pensiun sebagai langkah bijaksana. Namun, hanya 54 persen responden yang memiliki perencanaan ini, sementara lebih dari tiga perempat responden masih mengandalkan simpanan dana tunai, dan hampir separuh mengandalkan warisan dan skema jaminan pensiun pemerintah. Rata-rata responden Indonesia memperkirakan akan memasuki masa pensiun pada usia 58 tahun dan mulai mengalami gangguan kesehatan
pada usia 63.

Dengan kata lain, responden memperkirakan kesehatan yang prima hanya akan
bertahan selama lima tahun pertama setelah pensiun. Namun, hampir tiga perempat responden atau 74 persen memperkirakan akan dapat mencapai target nilai simpanan pensiunnya dalam waktu sepuluh tahun.

1. Minat dana kesehatan masa depan masih rendah

Survei Manulife: Perencanaan Pensiun Masih Belum Dianggap Penting Ilustrasi nasabah asuransi Manulife. (Dok. Manulife Indonesia)

Terkait kondisi keuangan saat ini, 79 persen responden Indonesia juga bersikap lebih positif, dengan 80 persen responden memperkirakan peningkatan kondisi keuangan dalam 12 bulan ke depan.

Pandangan ini diperkuat oleh 63 persen responden yang memperkirakan pendapatannya akan meningkat tahun ini. Dalam perkiraan responden, kenaikan dapat mencapai rata-rata 30 persen. Hal ini menyumbang keyakinan 88 persen responden terhadap kemampuannya dalam mewujudkan tujuan keuangan.

Namun demikian, menarik untuk dicatat bahwa responden Indonesia memiliki minat terendah untuk memiliki dana guna membiayai kebutuhan kesehatan di masa depan dibandingkan semua negara lain di dalam survei. Dana pensiun (54 persen) dan dana darurat (49 persen) merupakan dua prioritas tujuan finansial, sejalan dengan negara-negara lain, namun dana kesehatan hanya dinyatakan 2 oleh 19 persen responden, atau yang terendah di kawasan.

Menyiapkan dana pendidikan (40 persen) menempati urutan prioritas yang jauh lebih tinggi, begitu pula dengan membeli rumah (25 persen).

“Keyakinan masyarakat Indonesia tentang kemampuannya mewujudkan tujuan finansial adalah hal yang positif, akan tetapi perlu didukung dengan perencanaan pensiun yang tepat. Prioritas mereka terhadap dana pendidikan dan rumah, jika tidak diimbangi dengan perhatian yang sama terhadap biaya kesehatan, sementara memenuhi tujuan keuangan jangka pendek, akan dapat dapat menimbulkan masalah di masa depan. Oleh kerena itu, Manulife berkomitmen membantu seluruh keluarga Indonesia menyiapkan masa depan mereka dengan memperkecil gap dana pensiun dan proteksi melalui solusi yang kami miliki,” ujar Ryan Charland, Presiden Direktur & CEO Manulife Indonesia.

1. Inflasi mengancam terwujudnya dana pensiun

Survei Manulife: Perencanaan Pensiun Masih Belum Dianggap Penting ilustrasi dana pensiun (freepik.com/rawpixel.com)

Dalam target finansial individu, hampir dua pertiga responden atau 62% memandang inflasi sebagai ancaman terbesar, diikuti dengan perlambatan perekonomian yang disebutkan 59 persen responden. Namun, sejalan dengan keyakinan responden akan pertumbuhan pendapatan tahun ini, hanya sepertiga atau 33 persen responden Indonesia yang memperkirakan penurunan pendapatan atau kehilangan pekerjaan sebagai penghambat terwujudnya target finansial.

Sementara itu, penurunan kondisi kesehatan dipandang sebagai hambatan tertinggi ketiga
terhadap pencapaian target finansial (35 persen), tetapi hanya sepertiga responden atau 34 persen yang menyatakan kekhawatiran tentang kenaikan biaya kesehatan, angka yang terendah di kawasan.

Untuk mewujudkan target finansialnya, 78 persen responden Indonesia menyebutkan dana tunai dan simpanan bank sebagai instrumen keuangan utama, 45% menyebutkan warisan keluarga, dan 42 persen menyebutkan skema jaminan pensiun pemerintah.

“Masyarakat Indonesia perlu meminimalkan risiko yang mereka hadapi akibat inflasi dengan memilih instrumen investasi yang tepat dan melindungi diri dengan asuransi. Dana tunai masih sangat diandalkan, namun hal ini membuat masyarakat berisiko terdampak inflasi yang dapat mengurangi nilai uang yang mereka miliki,” kata Ryan.

Survei menunjukkan, hampir tiga perempat responden atau 72% memiliki asuransi, instrumen yang amat penting bagi perencanaan pensiun yang efektif. Produk yang paling populer adalah asuransi rawat jalan (37 persen), jiwa (26 persen), dan kecelakaan (23 persen).

Sementara itu, 84 persen responden menyatakan berniat membeli produk asuransi dalam 12 bulan ke depan, meningkat dari 76 persen pada hasil survei sebelumnya tahun lalu. Produk yang paling diminati adalah asuransi rawat inap (27 persen) dan rawat jalan (31 persen).

3. Kekhawatiran utama terkait kesehatan

Survei Manulife: Perencanaan Pensiun Masih Belum Dianggap Penting ilustrasi agen asuransi (vecteezy.com/tapanakornkaow39714)

Di samping perencanaan finansial, responden Indonesia menyadari pentingnya kesehatan untuk masa pensiun yang berkualitas. Mereka pun secara aktif berupaya memperbaiki kesehatan dan kesejahteraannya, terutama dengan lebih banyak berolahraga (67 persen), mengatur pola makan (65 persen), lebih ketat memantau kesehatan (50 persen), dan menambah frekuensi pemeriksaan kesehatan (49 persen).

Risiko finansial akibat gangguan kesehatan akan terasa dalam bentuk biaya pengobatan. Hampir separuh responden atau 44 persen menyebutkan biaya inilah yang paling dicemaskan terkait pengelolaan kesehatan. Ada pula kekhawatiran lain, seperti kehilangan pendapatan atau pekerjaan karena sakit (34 persen) dan ketidakpastian terkait pihak yang merawat mereka jika terjadi sakit keras (17 persen).

“Merupakan hal yang baik bahwa Masyarakat Indonesia menyadari pentingnya asuransi dan nilai yang didapatkan dari perlindungan asuransi tersebut. Dalam hal biaya, biaya premi asuransi jauh lebih rendah dibandingkan biaya, misalnya, pengobatan penyakit kritis,” kata Ryan.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya