Shox Rumahan Rambah Bisnis Marketplace Kebutuhan Rumah di Indonesia

Bisnis e-commerce terus berkembang di tanah air

Bandung, IDN Times - Industri e-commerce di Indonesia terus menggeliat. Banyak investor melirik sektor marketplace (lokapasar) untuk menarik konsumen. Investasi di sektor e-commerce memang menjanjikan karena peluang ekonominya sangat besar.

Hal ini disadari betul oleh Ertan Sonat Yalcinkaya yang sudah teruji memiliki kekuatan mengelola bisnis marketplace di mancanegara. Jeli melihat peluang, Ertan Sonat Yalcinkaya mendirikan marketplace penyedia peralatan rumah tangga bernama Shox Rumahan.

Bekerja sama dengan Vyani Manao sebagai co-founder, pria yang akrab dipanggil Kaya itu merambah bisnis marketplace dengan menyasar pasar pengguna peralatan rumah tangga di pelosok Indonesia. Vyani adalah pendiri start-up Pakde.

Platform penyedia layanan pergudangan ini kemudian diakuisisi start-up pengembang platform agregator logistik bernama Shipper. Akuisisi Pakde berkontribusi pada pertumbuhan Shipper hingga 50 kali lipat.

“Banyak investor di sekitar saya antusias dengan bisnis e-commerce di Indonesia, setelah melihat sektor ini berkembang pesat dalam satu tahun terakhir. Gross Merchandise Value (GMV) naik hampir dua kali lipat, kenaikan valuasi unicorn menunjukkan adanya peluang bisnis yang menjanjikan di sektor ecommerce,” ungkap Founder Shox Rumahan, Ertan Sonat Yalcinkaya dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Rabu(21/7/2021).

Namun, Kaya menilai aktivitas e-commerce di Indonesia masih terbatas pada kota-kota besar. Dengan 10,56 juta penduduk, Jakarta kurang dari 5% populasi Indonesia tetapi berkontribusi sekitar 58% dari total pengguna perdagangan elektronik. Pemain e-commerce besar juga menyasar pengguna dari kawasan urban.

“Pasar ritel e-commerce China 6 kali lipat lebih besar daripada Indonesia dan penetrasi pasar di kota-kota tier-2 lebih didorong oleh social-commerce. Dalam 5-10 tahun mendatang kita akan melihat kemunculan unicorn dari Indonesia yang menyasar pasar kota-kota tier-2 untuk merujuk ke model social-commerce yang sama,” ujar dia.

1. Peluang besar berada di pelosok daerah

Shox Rumahan Rambah Bisnis Marketplace Kebutuhan Rumah di IndonesiaIlustrasi Belanja E-commerce (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih dari separuh penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan belum tersentuh layanan marketplace. Dalam kacamata Kaya, untuk menyasar pasar penduduk perlu ada model bisnis berbeda karena kebanyakan pembeli sulit dijangkau, tidak memiliki rekening bank dan tidak percaya solusi teknologi.

Pemain e-commerce tidak dapat menerapkan model bisnis B2C bagi pengguna di pelosok
meski pola tersebut sukses di tempat lain. Pria yang berpengalaman mengembangkan e-commerce di 30 negara itu juga melihat faktor kepraktisan membuat pemain besar tetap memprioritaskan eksistensi mereka di kota-kota tier-1 meski daya beli masyarakat perdesaan akan tumbuh hampir 50%.

Bagi pemain e-commerce, lebih mudah memanfaatkan dan meningkatkan jumlah infrastruktur yang telah mereka bangun. Artinya, akan ada banyak peluang bagi pelaku bisnis yang menyasar pasar rural.

Walau demikian, Kaya menilai ada teka-teki perdagangan elektronik di kawasan perdesaan yang harus diatasi. Sebab, tidak mudah menggarap pasar rural. “Jika semudah itu, sudah banyak pemain e-commerce yang melakukannya,” kata dia

Menurut Kaya, langkah pertama yang harus dilakukan ialah membaca dan memahami perilaku konsumen dan komunitas di perdesaan.

2. Diklaim social-commerce ini akan berbeda di Indonesia

Shox Rumahan Rambah Bisnis Marketplace Kebutuhan Rumah di Indonesiathidiweb.com

Perdagangan elektronik telah berevolusi dan mempunyai keterikatan kuat dengan rantai pasok e-commerce di Asia Tenggara, China tetap menjadi titik referensi untuk pemain e-commerce Indonesia. Berpengalaman mengelola e-commerce di China, Kaya melihat social-commerce seperti Pinduoduo dan Shihuituan menjadi kunci bagi pemain e-commerce untuk mengatasi kesenjangan dan melompat dari industri ritel tradisional.

“Saya optimistis social-commerce dapat menjadi jalan untuk mengaktifkan komunitas perdesaan di Indonesia dalam perdagangan elektronik. Itulah sebabnya tim saya mencoba memperkenalkan model operasi perdagangan sosial ke komunitas perdesaan,” ungkap Kaya.

Social-commerce juga akan berbeda di Indonesia. Alasan pertama ialah faktor geografis dan logistik. China merupakan daratan besar yang terpusat. Sementara Indonesia adalah negara kepulauan yang tersebar sehingga memicu tidak efisiennya rantai pasok dan berdampak pada tingginya biaya logistik.

Alasan kedua, infrastruktur. Walaupun berbagai usaha dalam e-commerce telah berinvestasi pada infrastruktur, Indonesia belum memiliki ekosistem teknologi terintegrasi seperti China. Sederhananya, Indonesia tidak mempunyai aplikasi super seperti WeChat. Banyak aplikasi social-commerce di China menyematkan beragam fitur pada platform WeChat. Ekosistem teknologi seperti ini tidak ditemui di Indonesia.

Meski China memiliki pondasi e-commerce yang kuat, Indonesia tidak dapat sepenuhnya mengadopsi bisnis model dari sana. “Perlu ada penyesuaian, terutama bagi perekonomian di pelosok Indonesia,” terang Kaya.

2. Menjadi persoalan di kawasan rural

Shox Rumahan Rambah Bisnis Marketplace Kebutuhan Rumah di IndonesiaIlustrasi desa (IDN Times/Lia Hutasoit)

Solusi digital payment dan digital banking telah umum digunakan di kota-kota besar Indonesia, tetapi di kawasan rural masyarakat kebanyakan masih melakukan transaksi tunai. Sekitar 60% populasi di perdesaan, atau 130 juta penduduk, tidak mempunyai rekening bank sendiri dan transaksi jual-beli secara kredit juga dilakukan secara tunai.

Para pemain e-commerce besar di Indonesia memang menyediakan fasilitas kredit, tetapi masyarakat di perdesaan cenderung menganggap proses pengajuan aplikasinya rumit dan terlalu banyak pertanyaan yang diajukan.

Sementara mereka tidak mengetahui jawabannya. Persoalan lain ialah harga. Karena kawasan perdesaan sulit diakses, biaya logistik dan pengiriman menjadi tinggi hingga mendongkrak harga produk.

Di provinsi-provinsi paling timur Indonesia, harga produk dapat mencapai dua kali lipat dari kota-kota level 1. Penerapan model pengiriman di pelosok jelas tidak dapat disamakan dengan di kota besar karena harga produk menjadi tidak ekonomis, bahkan bagi platform besar pemenang persaingan.

4. Social Commerce adalah bisnis kepercayaan

Shox Rumahan Rambah Bisnis Marketplace Kebutuhan Rumah di IndonesiaIlustrasi belanja (IDN Times/Arief Rahmat)

Orang sering mengatakan social-commerce masuk akal karena berbelanja adalah pengalaman sosial. Idenya ialah pengguna berbagi dan terhubung dengan teman, keluarga dan kenalan tentang produk yang dibeli. Social-commerce secara sederhana mengimplementasikan ide tersebut.

Namun, itu bukanlah gambaran lengkap perekonomian di pelosok Indonesia. Walaupun berbelanja merupakan pengalaman sosial, Shox Rumahan percaya social-commerce adalah bisnis kepercayaan.

Bersama para ketua komunitas di pelosok, seluruh tim Shox Rumahan memiliki tanggung jawab menjaga kepercayaan pengguna. Di dalam komunitas perdesaan, anggota tidak mau mempercayai solusi berbasis teknologi. Mereka lebih percaya kepada tetangga, termasuk saat berbelanja daring. Sekali saja transaksi jual-beli tidak memenuhi ekspektasi anggota, ketua juga kehilangan kepercayaan dan juga rasa hormat dari komunitas mereka.

Dibandingkan grup komunitas pembeli lain, risiko menurunnya kepercayaan di kawasan rural lebih tinggi, baik bagi pembeli maupun penjual. Penjual harus menanam kepercayaan pembeli. Jika gagal, mereka bukan hanya kehilangan satu pembeli, tetapi juga seluruh anggota komunitas. Penawaran harga ekonomis memang penting, tetapi kepuasa pengguna jauh lebih penting.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya