Kuningan Tak Sesederhana yang Kamu Pikir, Ini Buktinya

- Lereng Gunung Ciremai masih aktif, tanah vulkanik subur, dan ritual adat dihormati
- Kabupaten Kuningan memiliki ribuan mata air alami yang tidak pernah kering, mendukung wisata lokal
- Situs Cipari menunjukkan jejak manusia prasejarah, Desa Cibuntu juara dunia pariwisata 2021, dan Kuningan menjadi titik tengah Pulau Jawa
Kuningan, IDN Times - Kabupaten Kuningan di Jawa Barat selama ini dikenal dengan udara sejuk dan panorama Gunung Ciremai. Namun di balik ketenangan itu, tersembunyi berlapis-lapis kisah dan fakta yang jarang diungkap publik.
Dari situs prasejarah hingga desa wisata kelas dunia, Kuningan ternyata memiliki daya tarik yang tak sekadar wisata alam.
1. Lereng Gunung Ciremai yang masih aktif

Sebagian besar wilayah Kuningan berdiri di kaki Gunung Ciremai, gunung berapi aktif tertinggi di Jawa Barat dengan ketinggian 3.078 mdpl.
Aktivitas vulkanik yang masih terekam dari kawahnya tidak membuat penduduk gentar. Justru, tanah vulkanik yang subur menjadi sumber utama kesejahteraan petani di wilayah itu.
Di kaki Ciremai, sayur-mayur tumbuh sepanjang tahun tanpa perlu sistem irigasi rumit. Tanahnya menyimpan kelembapan alami dari kabut pagi yang nyaris tak pernah absen.
Masyarakat percaya, kesuburan tanah itu adalah “berkah Ciremai”, istilah lokal untuk menggambarkan anugerah dari alam yang hidup berdampingan dengan risiko letusan.
Gunung ini juga menjadi acuan budaya. Banyak ritual adat dilakukan dengan menghadap ke arah puncak, seperti ngabungbang dan sedekah bumi, tradisi yang diyakini menjaga keseimbangan alam.
Meski modernisasi merambah, nilai-nilai penghormatan terhadap gunung tetap dijaga turun-temurun.
2. Kabupaten seribu mata air

Julukan “Kabupaten Seribu Mata Air” bukan sekadar slogan wisata. Di hampir setiap kecamatan terdapat sumber air alami yang masih aktif, dari Cibulan, Cipaniis, hingga Palutungan.
Airnya bening dan dipercaya tidak pernah kering bahkan di musim kemarau panjang.
Kondisi geografis di lereng gunung menjadikan air bawah tanah melimpah. Banyak desa menggantungkan pasokan air minum langsung dari sumber alam, tanpa pengolahan pabrik.
Ini menjadikan Kuningan termasuk daerah dengan tingkat kemandirian air tertinggi di Jawa Barat.
Keberadaan mata air itu juga menghidupkan industri wisata lokal. Kolam pemandian Cibulan misalnya, dikenal dengan ikan dewa yang jinak dan dianggap sakral oleh masyarakat setempat.
Selain menarik wisatawan, lokasi-lokasi ini berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem air tanah.
3. Situs Cipari, jejak manusia prasejarah

Di Kecamatan Cigugur, berdiri Situs Purbakala Cipari, peninggalan zaman Neolitikum yang berusia lebih dari 5.000 tahun. Di sana ditemukan menhir, dolmen, dan peti kubur batu yang menunjukkan bahwa Kuningan pernah menjadi pusat peradaban awal di Jawa Barat.
Situs ini menjadi salah satu bukti penting bahwa wilayah Kuningan sudah dihuni jauh sebelum munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara.
Para arkeolog menemukan pola pemukiman yang menunjukkan masyarakat sudah mengenal sistem pertanian sederhana dan ritual keagamaan.
Kini, situs tersebut dikembangkan sebagai lokasi edukasi sejarah. Sekolah-sekolah dari berbagai daerah datang untuk belajar tentang kehidupan manusia prasejarah.
Ironisnya, belum banyak masyarakat Indonesia yang tahu bahwa jejak awal peradaban di Jawa Barat justru lahir dari Kuningan.
4. Desa Cibuntu, juara dunia pariwisata

Desa Cibuntu di Kecamatan Pasawahan menjadi kebanggaan Kuningan setelah dinobatkan sebagai World’s Best Tourism Village 2021 oleh UNWTO. Desa ini dinilai sukses menjaga keseimbangan antara ekonomi, budaya, dan lingkungan.
Penduduk setempat tidak hanya menjual pemandangan alam, tetapi juga pengalaman hidup desa yang autentik. Wisatawan diajak menanam padi, mengelola kopi, hingga belajar menenun.
Pendekatan ini menciptakan ekosistem wisata yang tidak merusak alam dan memberi manfaat langsung bagi warga.
Cibuntu adalah contoh konkret desa tidak harus meninggalkan tradisi demi modernitas. Dengan model pengelolaan berbasis komunitas, setiap rupiah dari wisata kembali ke tangan masyarakat.
Desa ini kini menjadi laboratorium hidup bagi banyak daerah yang ingin meniru konsep pariwisata berkelanjutan.
5. Titik tengah pulau Jawa ada di Kuningan

Fakta paling mengejutkan: titik tengah Pulau Jawa ternyata bukan di Yogyakarta atau Purwokerto, melainkan di Desa Sukamukti, Kecamatan Jalaksana, Kuningan. Temuan ini berasal dari kajian geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB).
Penemuan ini mengubah cara pandang terhadap posisi strategis Kuningan di peta Pulau Jawa. Secara simbolis, Kuningan menjadi “jantung Jawa” — wilayah yang menyatukan sisi barat dan timur.
Kini pemerintah daerah sedang menyiapkan kawasan tersebut sebagai wisata edukatif berbasis geospasial.
Titik ini bukan hanya penanda geografis, tetapi juga representasi filosofis Kuningan berada di “tengah” antara tradisi dan kemajuan. Sebuah posisi unik yang menjelaskan mengapa daerah ini mampu berkembang tanpa kehilangan identitas.


















