Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Standar Dapur Rendah, Kabupaten Cirebon Belum Siap Jalankan MBG

20251201_112735.jpg
Paparan BGN pada pertemuan kunjungan kerja spesifik Komisi 9 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Kantor Bupati Cirebon, Kabupaten Cirebon, Senin (1/12/2025)
Intinya sih...
  • Sertifikasi dapur masih banyak yang berproses
    • 89 dapur memiliki SLHS, 46 dalam proses pemenuhan
    • 64 dapur sudah sertifikasi Chef, 30 belum
    • Hanya satu dapur memiliki sertifikasi HACCP
    • Pengawasan kualitas makanan belum didukung kerja sama BPOM
      • Pengawasan komprehensif dari bahan baku hingga distribusi
      • Kerja sama dengan BPOM Bandung belum terlaksana
      • Aspek pengawasan mutu pangan belum sekuat daerah lainnya
      • Diperlukan akselerasi
        • <
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Cirebon, IDN Times - Jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat masih jauh dari kebutuhan ideal untuk mendukung pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Badan Gizi Nasional (BGN) menilai keterbatasan fasilitas dan sertifikasi dapur menjadi salah satu kendala dalam percepatan program di daerah.

Dalam paparan BGN pada pertemuan kunjungan kerja spesifik Komisi 9 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Kantor Bupati Cirebon, Kabupaten Cirebon, Senin (1/12/2025) kebutuhan total SPPG di wilayah ini mencapai 213 unit.

Namun baru 135 unit yang telah memiliki surat keputusan SPPG. Dari jumlah tersebut, hanya 93 SPPG yang dinyatakan sudah operasional, sementara 42 lainnya masih berada dalam tahap persiapan operasional.

Perwakilan BGN menjelaskan keterbatasan ini berpotensi menghambat pemenuhan suplai makanan bergizi harian bagi siswa, terutama karena standar keamanan pangan dan kelayakan dapur belum sepenuhnya terpenuhi.

"Kesiapan SPPG menjadi fondasi utama keberhasilan MBG. Jika kualitas dapur dan sertifikasi belum lengkap, maka distribusi makanan pun tidak bisa berjalan optimal,” ujar Kepala Biro Umum dan Keuangan Badan Gizi Nasional, Lili Khamiliyah.

1. Sertifikasi dapur masih banyak yang berproses

IMG-20250612-WA0106.jpg
Siswa sekolah di Dolok Sanggul saat menikmati MBG perdana di Humbang Hasundutan, Rabu (11/6/2025) (dok.istimewa)

Dalam evaluasi BGN, terdapat tiga aspek penting yang menjadi perhatian: sertifikat laik hygiene sanitasi (SLHS), sertifikat chef, serta hazard analysis critical control point (HACCP).

Dari keseluruhan dapur yang terdata, sebanyak 89 dapur sudah memiliki SLHS, sementara 46 lainnya masih dalam proses pemenuhan. Sebanyak 64 dapur telah mengantongi sertifikat Chef, sedangkan 30 dapur belum tersertifikasi.

Adapun sertifikasi HACCP baru dimiliki oleh satu dapur, sementara 33 dapur lainnya masih berproses menuju standar tersebut. Menurut BGN, kondisi ini menunjukkan masih besarnya pekerjaan rumah untuk memastikan seluruh dapur memenuhi standar keamanan pangan.

“Sertifikasi chef dan standar higienitas dapur adalah syarat penting agar makanan yang diberikan kepada siswa benar-benar aman dan bergizi,” ujarnya.

2. Pengawasan kualitas makanan belum didukung kerja sama BPOM

SPPG Tambolaka ini kita memanfaatkan petani lokal, peternak, dan pengusaha-pengusaha lokal yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya untuk program MBG. (Dok. Tim Komunikasi Prabowo)
SPPG Tambolaka ini kita memanfaatkan petani lokal, peternak, dan pengusaha-pengusaha lokal yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya untuk program MBG. (Dok. Tim Komunikasi Prabowo)

Dalam proses pemantauan kualitas makanan MBG, BGN menjelaskan bahwa pengawasan dilakukan secara komprehensif mulai dari penerimaan bahan baku, pengolahan, pemorsian, hingga distribusi.

Setiap SPPG diwajibkan memiliki hasil uji laboratorium air yang digunakan untuk memasak, dan uji tersebut harus berasal dari laboratorium kesehatan daerah setempat. Untuk makanan yang siap distribusi, pengawas produksi juga diwajibkan melakukan pengecekan suhu matang untuk memastikan keamanan pangan sebelum didistribusikan ke sekolah.

Selain itu, uji organoleptik dilakukan secara berkala di SPPG, dan terdapat arahan terbaru agar guru penerima paket MBG di sekolah juga turut melakukan uji sensori sebelum makanan diberikan kepada siswa.

Namun, BGN menyoroti satu kendala penting: kerja sama dengan BPOM Bandung untuk pemantauan kualitas pangan masih belum terlaksana di SPPG Kabupaten Cirebon. Kondisi ini menjadikan aspek pengawasan mutu pangan belum sekuat daerah lainnya.

“Kami berharap kerja sama dengan BPOM segera berjalan, karena standar keamanan pangan akan semakin kuat ketika pengawasan lintas lembaga dapat dilakukan secara rutin,” tegas Lili.

3. Diperlukan akselerasi

MBG di SDN Jati 05 Pagi Pulogadung, Jakarta (Sumber: https://www.presidenri.go.id) (Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr)
MBG di SDN Jati 05 Pagi Pulogadung, Jakarta (Sumber: https://www.presidenri.go.id) (Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr)

Dengan masih terbatasnya jumlah SPPG operasional dan belum lengkapnya sertifikasi dapur, BGN menilai Pemerintah Kabupaten Cirebon perlu melakukan percepatan, baik dalam peningkatan infrastruktur dapur, sertifikasi tenaga, maupun kolaborasi dengan lembaga pengawasan.

Selain itu, BGN menekankan bahwa keberhasilan MBG bukan hanya soal ketersediaan anggaran, tetapi kesiapan teknis di lapangan. “Jika SPPG tidak siap, maka output gizi untuk siswa akan ikut terhambat,” kata pejabat BGN.

BGN berharap seluruh pihak dapat mempercepat pemenuhan standar agar layanan MBG di Kabupaten Cirebon dapat berjalan optimal dan aman bagi seluruh penerima manfaat.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us

Latest News Jawa Barat

See More

LPS Perkuat Sistem Penjaminan Polis, Dorong Pertumbuhan Asuransi Mikro

01 Des 2025, 12:39 WIBNews