Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pasien Cuci Darah Anak di Jabar Capai 125 Orang Sepanjang 2023

ilustrasi ginjal (unsplash.com/robina-weermeijer)

Bandung, IDN Times - Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat mencatat, pasien cuci darah atau hemodialisis kepada anak di 27 kabupaten dan kota mencapai 125 orang sepanjang 2023. Penyebab anak harus menjalani hemodialisis disebabkan oleh kerusakan ginjal 

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinkes Jawa Barat, Rochady Hendra Setya Wibawa mengatakan, angka pasien anak menjalani cuci darah dari Januari- Juli 2024 juga sudah menyentuh 77 kasus.

"Kasus anak yang perlu di hemodialisis di Jawa Barat tahun 2023 sekitar 125 anak, dan 2024 sampai Juli ini tercatat 77 anak," ujar Rochady saat dikonfirmasi, Kamis (1/8/2024).

1. Data berdasarkan kasus di 27 kabupaten dan kota

ilustrasi ginjal manusia (unsplash.com/julien Tromeur)

Penanganan pasien anak yang menjalani cuci darah dilakukan di bebeberapa rumah sakit rujukan, seperti di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) yang menyatakan ada 10-20 kasus anak cuci darah per bulannya. Hanya saja, Rochady memastikan, data yang dimilikinya berdasarkan pasien dari kabupaten dan kota.

Selain itu, beberapa rumah sakit di kabupaten dan kota di Jawa Barat tidak semua mampu melayani perawatan cuci darah.

"Jadi secara kumulatif dari beberapa kabupaten kota itu dilaporkan bahwa jumlah jiwa untuk anak-anak usia 0 sampai 15 tahun yang memerlukan pengobatan hemodialisis itu tahun 2023 itu ada 125 kasus. Kemudian untuk tahun 2024 sampai bulan Juli ini tercatat 77 kasus," katanya.

Lebih lanjut, Rochady menjelaskan, hemodialisis ini merupakan suatu tindakan terapi yang umumnya dilakukan oleh pengidap masalah gagal ginjal baik itu akut hingga kronis. Dengan kondisi itu, pengidap akhirnya diberikan penanganan cuci darah.

"Jadi memang dia memang akut itu misalnya perlu kayak hemodialisis tapi ada gagal ginjal yang memang sudah bertahun-tahun, dia harus diterapi ya itu yang gagal ginjal akut, dulu pernah kita heboh gara-gara minum obat Paracetamol," katanya.

2. Gagal ginjal disebabkan oleh banyak faktor

Ilustrasi terapi cuci darah (Vecteezy/April Kasa)

Menurut Rochady, efek samping dari obat tertentu bisa berdampak kerusakan pada organ ginjal. Selain itu, bisa terjadi karena adanya gangguan di aliran darah ke ginjal. Misalnya pada anak-anak yang terjadi pendarahan hebat, karena infeksi atau karena diare dengan dehidrasi berat.

"Dehidrasi berat membuat cairan tidak bisa masuk ke ginjal dan akhirnya ginjalnya mengalami kerusakan atau mungkin juga yang kronik, bisa disebabkan oleh penyumbatan di saluran kemih yang disebabkan oleh tumor. Jadi ada kanker di saluran kemihnya atau ada batu ginjal," tuturnya.

Soal konsumsi minuman dan makanan kemasan oleh anak, Rochady menjelaskan, hal itu memang dapat memicu timbulnya gagal ginjal. Namun, berangkatnya dari diabetes melitus.

"Efek samping dari penyakit gula pada anak atau diabetes melitus pada anak ini ujung-ujungnya akan ada kerusakan ginjal. Nah nanti kerusakan ginjal ini yang akhirnya anak itu perlu Hemodialisis atau tidak," katanya.

Dengan begitu, Dinkes Jawa Barat mendorong agar masyarakat menghilangkan anggapan jika gemuk itu merupakan tanda anak sehat. Selain itu masyarakat diminta rajin dalam mengontrol kesehatan anak.

"Jangan menganggap bahwa gemuk itu sehat, obesitas itu akan menyebabkan kecenderungan gangguan buang air besar. Kemudian lebih baik kita tahu status penyakitnya sekarang daripada berobat, ditakutkan nantinya penanganannya terlambat," kata dia.

3. Bey desak Kemenkes segera beri label GLG makanan dan minuman kemasan

ilustrasi sakit ginjal (freepik.com/ freepik)

Sementara Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin mendesak agar Kementerian Kesehatan segera menerapkan label pada makanan dan minuman kemasan.

Menurutnya, langkah ini dilakukan sebagai mitigasi atau mencegah lonjakan kasus cuci darah anak ke depannya. Apalagi, penerapan label tertuang dalam Peraturan Pemerintah soal kesehatan dan sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

"Saya berharap Kemenkes segera menerapkan penandaan pada makanan dan minuman kemasan terkait kandungan gula, garam, dan lemak (GLG), seperti obat berbahaya itu tandanya merah, yang aman tandanya hijau, supaya memberikan kepastian pada masyarakat terutama menyikapi tingginya kasus anak cuci darah," ujar Bey, dikutip Kamis (1/8/2024).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
Azzis Zulkhairil
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us