Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Metode Peuyeumisasi Pemkot Bandung Berbenturan Dengan Perda

IDN Times/Debbie Sutrisno
IDN Times/Debbie Sutrisno

Bandung, IDN Times - Metode Peuyeumisasi yang tengah digarap Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dianggap bertentangan dengan Gerakan Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan Sampah). Hal ini disampaikan Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Dadan Ramdan.

Menurutnya, jika metode peuyeumisasi berjalan di berbagai tempat pembuangan sampah (TPS), maka masyarakat justru diajak tidak memilah sampah antara yang organik dan non-organik. Sebab metode tersebut mencampurkan semua sampah untuk kemudian dijadikan bahan bakar padat.

1. Perda mengharuskan ada penanganan sampah secara terpilah

IDN Times/Yogi Pasha
IDN Times/Yogi Pasha

Dadan menuturkan, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung tahun 2018 menyebutkan masyarakat berhak memperoleh pelayanan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Melalui metode Peunyeumisasi, Walhi Jabar menilai acara itu tidak selaras dengan perda yang sudah ada.

Adapun kebijakan pengelolaan sampah dalam Perda No 9 Tahun 2018 Pasal 8 huruf a mengamanatkan pengelolaan sampah berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Menurut Dadan, dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c dan Pasal 24 ayat (1), pemilahan sampah wajib dilakukan di sumber timbunan sampah. Hal ini diperkuat pada Pasal 24 ayat (6) dan (7) yang mengatur tentang sanksi untuk setiap orang dan pengelola kawasan dan fasilitas yang tidak melakukan pemilahan di sumber.

"Peraturan ini sangat lah penting untuk menjamin penanganan sampah dilakukan dengan cara yang berwawasan lingkungan," ujar Dadan dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (21/3).

2. Pengutamaan pengolahan sampah seharusnya didaur ulang

Ilustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
Ilustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Dalam metode Peuyeumisasi, lanjut Dadan, terdapat cara pembakaran untuk membuat sampah menjadi bahan bakar padat. Namun pembakaran sebenarnya bukan lah proses daur ulang. Terlebih daur ulang sejatinya merupakan kegiatan pemanfaatan sampah hasil pengolahan menjadi produk yang seharusnya dapat di daur ulang kembali.

Menurut Dadan, dalam Undang-undang nomor 18 Tahun 2008 Pasal 4 mengamanatkan tentang tujuan pengelolaan sampah sebagai berikut:

“Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya”

Implikasi dari amanat “menjadikan sampah menjadi sumber daya” adalah sampah tidak boleh diolah menjadi material yang tidak dapat menjadi sumber daya. Penanganan sampah terpilah merupakan prasyarat utama agar sampah dapat dikelola menjadi sumber daya, melalui pengolahan material yang sudah terpilah di sumber timbulan sampah. Dengan demikian, material dapat didaur ulang secara aman.

3. Kriteria teknologi pengelolaan sampah harus berwawasan lingkungan

pt.pngtree.com
pt.pngtree.com

Dadan menjelaskan, berdasarkan Pasal 40 ayat (1), dalam Perda Kota Bandung Nomor 9 tahun 2018, menetapkan kriteria teknologi pengelolaan yang berwawasan lingkungan, yakni

a. Tidak mencemari lingkungan

Teknologi Peuyeumisasi yang mengolah sampah tercampur akan meningkatkan potensi kontaminasi silang dari material daur ulang (seperti: plastik) dan sampah yang mengandung B3 maupun limbah B3 ke material organik. Sebagai catatan, plastik mengandung berbagai jenis logam berat yang bersifat persisten dan akumulatif di lingkungan maupun tubuh manusia.

Akibatnya hasil pengolahan dari teknologi ini (briket, etanol, dan produk samping lainnya) akan mengandung berbagai bahan berbahaya dan beracun. Dengan demikian, berlangsungnya proses pengolahan sampah tercampur berpotensi melepaskan racun-racun tersebut ke lingkungan dan pada akhirnya terakumulasi dalam tubuh manusia. Hal yang sama terjadi pula saat hasil pengolahan Peuyeumisasi ini dibakar.

b. Mendorong penghematan konsumsi sumber daya alam

Pembakaran sampah (terlebih lagi yang tidak terpilah) mengakibatkan terputusnya siklus sumber daya yang seharusnya dicapai melalui proses daur ulang material. Saat material dibakar, energi merupakan produk samping dan abu merupakan produk utama dari proses pembakaran tersebut. Abu hasil pembakaran pun bersifat berbahaya dan beracun mengingat bahan bakar yang digunakan berasal dari sampah tercampur. Apabila proses pembakaran dilakukan tanpa upaya pengendalian pencemaran lingkungan yang tinggi, potensi terbentuknya racun baru dalam proses pembakaran seperti dioksin dan furan tidaklah terelakan.

Pada akhirnya pembakaran sampah adalah pemborosan sumber daya alam yang diperburuk dengan meningkatnya potensi terbentuknya racun dalam proses tersebut. Adapun sampah organik merupakan sumber nutrisi bagi tanah yang seharusnya diolah dan didaur ulang sebagai kompos, bukan dibakar menjadi abu yang beracun. Hal ini berakibat pada kondisi tanah-tanah pertanian dan perkebunan yang semakin kekurangan material organik dan nutrisi dari sampah organik.

c. Mengurangi emisi gas rumah kaca

Pembakaran sampah (material) hanya akan meningkatkan emisi gas rumah kaca sepanjang sistem produksi dan konsumsi material. Material yang seharusnya didaur ulang dikonversi menjadi karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya. Hal ini memperparah kondisi, karena proses ekstraksi, produksi, dan konsumsi menjadi semakin meningkat yang pada akhirnya akan berkontribusi pada dihasilkannya gas rumah kaca.

d. Mengurangi konsumsi energi

Pembakaran sampah tidaklah menghasilkan sumber energi baru, namun dari segi neraca energi pembakaran sampah justru memerlukan sejumlah energi. Dengan kata lain malah menghasilkan defisit energi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us

Latest News Jawa Barat

See More

5 Laptop Gaming Murah Cocok untuk Dipakai Kuliah pada 2025

21 Sep 2025, 16:00 WIBNews