Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kronologi Pembatalan Teater 'Wawancara dengan Mulyono' di ISBI

Ilustrasi seseorang memakai topeng teater (freepik.com/freepik)

Bandung, IDN Times - Kampus Institut Seni Budaya Indonesia Bandung (ISBI) membeberkan kronologi pembatalan pementasan teater bertajuk 'Wawancara dengan Mulyono' oleh Teater Payung Hitam yang seharusnya digelar Sabtu (15/2/2025) malam.

Pembatalan dilakukan dengan cara menggembok studio teater yang juga tempat pementasan. Pertunjukan ini disutradarai oleh seniman Rachman Subur, pensiun dosen ISBI.

Rektor ISBI Bandung Retno Dwimarwati mengatakan, ada beberapa dasar yang membuat pihak kampus harus menggembok gelaran ini. Salah satunya soal izin kegiatan yang hanya disampaikan dengan secara lisan.

"Ketika Pak Rahman Sabur meminta izin secara lisan pada Ketua Jurusan (Fathul A.Husein) untuk kegiatan pertunjukan tersebut, Pak Fathul menolak dan Pak Rahman merespon dengan nada tidak puas," ujar Retno dilansir melalui keterangan resmi, Senin (17/2/2025).

1. Surat izin tidak direspons oleh kampus

Seorang wanita bergaun hitam sedang duduk di dalam teater (unsplash.com/@isthatbrock)

Kemudian, ada surat kerja sama peminjaman studio teater tertanggal 9 Januari 2025 yang ditujukan pada Kepala Studio Teater, Irwan Jamal, meskipun secara struktural tidak ada posisi kepala studio tersebut. Hanya saja, surat itu tidak direspons.

"Surat tersebut tidak ditanggapi dan direspons, karena tidak ada kapasitas Irwan Jamal untuk menjawab dan sudah ditolak oleh ketua jurusan sebagai atasannya," ucapnya. 

2. ISBI menilai pementasan ini mengandung SARA

(Istimewa/IDN Times)

Selanjutnya, telah dilakukan obrolan secara informal pada 24 Januari 2025, ketika informasi tentang pertunjukan tersebut tersebar di beberapa media sosial, WhatsApp grup, hingga status WA. 

Saat itu, obrolan dilakukan oleh Kepala Biro dengan Irwan Guntari, Ketua IA ISBI Bandung, juga Moch Wail dan Tony Supartono sebagai pemeran. 

Adapun hasil dari pembicaraannya yaitu untuk memindahkan lokasi pertunjukan karena sebagai institusi Perguruan Tinggi, ISBI Bandung harus netral dari kepentingan politik dan kegiatan yang berbasis SARA. 

"Bahkan, pihak kampus telah mengingatkan Pak Tony sebagai ASN dan Moh Wail tentang larangan melakukan kegiatan yang secara terang-terangan menyerang pada golongan tertentu, serta kegiatan berbasis SARA apalagi di lingkungan kampus," kata Retno. 

3. Poster diturunkan karena ada muka Jokowi

Ilustrasi kisah Sawerigadeng dan We Tenri Abeng dalam drama teater "I La Galigo" oleh Bakti Budaya Djarum Foundation dan Yayasan Bali Purnati yang berlangsung di Jakarta pada 2019. (Dok. Istimewa)

Meski sudah ada imbauan tersebut, sang sutradara tetap melakukan latihan dan menguasai studio, serta mempublikasikan poster kegiatan lewat media sosial tertanggal 25 Januari 2025, dengan gambar mantan Presiden Indonesia, Joko "Jokowi" Widodo.

"Kami berusaha kembali mengingatkan tentang bahaya pertunjukan yang mengandung unsur insinuasi terhadap mantan presiden dan akhirnya poster diubah menjadi gambar Tony Broer, seperti yang terlihat hingga hari ini," ujar Retno.

Manajemen kampus kemudian melakukan konfirmasi secara formal tertanggal 30 Januari 2025 pada Tony Supartono dan Moh. Wail, dan berikutnya dengan melakukan dialog dengan Irwan Jamal, untuk menyampaikan keberatan tersebut.

"Kami sejak awal sudah melakukan pertemuan sebanyak dua kali, tapi tidak diindahkan dan Pak Rahman tetap berlatih di studio teater," ucapnya. 

Ketika pemasangan baligo dilakukan oleh Kelompok Teater Payung Hitam, menurut Retno, hal ini memperlihatkan bahwa telah terjadi unsur kesengajaan untuk membahayakan lembaga, sehingga diturunkan.

"Penggembokan studio teater dilakukan karena sampai hari terakhir tanggal 14 Januari 2025, latihan tetap dilakukan. Sejak awal dilakukan mediasi pun sudah tidak diizinkan, dengan alasan-alasan yang sudah diinformasikan sebelumnya," kata dia. 

4. Seniman mempertanyakan larangan pementasan ini

Ilustrasi pementasan drama teater "I La Galigo" oleh Bakti Budaya Djarum Foundation dan Yayasan Bali Purnati yang berlangsung di Jakarta pada 2019. (Dok. Istimewa)

Sang kreator sekaligus sutradara pementasan Rachman Subur menjelaskan, mulanya teater 'Wawancara dengan Mulyono' itu diselenggarakan untuk merayakan 43 tahun perjalanan kreatifnya. Hanya saja, saat akan mempersiapkan penyelenggaraan, pintu lokasi acara tiba-tiba tergembok manajemen kampus.

"Seharusnya pertunjukan dilaksanakan Sabtu 15 Februari 2025 pukul 19.00 WIB, di ISBI Buah Batu Bandung, ternyata pintu tempat pertunjukan sudah digembok oleh pihak rektorat ISBI Bandung, alias dilarang dipentaskan alias dipasung karya teater tersebut," kata Rachman dalam keterangannya, Senin (17/2/2025).

Baliho terkait penyelenggaraan teater 'Wawancara dengan Mulyono' dan peluncuran buku monolog, menurut dia sudah dua kali diturunkan oleh manajemen ISBI. Ia pun menganggap hal itu sebagai larangan untuk menggelar teater.

"Bagi saya penurunan baliho adalah pelarangan. Saya sudah minta pimpinan ISBI menerbitkan surat larangan bagi pertunjukan 'Wawancara dengan Mulyono' dan peluncuran buku 'Teks-Teks Monolog' saya," ujarnya.

Lebih lanjut, permintaan terkait surat larangan itu tak kunjung diterima oleh Rachman. Padahal dengan surat itu, Rachman mengaku akan menerima jika pementasan teaternya batal digelar.

"Dengan adanya surat larangan agar menjadi terang dan jelas masalahnya. Sampai hari ini surat larangan itu tidak ada. Sungguh memprihatinkan keberadaan kampus almamater saya ini," ucap pensiunan dosen ISBI ini.

"Bahkan sampai waktunya pertunjukkan, pintu tempat pertunjukan sudah digembok oleh rektorat ISBI Bandung, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu," tuturnya.

Akibat lokasi acara yang digembok, menurutnya puluhan penonton merasa kecewa. Namun Rachman pada akhirnya tetap meluncurkan buku monolog di malam tersebut.

Rachman juga mempertanyakan sikap ISBI yang dianggapnya telah membunuh karya seniman. Sementara, aparat keamanan tidak mempermasalahkan penyelenggaraan pementasan teater tersebut.

"Padahal pihak keamanan (polisi) dalam mengurus perizinan tidak ada masalah, tidak ada pelarangan oleh pemerintah. Ini hanya tindakan rektorat ISBI yang pengecut dan penakut sehingga membungkam bahkan membunuh karya kreatif seni dari para seniman yang dilahirkan oleh ISBI itu sendiri," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Azzis Zulkhairil
EditorAzzis Zulkhairil
Follow Us