Fakta-fakta Raya Bocah Asal Sukabumi Meninggal Dipenuhi Cacing

- Raya meninggal karena tubuhnya dipenuhi cacing gelang
- Rumah sakit sebut Raya terlambat ditangani dan jumlah cacing tidak bisa terhitung
- Dinsos Sukabumi akui kurang maksimal dalam melakukan pendataan, Dedi Mulyadi tegur Bupati Sukabumi
Bandung, IDN Times - Bocah asal Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, bernama Raya meninggal dalam kondisi tubuhnya dipenuhi oleh cacing gelang. Dia dinyatakan meninggal akibat tidak dapat penangan dari rumah sakit karena tidak memiliki identitas.
Kasus ini bermula pada 13 Juli 2025, Raya saat itu dievakuasi oleh lembaga Filantropi Rumah Teduh ke salah satu rumah sakit. Namun harapan untuk sembuh terhambat karena persoalan administrasi, dimana Raya yang tidak memiliki identitas untuk BPJS membuat rumah sakit mengharuskan membuat syarat tersebut.
Hanya saja, pembuatan identitas ini tidak kunjung selesai, dan perawatan berubah menjadi beban biaya mandiri. Dalam sembilan hari, tagihan rumah sakit membengkak hingga puluhan juta rupiah. Hingga akhirnya pada 22 Juli 2025, Raya menyerah dalam kondisi ringkih.
Kasus ini kemudian menjadi sorotan publik, berikut fakta-fakta mengenai kondisi kematian Raya yang meninggal dalam kondisi tubuh dipenuhi cacing:
1. Raya sebelumnya mengalami sakit paru

Raya merupakan anak kedua dari pasangan Rizaludin alias Udin (32 tahun) dan Endah (38 tahun). Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi mengatakan, orangtua Raya mengalami gangguan mental sehingga pola asuh terhadap anak-anak mereka kurang terkontrol.
"Awalnya Raya itu sering main di kolong rumah karena rumah panggung. Dari kecil juga terlambat berjalan. Pernah dibawa ke klinik, ternyata ada penyakit paru. Tapi karena tak punya data kependudukan, sulit diurus BPJS," kata Wardi, Selasa (19/8/2025).
Pihak desa dikatakannya, sudah berupaya membantu keluarga ini, termasuk melalui program gizi tambahan (PMT) dan renovasi rumah. Namun keterbatasan orangtua membuat pemantauan kesehatan Raya tidak berkelanjutan.
Wardi mengakui bahwa keluarga Raya masuk kategori tidak mampu. Bahkan rumah mereka sempat hancur sebelum akhirnya diperbaiki dengan bantuan desa dan warga sekitar. Namun keterbatasan mental kedua orangtua membuat kondisi Raya semakin sulit dipantau.
"Almarhumah ini anak kedua, baru tiga tahun. Kakaknya sebentar lagi masuk sekolah dasar. Yang lebih saya khawatir, bahkan saat penguburan pun ayahnya sempat kabur karena takut banyak orang," tuturnya.
2. Rumah sakit sebut Raya terlambat ditangani

Raya sempat dilarikan ke IGD RSUD R Syamsudin pada 13 Juli 2025 sekitar pukul 20.00 WIB. Saat tiba, kondisinya sudah tidak sadarkan diri sejak sehari sebelumnya. Ketua Tim Penanganan Keluhan RSUD Syamsudin Irfanugraha Triputra mengatakan, kondisi awal Raya menunjukkan tanda syok hipovolemik atau kekurangan cairan berat.
"Syoknya langsung ditangani, tapi penyebab penurunan kesadarannya belum diketahui saat itu," jelas Irfanugraha, Rabu (20/8/2025).
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, keluarga menyebut orang tua Raya tengah menjalani pengobatan TB paru. Dugaan awal mengarah pada faktor risiko penularan TB. Namun, situasi berubah ketika dari hidung Raya tiba-tiba keluar cacing.
"Lingkungan tempat tinggal pasien memang rawan, rumah panggung dengan lantai tanah. Kemungkinan besar telur cacing tertelan lewat makanan, minuman, atau tangan kotor saat bermain di tanah," ungkapnya.
Telur cacing Ascaris membutuhkan waktu sekitar 20 hari untuk berkembang menjadi cacing di usus. Hal inilah yang diduga turut memperparah kondisi Raya hingga tidak sadarkan diri.
"Kalau kasus infeksi cacing sebenarnya sering ditemukan. Tapi yang sampai separah ini, hingga menyebabkan kematian, jarang sekali," tambah Irfanugraha.
Setelah kondisinya stabil di IGD, Raya dipindahkan ke PICU (ruang intensif anak). Di sana, tim medis berfokus pada stabilisasi kondisi umum, pemberian obat TBC, serta obat cacing melalui selang NGT dari hidung. Namun, pengobatan tidak berjalan maksimal.
"Menurut penilaian saya, pasien sudah sangat terlambat dibawa ke rumah sakit. Saat masuk sudah dalam kondisi terminal. Jadi obat cacing tidak bisa bekerja efektif," jelasnya.
3. Jumlah cacing tidak bisa terhitung hampir ada di seluruh anggota badan

Dari sisi administrasi, kasus Raya justru menyingkap masalah lain. Menurut Irfanugraha, biaya perawatan total sekitar Rp23 juta, meski sudah diberi keringanan oleh pihak rumah sakit. Seluruh biaya tersebut akhirnya ditanggung penuh oleh lembaga sosial Rumah Teduh.
"Biasanya untuk kasus seperti ini ada intervensi dari pemerintah daerah. Tapi sayangnya, untuk kasus Raya tidak ada. Semua biaya ditanggung Rumah Teduh," kata Irfanugraha.
Selain itu, Menurut catatan medis, cacing bahkan keluar melalui hidung dan anusnya, menandakan infeksi menyebar hingga ke otak. Irfan menyampaikan, cacing sudah masuk otak ketika terlihat keluar dari saluran pernapasan.
"Jumlahnya tidak bisa dihitung pasti, tapi sangat banyak. Hampir semua organ vital terinfeksi," tambahnya.
4. Dinsos Sukabumi akui kurang maksimal dalam melakukan pendataan

Sementara, Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, Iwan Triyanto mengatakan, pihaknya sempat kesulitan menelusuri data keluarga Raya. Pasalnya, nama-nama anggota keluarga belum tercatat lengkap di Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG). Data kependudukan pun belum sepenuhnya sinkron dengan Disdukcapil.
"Ketika dicek di sistem, hanya nama ayahnya yang muncul. Sementara ibu dan anaknya tidak tercatat. Baru setelah konsolidasi ke desa dan kecamatan datanya masuk. Tapi memang terlambat, sehingga penanganan administratif ikut terhambat," kata Iwan di kantornya, Rabu (20/8/2025).
Lebih jauh, pihaknya menemukan iuran BPJS keluarga Raya ternyata menunggak. Kondisi ini membuat aktivasi kepesertaan tidak bisa dilakukan cepat. Menurutnya butuh waktu satu bulan untuk mengaktifkan kembali BPJS.
"Kami harus komunikasi dulu dengan desa, BPJS, Dinkes, dan stakeholder lain. Malam tadi sudah ada titik terang, rencananya diaktifkan kembali lewat PBI-Pemda," tambahnya.
Namun Iwan juga menyoroti cara relawan membawa kasus ini ke publik tanpa berkoordinasi dengan dinas. "Informasi langsung muncul di media sosial, jadi blunder. Harusnya dikonfirmasi dulu. Akhirnya masyarakat saling menyalahkan," tuturnya.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, Wawan Godawan menegaskan, kasus Raya membuka fakta bahwa sistem perlindungan sosial belum berjalan sebagaimana mestinya.
"Kalau sistem ini berjalan dari tingkat RT, RW, desa, kecamatan, sampai ke puskesmas, saya yakin kasus ini tidak akan separah itu. Ini jadi pembelajaran penting agar jangan sampai muncul ‘Raya-Raya’ lain," ujarnya.
Wawan mengakui birokrasi memang kerap dianggap berbelit. Namun menurutnya, aturan itu dibuat untuk memastikan data penerima jaminan benar-benar valid.
"Logikanya, tidak mungkin tiba-tiba orang datang langsung minta dilayani tanpa data lengkap. Tapi faktanya, di lapangan ada kendala. Koordinasi tidak jalan," katanya.
5. Dedi Mulyadi tegur Bupati Sukabumi

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah memberinya teguran terhadap Bupati Sukabumi Asep Japar setelah peristiwa ini. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memastikan, memberikan teguran keras terhadap bupati.
"Bupati kita tegur loh, kita tegur keras. Ini tidak boleh lagi seperti itu. Sukabumi itu kan problemnya banyak, infrastrukturnya buruk, kemudian sembilan ribu rumah yang terkena gempa belum terehabilitasi. Ini diperlukan kecekatan bupati untuk kerja keras, tidak bisa landai lagi," ujar Dedi di Sabuga ITB, Rabu (20/8/2025).
Atas peristiwa tersebut, Dedi meminta kepala daerah turut pro aktif terhadap kondisi masyarakat di lingkungannya. Menurutnya, sistem komunikasi di tingkat pemerintah Desa hingga ke kecamatan dan bupati harus ada perbaikan.
"Saya minta untuk proaktif, bukan hanya gubernur yang proaktif. Ini kan gubernur telepon sana sini. Nanti saya bikin koordinator kepala desa tiap kecamatan kemudian ke bupati. Nah nanti masyarakat boleh lapor. Harus lapor ke kepala desanya," katanya.
Bahkan, Dedi mengatakan, pencairan anggaran desa untuk Kabupaten Sukabumi ditunda sampai tahun depan.
"Saya tunda yang tahun ini. Jadi tahun ini nggak saya kasih," katanya.
Hari ini, orang tua Raya sudah dirawat di RS Welas Asih, Bandung. Ibunya mendapat penanganan gangguan kejiwaan, sementara sang ayah dirawat karena TBC.
Dedi pun meminta Dinas Kesehatan Jabar berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi. Evaluasi kinerja puskesmas dan bidan desa harus dilakukan.
"Kan harus ada data di posyandu, ada kartu bayinya. Anak itu pernah ditimbang gak? Terdata nggak di posyandu? Masa sih tetangganya nggak ada yang tau? Kan nggak mungkin. Artinya bahwa ada pembiaran, ada sikap yang abai selama ini terhadap problem yang dihadapi warga tersebut," ucap Dedi.
Ia juga menyindir pemerintah daerah yang kalah cepat dari sebuah yayasan dalam menangani kasus ini. "Masa negara kalah kecepatannya sama yayasan?" katanya.