Deteksi Dini dan Edukasi Upaya Putus Mata Rantai Talasemia di Bandung

Bandung, IDN Times - Pemerintah Kota Bandung terus berupaya memutus mata rantai penyakit Talasemia. Sebab, penderita di Kota Bandung menjadi salah satu daerah penyumbang terbesar kasus Thalasemia di Indonesia.
Untuk memutus mata rantai penyakit ini, Pemkot Bandung bekerja sama dengan Thalasemia Resecrh Center Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia, Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI) dan POPTI menggelar “Gebyar Screening Thalassemia, Kota Bandung Menuju Zero Thalassemia” di Taman Dewi Sartika Balai Kota Bandung, Selasa(3/9/2024).
Perlu diketahui, talasemia adalah penyakit keturunan (kelainan genetik) akibat kelainan sel darah merah yang dapat menyebabkan penderita harus melakukan transfusi darah sepanjang usianya. Penyakit tersebut bisa dicegah melalui deteksi dini.
Talasemia dapat diturunkan dari perkawinan antara dua orang pembawa sifat. Seorang pembawa sifat talasemia secara kasat mata tampak sehat (tidak bergejala), hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin.
Cara mengetahui seorang talasemia dilakukan melalui pemeriksaan riwayat penyakit keluarga yang anemia atau pasien talasemia, pucat, lemas, riwayat transfusi darah berulang, serta pemeriksaan darah hematologi dan Analisa Hb.
1. Kasus talasemia di Jabar menjadi yang terbesar di Indonesia

Ketua Yayasan Talasemia Indonesia Ruswandi mengatakan, kasus thalasemia yang terdeteksi di Indonesia kasusnya terus bertambah setiap tahun. Saat ini, sedikitnya ada sekitar 12.155 kasus dan 40 persennya berada di Jawa Barat.
"Kasusnya terus bertambah dan Jawa Barat paling besar," kata Ruswandi dalam pemaparannya di “Gebyar Screening Thalassemia, Kota Bandung Menuju Zero Thalassemia” di Taman Dewi Sartika Balai Kota Bandung, Selasa(3/9/2024).
2. Putus mata rantai talasemia dengan deteksi dini dan edukasi kepada masyarakat

Ketua PC Ikatan Apoteker Indonesia Kota Bandung Yena R Iskandar mengatakan, penyakit talassemia adalah penyakit serius yang tidak ada obatnya. Sebab, bagi penderita talasemia harus menjalani transfusi darah selama hidupnya.
Dia menyebutkan, untuk memutus mata rantai talasemia di Kota Bandung dibutuhkan kolaborasi semua pihak untuk terus melakukan edukasi kepada masyarakat dan skining sejak dini.
Menurut dia, kondisi penyakit talasemia tidak pernah terpikirkan oleh semua. Karena, sekarang penderitanya terus bertambah setiap tahun. Saat ini penderita sudah hampir mencapai 13 ribu penderita, dengan jumlah tersebut butuh 25 juta cc darah.
"Jadi kebayang banyak darah yang didapatkan dari donor darah. Karena itu, bagaimana kita mencegahnya dan salah satunya adalah screnning dan terus berikan edukasi kepada masyarakat," ujar dia.
Yena berharap, untuk pasangan pranikah untuk memperhatikan kondisi kesehatan terutama apakah saling memiliki pembawa sifat talasemia. Karena penyakit ini adalah murni penyakit bawaan dan kelaian darah.
"Karena, jika pasangan menikah memiliki sifat talasemia, sang anak yang dilahirkan kemungkinan besar memiliki talasemia mayor, yaitu anemia yang harus menjalani transfusi darah dan itu membutuhkan biaya mahal, cukup mahal dan beban bagi penyandang atau orang tuanya cukup berat," ujar dia.
3. Jangan terjadi ledakan kasus talasemia di Kota Bandung

Katua STFI Adang Firmansyah mengatakan, kegiatan deteksi dini dan edukasi kepada masyarakat terhadap penyakit talasemia ini perlu menjadi perhatian semua pihak. Jangan sampai jika dibiarkan nanti akan terjadi ledakan kasus talasemia di Indonesia.
"Talasemia ini karena belum banyak yang terskrining, ini hidden, ini bisa jadi gunung es sebetulnya karena yang ketahuan baru sedikit. Bahkan orang banyak yang tidak tahu, penderitaan hanya 12-20 ribu tapi habiskan BPJS Rp600 miliar, satu orang bisa habiskan Rp400 juta untuk transfusi darah," kata dia.
Pihaknya mendorong seluruh warga Indonesia untuk melakukan skrining sejak dini. Menurutnya, sebetulnya skrining ini tujuannya banyak, untuk pencegahan turunnya agar tidak terjadi pernikahan antara cerier dan keduanya alasan ekonomi.
"2016 cuman sekitar 6.000, sekarang diperkirakan sudah mencapai 12 hingga 20 ribu. Dulu urutan kelima, sekarang keempat," tuturnya.
Adang menyebut, dengan digelarnya kegiatan skrining talasemia yang digelar STFI, pihaknya berharap kegiatan serupa bisa digelar di wilayah lain di Kota Bandung.