Cirebon Tanpa Rokok, Tapi Bisnis Hotel dan Restoran Ikut Sesak Napas

- Perda KTR disahkan untuk melindungi ruang publik dari asap rokok, bukan untuk melarang merokok secara total.
- Pelaku usaha di sektor jasa dan kuliner khawatir akan penurunan kunjungan dan omzet akibat pembatasan merokok.
- Kebijakan KTR berpotensi menurunkan pendapatan negara, harga tembakau petani, dan menekan sektor padat karya.
Cirebon, IDN Times - Pemerintah Kabupaten Cirebon resmi mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional, Rabu (12/11/2025).
Pengesahan dilakukan setelah DPRD Kabupaten Cirebon mengetuk palu persetujuan dalam rapat paripurna.
Namun, penerapan aturan tersebut dikhawatirkan dapat berdampak terhadap sektor ekonomi, terutama perhotelan, restoran, dan usaha kecil.
1. Langkah melindungi ruang publik dari asap rokok

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, menjelaskan perda KTR merupakan langkah strategis untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok di ruang publik.
Ia menegaskan, kebijakan ini bukan bertujuan melarang total aktivitas merokok, melainkan mengatur zonasinya agar lebih tertib dan sehat.
“Tempat umum, sekolah, perkantoran, taman bermain anak, masjid, serta angkutan umum kini ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok,” ujar Eni seusai peluncuran Perda KTR di Kantor Bupati Cirebon.
Menurutnya, pemerintah tetap menyiapkan area khusus bagi perokok di setiap instansi atau tempat tertentu. “Bukan berarti masyarakat dilarang merokok, tetapi sudah ada tempat khusus untuk melakukannya,” kata Eni.
Meski demikian, di tahap awal penerapannya, sanksi bagi pelanggar masih bersifat persuasif. “Untuk sementara baru teguran. Misalnya, kalau ada yang merokok di taman bermain anak, cukup diingatkan untuk keluar dari area itu,” tambahnya.
Pemerintah Kabupaten Cirebon akan melibatkan berbagai perangkat daerah dalam pengawasan Perda ini. Setiap dinas diminta aktif memastikan pelaksanaan KTR di wilayahnya.
“Kami ingin masyarakat terbiasa menjaga ruang publik tetap sehat dan bebas asap rokok,” ujar Eni.
2. Sektor usaha dan perhotelan mulai rasakan kekhawatiran
Di sisi lain, penerapan Perda KTR mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha, khususnya yang bergerak di sektor jasa dan kuliner.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cirebon, Ida Kartika, menilai aturan tersebut berpotensi menurunkan jumlah kunjungan ke hotel, restoran, maupun kafe, yang selama ini menjadi tempat favorit bagi perokok.
“Beberapa pelanggan kami, terutama tamu hotel dan pengunjung restoran, biasanya ingin menikmati waktu santai sambil merokok. Kalau ruang itu terlalu dibatasi, dikhawatirkan mereka akan memilih tempat lain di luar area KTR,” kata Ida.
Ia menyebutkan, pembatasan aktivitas merokok bisa berpengaruh terhadap omzet usaha kuliner dan perhotelan.
Berdasarkan pengalaman di beberapa daerah lain, penerapan KTR sering menyebabkan penurunan pendapatan usaha kecil dan menengah.
Menurut Ida, para pelaku usaha tidak menolak kebijakan kesehatan, namun berharap pemerintah memberi masa transisi yang lebih panjang agar dunia usaha bisa menyesuaikan diri.
"Kami setuju tujuan kesehatan masyarakat, tetapi harus ada keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlangsungan ekonomi,” katanya.
3. Efek ekonomi yang meluas dari kebijakan KTR

Selain sektor jasa, kebijakan ini juga dinilai akan berdampak tidak langsung terhadap industri tembakau, petani, hingga penerimaan daerah dari cukai rokok.
Penurunan konsumsi rokok berpotensi mengurangi pendapatan negara dan daerah melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Penurunan permintaan terhadap produk rokok juga dapat menekan sektor padat karya seperti industri kretek tangan, distribusi, dan perdagangan eceran.
Di tingkat petani, harga tembakau dan cengkeh bisa turun akibat berkurangnya penyerapan bahan baku oleh pabrik.
Beberapa pengamat ekonomi daerah juga menilai, pemerintah perlu menyiapkan strategi mitigasi agar kebijakan kesehatan tidak menimbulkan efek domino terhadap ekonomi lokal.
Misalnya, dengan memberikan pelatihan diversifikasi usaha bagi petani tembakau atau insentif bagi pelaku usaha kecil yang terdampak.
4. Kesehatan publik vs keberlanjutan ekonomi

Eni Suhaeni tidak menampik adanya dampak ekonomi dari penerapan KTR, namun ia menegaskan manfaat jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat jauh lebih besar dibandingkan kerugian ekonomi jangka pendek.
Pemerintah daerah juga menyiapkan langkah-langkah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta pelaku usaha.
“Kami akan melakukan pendekatan yang humanis. Tidak ada niat mematikan usaha, justru ingin mewujudkan lingkungan kerja dan tempat usaha yang sehat,” ujar Eni.
Ia berharap seluruh pihak dapat berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan Perda ini, baik masyarakat, pelaku usaha, maupun instansi pemerintahan.
Dengan disahkannya Perda KTR, Pemerintah Kabupaten Cirebon menegaskan komitmennya menuju lingkungan sehat dan tertib, sembari berupaya memastikan sektor ekonomi lokal tetap bertahan di tengah perubahan regulasi.
"Kita harus melihatnya secara menyeluruh. Kalau masyarakat sehat, beban biaya kesehatan menurun, produktivitas meningkat, dan itu justru baik bagi ekonomi dalam jangka panjang,” ucapnya.


















