Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Banyak Organisasi Tak Terima Manfaat dari Perda Pemajuan Kebudayaan Bandung

dok. pribadi/Vina Jauharotun

Bandung, IDN Times - DPRD Kota Bandung menyayangkan Peraturan Daerah Tentang Pemajuan Kebudayaan belum berjalan optimal. Sebab, hadirnya perda yang disahkan sejak 2023 ternyata belum memberikan banyak manfaat kepada pelaku seni, budayawan, masyarakat dan organisasi kebudayaan. Hal itu terlihat dari banyaknya keluhan dari mereka yang kesulitan mendapatkan bantuan.

Hal itu diungkapkan, Anggota DPRD Kota Bandung Yoel Yosaphat. Menurut politisi PSI ini, seharusnya dengan adanya perda tersebut sudah menjamin para pelaku seni dan budayawan hidup lebih baik, tapi ternyata masih saja ada orang-orang atau organisasi kebudayaan yang minta pertolongan.

“Ke saya masih ada, ke disbudpar juga, tapi gak ada anggaran, artinya kan ada yang miss. Dimana ada aturan, penganggarannya gak ada! Gak ada buat bantuin. Simple-nya ada sebuah organisasi tidak hanya membuat acara didalam dan disanggar tapi bagimana memperkenalkan kebudayaan atau kesenian Kota Bandung ke luar supaya terkenal dan orang luar tertarik, hal ini belum dipersiapkan. Mungkin aturannya sudah ada, tetapi untuk teknis bagaimana perwal dan segala macemnya ini masih belum maksimal,” ujar Yoel ditemui di Gedung DPRD Kota Bandung, Jumat (26/10/2024).

Dia menyebutkan, dalam Perda Pemajuan Kebudayaan ini terdapat dua poin penting yakni pertama orangnya atau pelaku seni dan budaya, kedua esensi kebudayaan. Untuk orangnya jelas bagaimana pelaku seni dan kebudayaan bisa hidup lebih baik, mendapat pekerjaan lebih baik.

Dia mengungkapkan, harus dilakukan pengaktivasian kegiatan budaya lebih banyak lagi. Dan untuk kebudayannya sendiri bagaimana budaya di Kota Bandung itu diaplikasikan sehingga terintegrasi dengan kebijakan.

“Saya pernah bilang, orang berpakaian adat sunda ke Kota Bandung pada waktu tertentu akan mendapat kerja sama dengan mal, mendapatkan discount tertentu, ya hal-hal tersebut agar budaya ini semakin dikenal masyarakat luas dan lebih disukai, nah ini budayanya masih harus ditingkatkan begitupun perhatian pada pelakunya masih kurang,” keluhnya.

1. Masih banyak sanggar seni yang tidak aktif

IDN Times/Istimewa

Sepengetahuan Yoel, sanggar seni kebudyaan di kota kembang ini ada ratusan tetapi yang aktif hanya berapa. Dan yang aktivasi dari sanggar tersebut ada yang pas-pasan, ada yang bagus dan, ada juga yang susah. Semuanya minta tolong dan harus diakomodir dinas.

“Seharusnya dinas plus stakeholder bergabung, baik itu dengan perusahaan, pariwisata, hotel dan sebagainya, sayang ini belum maksimal sehingga masih banyak sanggar, pekerja seni, pelaku budaya kesusahan mendapat bantuan dari dinas pemerintah,” ujarnya.

Sedang soal anggaran kata dia, kemungkinan ada namun anggaran tidak bisa dikeluarkan saat dibutuhkan, tapi diajukan terlebih dahulu dan akan hadir di tahun berikutnya sehingga menyulitkan pelaku seni dan budaya mendapat bantuan kala itu.

“Dinas belum siap untuk itu, harus prepare. Bagaimana jika ada sanggar seni, masyarakat kebudayan butuh, nah itu harus dipikirkan oleh dinas. Mereka bisa dibina sehingga terus jalan, kita berharap dengan perda ini kondisi ekonomi bisa diperbaiki dan ini menjadi PR makanya anggaran harus cukup. Lalu bagaimana aktivasi kebudayaan seni, event agar berjalan, sektor pariwisata dan lainnya. Karena bagaimana mau bikin karya seni bagus kalau makan saja mereka susah,” ungkapnya.

2. Pemajuan kebudayaan akan terus bersaing dengan kebudayaan lain

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memanfaatkan sejumlah platform digital untuk memperkuat ekosistem pendidikan. (dok. Kemendikbudristek)

Dia menjelaskan, untuk mengakomodir semua, baiknya event dilakukan tidak hanya 1 atau 2 kali saja karena jika begitu maka saat klasifikasi pelaku seni budaya terbaik yang akan terus ditampil alias tak bisa bergilir. Idealnya event dilakukan banyak dan tidak hanya tampil di tengah kota saja namun sampai ke kecamatan.

Lanjutnya, agar bisa aktif maka kerja sama dengan stakeholder atau perusahaan setempat harus dilakukan. Selain itu dinas pun harus memiliki database yang benar, sehingga penyaluran talent bisa dilakukan dan tepat.

“Ketika database sanggar banyak, bisa kerja sama dengan hotel, bisa diperbanyak acara, konser pun bisa memasukan budaya, baik itu saat opening atau closeing konser. Event di mal biasa ada lomba-lomba modern dance, tradisional dance kan, mau tidak mau itu memaksa pelaku seni aktif. Dengan kolaborasi banyak chanel bisa didapat,” tuturnya.

Dia mengatakan, kendati dalam perda tidak ada sanksi, namun pihaknya terus mengingatkan pihak pemkot agar segera perda dijalankan.

“Kebudayaan ini bukan kelihatan secara bangunan fisik ya, seperti jalan, banjir, sampah kelihat tapi kalau budaya itu terlihat saat masyarakat mempertanyakan apakah budaya ini masih ada atau sudah gak ada. Kita ini berkompetisi dengan budaya luar negeri juga loh, maka perlu ada kesadaraan dan konsen hal ini. Di rapat komisi, rapat banggar, ada pertemuan wali kota dan sekda diingatkan hal ini. Walau kita tahu perwal gak gampang, bisa setahun atau dua tahun, kadang kita update perda baru perwal belum juga terbit,” tandasnya.

3. Sarana-prasarana akses gedung kebudayaan masih minim

Ilustrasi kebudayaan Indonesia (pexels.com/id-id/@aditya-agarwal-623616)
Ilustrasi kebudayaan Indonesia (pexels.com/id-id/@aditya-agarwal-623616)

Keluhan para pelaku sendiri yakni lebih pada sarana prasarana, dimana akses gedung yang akan dipakai terbatas. Hanya ada di timur dan di tengah kota atau Mayang Sunda, padahal banyak akses ke tempat publik lain milik pemkot, misal dengan kerja sama pemkot bisa mengusahakan para pelaku budaya masuk ke mal-mal, tiap minggu rutin tampil disana.

“Kalau di dewan kamis ada penampilan kebudayaan. Saya pernah ke bandara Yogyakarta, disitu ada orang menari pakai musik, tari daerah di atas stage ada kotak agar orang bisa donasi. Saya kira disitu saja orang bisa dapat kehidupan, dapat pekerjaan. Terus orang tarian apa itu, dapat informasinya karena ada semacam papan informasi tarian didepannya. Nah kalau mereka dikasih kesempatan perfom begitu gak dibayar bandara pun cukup, asal ada kotak untuk orang bisa berdonasi, tinggal dibikin bagus dan tertib,” ucapnya.

Untuk Kota Bandung sendiri kata Yoel, terjadi di jalan-jalan Asia Afrika, banyak orang kreatif pakai cosplay untuk menyalurkan hobi juga mencari uang.

“Tapi kan itu tergantung keinginan pasar. Kalau dari kebudayaan kita tarian daerah, alat musik daerah harus diarahkan, ditaro, dibikin bagus, disana live performance ada kotak untuk donasi. Di mall juga bisa, gak perlu dikasih ruangan, ada tanda sedang performance itu sudah menghargai sehingga gak cuma setitik, bisa ada tiga empat titik di tiap mall, nah itu kan lumayan banget. Lalu ada informasi untuk orang yang melihat dan minat belajar bisa daftar kemananya, jangan kaya sekarang kalau mau belajar tari jaipong harus browsing. Dari ribuan orang pasti ada yang nyangkut!, musik selain angklung kan ada yang lain-lain juga nah itu kan yang belum popular gimana, nah itu bisa diusahakan,” ujarnya mengakhiri.

Share
Topics
Editorial Team
Yogi Pasha
EditorYogi Pasha
Follow Us