Kesederhanaan Kampung Mahmud dan Penyebaran Islam Pertama di Bandung

Islam menyebar di Bandung oleh Syekh Abdul Manaf

Bandung, IDN Times - Bicara soal masuknya ajaran Islam ke wilayah Bandung tentu tidak bisa lepas dari Kampung Mahmud. Kampung adat yang berdiri sejak abad ke-17 itu masih bertahan meski digilas modernisasi.

Berada di tepian Sungai Citarum, ratusan kepala keluarga di Kampung Mahmud memegang teguh warisan nenek moyang mereka. Secara administratif, Kampung Adat Mahmud terletak di wilayah Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung.

Warga asli Kampung Mahmud mayoritas memiliki desain rumah yang hampir seragam. Bangunan dengan konsep panggung, dinding bilik dan jendela tanpa kaca masih kokoh berdiri. Konsep rumah itu memiliki filosofi kesederhanaan sesuai pesan leluhur mereka.

1. Tidak ada naskah, sejarah disampaikan secara lisan turun temurun

Kesederhanaan Kampung Mahmud dan Penyebaran Islam Pertama di BandungSesepuh Kampung Mahmud, Eyang Haji Syafii. (IDN Times/Bagus F)

Eyang Dalem Haji Abdul Manaf atau Syekh Abdul Manaf, begitulah mereka menyebut leluhur Kampung Mahmud. Syekh Abdul Manaf merupakan pendiri Kampung Adat Mahmud dengan memilih lahan di tepi Sungai Citarum. Dari kampung itu, Syekh Abdul Manaf mulai menyebarkan ajaran islam di wilayah Bandung Selatan.

Abdul Manaf merupakan seorang ulama putra dari Dalem Natapradja dan cucu dari bupati Dalem Dipati Agung Suriadinata. Abdul Manaf diperkirakan menyebarkan islam di Bandung semasa hidupnya sekitar tahun 1650-1725.

Tidak ada naskah atau pun bukti tertulis mengenai silsilah Syekh Abdul Manaf. Sejarah soal Syekh Abdul Manaf dan pesan dakwahnya hanya disampaikan melalui lisan secara turun temurun.

"Saya keturunan ke-9 dari Eyang Dalem Haji Abdul Manaf. Tidak ada naskah, kita sampaikan secara turun temurun ajaran dari beliau," ujar sesepuh Kampung Adat Mahmud, Eyang Haji Syafii (70 tahun) saat ditemui, Sabtu (17/4/2021).

2. Asal muasal nama Mahmud

Kesederhanaan Kampung Mahmud dan Penyebaran Islam Pertama di BandungKampung Mahmud. (IDN Times/Bagus F)

Di bangunan rumah panggung dengan jendela menatap Sungai Citarum, Eyang Syafii mulai bercerita dari mana nama Mahmud dilekatkan pada kampung ini. Nama Mahmud tentu tidak lepas dari doa Syekh Abdul Manaf untuk masyarakat kampung dalam jangka panjang.

"Nama Mahmud ini berasal dari ide Eyang Dalem Haji Abdul Manaf sepulang dari tanah mekah. Beliau membawa sekepal tanah dari mekah kemudian dibawa ke sini. Tanah yang ia bawa kemudian diletakkan di sebuah lahan yang selanjutnya ia jadikan sebuah masjid," terang Syafii.

Dari sana, Abdul Manaf menamainya dengan nama Mahmud. Arti dari Mahmud sendiri adalah terpuji, dengan harapan kampung yang ia tempati bisa menjadi kampung yang memiliki nilai moralitas yang tinggi.

3. Pesan kesederhanaan dari Eyang Mahmud

Kesederhanaan Kampung Mahmud dan Penyebaran Islam Pertama di BandungKampung Mahmud. (IDN Times/Bagus F)

Sebagai penyebar islam yang terhitung paling pertama di wilayah Bandung Selatan, Abdul Manaf mengajarkan prinsip-prinsip kesederhanaan. Yang paling melekat dalam ingatan Eyang Syafii, Abdul Manaf secara turun temurun berpesan agar hidup tidak hanya mengumpulkan kekayaan.

"Harta benda tidak akan dibawa mati kecuali iman, islam dan amal soleh. Pesan itu turun temurun disampaikan hingga menjadi prinsip hidup masyarakat Kampung Mahmud," kata Syafii.

Dari prinsip dasar itu, muncul beberapa pantrangan atau larangan untuk bermegah-megahan. Begitupun dalam implementasi desain rumah-rumah warga yang masih memegang teguh prinsip itu.

"Tidak boleh ada bangunan beton, tidak boleh ada kaca, tidak boleh ada sumur, tembok hanya dari bilik. Tapi karena sekarang Sungai Citarum sudah kotor, maka sekarang sudah dibolehin bikin sumur," paparnya.

4. Kesederhanaan Mahmud digilas roda modernisasi

Kesederhanaan Kampung Mahmud dan Penyebaran Islam Pertama di BandungKampung Mahmud. (IDN Times/Bagus F)

Kesederhanaan Kampung Mahmud nyatanya tak selamanya bisa bertahan seutuhnya. Prinsip-prinsip adat yang dijaga perlahan digilas roda modernisasi. Tak jauh dari Kampung Adat, tampak cerobong asap menunjukkan adanya pabrik dan masifnya industri.

Bukan hanya itu, Sungai Citarum yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Kampung Mahmud pun kini sudah kotor tercemar. Citarum resah bertemu limbah, air yang dulu bisa diambil untuk diminum, kini ikan pun tak betah hidup di aliran sungai.

"Tidak sedikit masyarakat yang bandel melanggar pantrangan. Mereka membangun rumah dari tembok ingin seperti orang-orang yang gila harta di luar sana. Betul saja, ketika prinsip itu dilanggar mereka sendiri yang kena akibatnya," sebut Syafii.

"Ada yang rumah tangganya rusak, ada yang kena penyakit menahun, kita percaya itu akibat dari melanggar pantrangan," imbuhnya.

Baca Juga: Lontar Yusuf, Tonggak Penting Penyebaran Islam di Banyuwangi

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya