TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

GBLA: Stadion Ambisius yang Banjir Kasus

Korupsi akut berdampak pada stadion ambruk

Dok.IDN Times/Istimewa

Bandung, IDN Times – Stadion Utama Sepak bola (SUS) Gedebage pada awal tahun 2013 tengah mencari nama. Kandidat namanya ada tiga: Gelora Bandung Lautan Api, Gelora Gedebage Kota Bandung, dan Gelora Rosada. Adanya opsi nama ketiga ketika itu bikin warga Bandung memberi cap Wali Kota Bandung Dada Rosada terlalu narsisme.

Pemerintah Kota Bandung pun membuka polling bagi masyarakatnya untuk memilih sendiri nama tersebut. Polling dilakukan lewat pesan singkat (SMS) sejak 4-22 Maret 2013 dan berhasil mendapat respons sebesar 14.777 SMS.

Pemenangnya adalah nama Gelora Bandung Lautan Api yang mendapatkan 83,3 persen. Sisanya, sekitar 11,7 persen memilih Gelora Gedebage Kota Bandung, dan 5,0 persen memilih Gelora Rosada. Kepada wartawan, Dada Rosada yang kini tengah mendekam di Lapas Sukamiskin karena tersandung kasus korupsi, harus ikhlas jika pada akhirnya stadion tersebut diberi nama Gelora Bandung Lautan Api atau sering disingkat GBLA.

Baca Juga: Stadion GBLA Bisa Digunakan Tapi Tanpa Penonton

1. Bermasalah sejak awal

Dok.IDN Times/Istimewa

Pemilihan nama tersebut merupakan salah satu dari sejarah panjang pembangunan GBLA. Terletak di Desa Rancanumpang, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, stadion tersebut mulai dibangun pada Oktober 2009 dan rampung pada 9 Mei 2013 di atas lahan seluas 16,9 hektare dan memakan anggaran hingga Rp545 miliar.

Meski terletak di penjuru Kota Bandung, GBLA sebenarnya terdapat di jalur yang strategis. Lokasinya punya gerbang tol khusus yang tersambung dengan ruas Jalan Tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi, tepatnya di KM 149. Harapannya, bus daripada tim yang hendak bertanding tidak perlu bermacet-macetan di jalanan umum Kota Bandung yang kerap padat kendaraan.

Sejak awal, banyak problema yang muncul dari pembuatan GBLA. Misalnya, stadion tersebut mulanya akan resmi dibuka pada akhir tahun 2012. Namun nyatanya acara pembukaan molor berbulan-bulan hingga 9 Mei 2013 karena pembangunan belum rampung 100 persen. Payahnya, ketika di-launching pada 9 Mei 2013, stadion itu belum juga tuntas akibat terbengkalainya pembangunan area parkir dan akses jalan.

Sejak awal dibangun, GBLA memang didesain dengan standar internasional. Rumput yang digunakan ialah jeniz Zoysia Matrella Merr, yang mana rumput kelas wahid dalam standar FIFA. Kapasitas penonton pun terbilang lumayan, yakni mencapai 72 ribu orang (paling besar di Jawa Barat).

2. Pertandingan internasional perdana

IDN Times/Galih Persiana

Meski diluncurkan pada 9 Mei 2013 dengan klaim standar internasional, GBLA baru digunakan untuk pertandingan lintas-negara pada 2 Oktober 2014. Kala itu, pertandingan uji tanding ini digelar untuk mempertemukan Persib Bandung dan Malaysia All Star.

Awalnya, stadion ini memang direncanakan menjadi markas bagi tim kebesaran Kota Bandung, Persib. Namun, tuan rumah tidak sering menggunakan stadion ini karena berbagai alasan, dan lebih sering menggunakan Stadion Si Jalak Harupat yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Bandung.

GBLA memang dibanjiri masalah yang dipercaya muncul karena banyaknya pejabat culas selama proses pembangunan. Salah satu tindak pidana korupsi yang muncul adalah banyaknya penurunan kualitas material yang digunakan.

Menurut catatan Bareskrim Polri, dalam kontrak plat beton Stadion GBLA mestinya setebal 20 cm, namun kenyataannya dibangun dengan tebal 13 cm. Tak hanya itu, besi-besi yang direncanakan setebal 13 milimeter, malah dibangun dengan tebal 8 milimeter.

Dampaknya, GBLA mengalami keretakan pada 2015 silam hingga dinilai tak layak pakai. Tak hanya itu, lapangan sepak bola dan lapangan parkir juga mengalami amblas karena struktur tanah yang tak cocok dibangun konstruksi stadion. Lahan itu merupakan lahan bekas sebuah danau zaman purba di Kota Bandung.

3. Korupsi GBLA

Dok.IDN Times/Istimewa

Akhirnya, pada 2015, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menetapkan pejabat Yayat Ahmad Sudrajat sebagai tersangka dalam kongkalikong pembangunan GBLA. Ia merupakan Sekretaris Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung yang juga mantan PPTK tahun 2009-2011 dan KPA/PPK tahun 2011-2013.

Yayat ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi mengendus tindak pidana korupsi di tahun anggaran 2009-2014.  Selain Yayat, sejumlah pejabat PT Penta Rekayasa (Konsultan perencana), PT. Adhi Karya (kontraktor pelaksana pekerjaan), dan PT Indah Karya (konsultan manajemen konstruksi) juga terlibat kerja sama dengan tersangka.

Singkat cerita, Yayat akhirnya ditetapkan sebagai terpidana menyusul Wali Kota Bandung Dada Rosada yang lebih dulu dijebloskan ke penjara gara-gara kasus suap dana bantuan sosial.

4. Kasus Haringga Sirla

IDN Times/Galih Persiana

Tidak hanya dihiasi kasus tanah amblas dan korupsi, nama baik GBLA juga tercoreng karena insiden pengeroyokan suporter Persija, Haringga Sirla. Ia dikeroyok massa setelah nekat mendatangi Stadion GBLA untuk menyaksikan laga sengit Persib kontra Persija pada 28 September 2018.

Haringga dikeroyok oleh banyak orang di sekitar akses jalan memasuki stadion. Peristiwa itu terekam kamera ponsel pintar, yang akhirnya menjadi barang bukti utama dalam persidangan kasus pengeroyokan Haringga. Kasus tersebut menjadi duka mendalam, karena menambah deretan panjang suporter yang meninggal hanya karena gengsi di dunia sepak bola.

Hakim Pengadilan Negeri Bandung akhirnya menetapkan sejumlah terpidana dengan masa kurungan penjara beraneka ragam. Beberapa orang dipulangkan dan tak mendapat hukuman karena terbilang masih di bawah umur.

Baca Juga: GBLA Bermasalah, PSSI Urung Jadikan Stadion Ini untuk Piala Dunia U-20

Berita Terkini Lainnya