Kalah di Pengadilan, Lahan Sunda Wiwitan di Kuningan Bakal dieksekusi
Masyarakat adat nilai kasus ini telah dimanipulasi oknum
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Masyarakat Adat Sunda Wiwitan yang merasa penerus warisan leluhur lahan Blok Mayasih RT 29/RW 10, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, resah.
Keberadaan budaya dan masyarakat adat ini terancam tergusur oleh keputusan Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kuningan. Hakim telah mengeluarkan putusan perkara Pelaksanaan Pencocokan (Constatering) dan Sita Eksekusi untuk lahan di Blok Mayasih RT 29/RW 10, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan rencananya dilakukan Rabu(18/5/2022), hari ini.
Eksekusi lahan tersebut akan dilakukan berdasarkan surat No. W.11.U16/825/HK.02/4/2022, Mengenai perihal pelaksanaan pencocokan (Constatering) dan sita Eksekusi nomor 1/Pdt.Eks. /2022/ PN Kng Jo. Nomor 7/Pdt.G/2009/Pn.Kng.
Girang Pangaping Masyarakat Adat Karuhun Sunda Wiwitan Tati Djuwita, AKUR Sunda Wiwitan keberatan dengan eksekusi tanah adat Mayasih. Sebab, tanah ini merupakan lahan adat warisan leluhur yang harus dikelola secara komunal adat dan bukan tanah warisan milik pribadi.
1. Lahan ini bukan milik perorangan
Menurutnya, kepastian ini berdasarkan pada beberapa dokumen penting yang di keluarkan oleh sesepuh terdahulu seperti, Pangeran Madrais Sadewa Alibasa dan Pangeran Tedjabuwana dengan memberikan hak pengelolaan aset tersebut kepada tokoh-tokoh masyarakat.
AKUR Sunda Wiwitan menyatakan hal tersebut tercatat dalam surat pernyataan pada 1964 dan 1975 oleh Pangeran Tedjabuwana
Dalam pernyataan itu disebutkan Pangeran Tedjabuwana memberikan mandat pengelolaan aset-asetnya kepada tokoh-tokoh masyarakat. Lalu tokoh-tokoh itu mendirikan yayasan dan menyerahkan pengelolaan aset bersama tersebut kepada lembaga itu.
Dengan pengelolaan tinggalan Pangeran Madrais dan Pangeran Tedjabuwana oleh Yayasan maka pengelolaan aset tersebut bukan milik orang per orang atau pribadi melainkan sebagai aset komunal, dan ditindaklanjuti Yayasan Pendidikan Tri Mulya.
"Untuk merawat dan menjaga tinggalan aset komunal itu maka Yayasan mengajukan perlindungan kepada negara terhadap kawasan Gedung Paseban Tri Panca Tunggal sebagai Cagar Budaya Nasional," ujar Tati melalui siaran pers dikutip IDN Times, Rabu (18/5/2022).
Baca Juga: Nasib Masyarakat Adat di Nusantara, Tergusur dan Rentan Dieksploitasi
Baca Juga: Jalan Panjang Masyarakat Adat Cirendeu Mencari Pengakuan Negara