Brand Lokal Harus Berinovasi Agar Tak Kalah dari Produk Thrifting
Kota Bandung jadi salah satu pusat pakaian impor bekas
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Penggunaan baju impor bekas atau thrifting saat ini masih menjadi tren di kalangan anak muda Indonesia. Dengan harga yang murah dan barang yang jarang ada di Tanah Air membuat mereka menjadikan pakaian tersebut untuk digunakan dalam keseharian.
Manager Marketing Communications 3 Second, Hendri Sase Perbawana mengatakan, trend penggunaan baju impor bekas sedikit banyak menganggu eksosistem bisnis brand lokal. Maka, ketika Presiden Joko Widodo meminta impor baju bekas dihilangkan, ini menjadi angin segar bagi para produsen fesyen dalam negeri.
"Kami selaku brand lokal cukup senang dengan larangan thrifting karena ini benar-benar sangat menggangu (penjulan produk lokal)," kata Hendri, Minggu (19/3/2023).
1. Brand lokal punya kualitas lebih baik
Menurutnya, selama ini brand fesyen di Indonesia memiliki kualitas mumpuni. Bukan hanya dari segi bahan, tapi juga desainnnya.
Produk yang bagus ini sangat sayang ketika tidak dioptimalkan oleh anak-anak muda ketika mereka justru memilih baju impor bekas. Selama ini para brand lokal selalu berupaya memberikan produk terbaiknya, termasuk dengan melakukan kolaborasi dengan para desainer terbaik.
"Jadi memang tantangannya adalah dengan meningkatakan kualitas material, konten, hingga kolaborasi seperti yang kami lakukan dengan Danjyo Hiyoji," kata Hendri.
Lewat kolaborasi ini, 3Second coba menghasilkan karya lebih bermutu sehingga konsumen puas dengan penggunaan produk lokal.
Baca Juga: E-Commerce Janji Patuh Aturan Thrifting Impor
Baca Juga: Terungkap! Ini Titik-Titik Rawan Masuknya Baju Bekas Impor Ilegal