Stockholm +50, Indonesia Harus Tunjukkan Upaya Perbaikan Lingkungan

Stockhol digelar pada 2-3 Juni 2022

Bandung, IDN Times - Peran Indonesia untuk membawa isu perubahan iklim dan pemulihan hubungan manusia dengan planet bumi di perhelatan Stockholm +50 diprediksi bakal jadi perhatian. Kondisi itu tak lepas dari status Indonesia dengan kepemimpinannya di G20 tahun ini.

Perhelatan Stockholm +50 yang akan digelar tanggal 2-3 Juni mendatang akan membahas kelangsungan lingkungan hidup dunia setelah dihantam pandemik. Dua tahun pandemi telah memukul pencapaian pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), karena adanya peningkatan kemiskinan, pola konsumsi yang tidak sustainable, serta eksploitasi sumber daya alam.

Apa yang sudah dan harus dilakukan Indonesia untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik?

1. Pembangunan Indonesia harus mempertimbangkan faktor lingkungan hidup

Stockholm +50, Indonesia Harus Tunjukkan Upaya Perbaikan LingkunganIlustrasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Dosen Departemen SKPM IPB University Soeryo Adiwobowo menjelaskan, untuk memulihkan dan menumbuhkan kembali relasi positif dengan alam, diperlukan perubahan radikal pada tatanan kehidupan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dengan konsumsi sebagai mesin pertumbuhan.

“Selain itu juga perlu perubahan paradigma ilmu pengetahuan sehingga muncul fondasi teoritik baru yang mampu menganalisis kompleksitas relasi sosial, ekonomi, dan politik di mana perubahan lingkungan terkandung di dalamnya,” kata Soeryo Adiwibowo, dalam webinar Stockholm+50: a healthy planet for the prosperity of all - What are Indonesia’s lessons learned? pada Kamis (17/3/2022).

Pemulihan dan regenerasi hubungan manusia dengan alam untuk Indonesia dapat dilakukan dengan cara menyelenggarakan pendidikan green transformational leadership di kalangan remaja dan pemuda desa yang disesuaikan dengan situasi sosial ekologi setempat.

Selain itu, pertumbuhan peserta Program Kampung Iklim (ProKlim) harus diakselerasi. Saat ini telah terbentuk  lebih dari 3.000 Kampung Iklim di Indonesia dengan target tahun 2024 sebanyak 20.000 Kampung Iklim.

2. Pemulihan pascapandemik harus lebih baik dari kondisi sebelumnya

Stockholm +50, Indonesia Harus Tunjukkan Upaya Perbaikan LingkunganIlustrasi - Warga berdiri di dekat maneken yang dipasangkan masker di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (28/2/2020). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Sementara itu Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Alin Halimatussadiah mengatakan, untuk memperbaiki lingkungan sekaligus ekonomi nasional, sangat penting bagi Indonesia untuk menerapkan pemulihan berkelanjutan alias sustainable recovery.

“Kita bisa memanfaatkan situasi krisis pandemi ini untuk mem-forward menuju masa depan yang bukan lagi kembali ke situasi sebelumnya, tapi lebih baik dengan sustainable recovery,” kata dia.

Masalahnya, untuk menerapkan pemulihan berkelanjutan, Indonesia perlu mengukur berbagai hal seperti dampak apa saja yang mungkin diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan yang ada saat ini. Terlepas apakah kebijakan tersebut sudah mengarah pada ekonomi hijau atau masih berupa kebijakan konvensional.

Di samping itu, dengan melihat lebih jauh dampak negatif dari kebijakan business as usual, pemerintah dapat memitigasi kerugian di masa depan. “Mungkin benefitnya tidak terlihat, tapi kita ingin menghindari bencana di masa depan,” tutur Alin.

3. Kebijakan ekonomi Indonesia masih dinilai berdampak negatif pada alam

Stockholm +50, Indonesia Harus Tunjukkan Upaya Perbaikan LingkunganIlustrasi Pemandangan Alam Irian (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Alin, selama ini, khususnya saat pagebluk, kebijakan ekonomi yang diambil oleh Indonesia masih memberikan kontribusi negatif lebih banyak terhadap lingkungan, ketimbang memberikan dampak positif.

Karena itu, untuk benar-benar menerapkan green economy, Indonesia sangat perlu memerhatikan permasalahan global yang terjadi saat ini, yakni perubahan iklim.

“Dan yang harus kita lakukan saat ini adalah dekarbonisasi, yang aksinya berupa mitigasi dan adaptasi,” tegasnya.

Selain itu, Indonesia harus pula mempertimbangkan permasalahan yang terjadi di dalam negeri, yaitu berupa eksploitasi sumber daya alam dan penurunan kualitas lingkungan. Hal ini dapat diatasi dengan menerapkan ekonomi melingkar (circular economy) dan membuat safe guard yang kuat, khususnya untuk perbaikan permasalahan lingkungan.

4. Tidak cuma urusan ekonomi hijau, pertumbuhan sosial juga mesti didorong

Stockholm +50, Indonesia Harus Tunjukkan Upaya Perbaikan Lingkunganpexels.com/Lukas

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran Arief Anshory Yusuf menilai, di samping green economy, pemerintah juga harus mendorong pertumbuhan inklusif dari sisi sosial.

Artinya, untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan mampu bertahan lama, suatu negara harus terlebih dulu melakukan pemerataan sosial.

“Untuk kasus Indonesia, khususnya di daerah yang pendapatannya ditopang oleh sumber daya alam dia tinggi tapi fragile. Kadang tinggi, kadang rendah. Fragile itu agak berbahaya, tidak sustain,” ujar dia.

Menurut Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Normiasa Shimomura, pemerintah tidak bisa bergerak sendiri dalam mencapai lingkungan yang sehat dan ekonomi yang kuat.

“Dibutuhkan pendekatan masyarakat, atau lebih tepatnya pendekatan dunia untuk menangani dan akademisi menempati tempat penting dalam formula ini. Dengan cara itu tidak meninggalkan siapa pun,” kata dia.

5. Indonesia harus keluar dari business as usual

Stockholm +50, Indonesia Harus Tunjukkan Upaya Perbaikan LingkunganANTARA FOTO/Anis Efizudin

Setali tiga uang, Inspektur Jenderal Kementerian Luar Negeri Ibnu Wahyutomo mengatakan jika kolaborasi berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga think thank, dunia usaha, kalangan profesional, hingga akademisi berperan penting dalam mewujudkan lingkungan yang lebih sehat untuk masa depan masyarakat dunia, tidak cuma Indonesia.

“Kita harus keluar dari business as usual dan akademisi harus menjadi bagian advokasi, menuju perwujudan planet yang lebih hijau,” ujarnya.

Sementara itu, dalam sambutannya, Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Timor Leste dan ASEAN, Marina Berg mengapresiasi berbagai cara Indonesia untuk membantu mewujudkan lingkungan yang lebih hijau, salah satunya dengan penerbitan sukuk hijau atau green sukuk Syariah.

Meski begitu, untuk memperbaiki krisis lingkungan yang saat ini sudah banyak terjadi, Indonesia memerlukan lebih banyak lagi inovasi, yang memengaruhi perlambatan perubahan iklim, mengurangi pencemaran lingkungan, hingga menjaga ekosistem yang ada.

“Ini adalah perkembangan yang luar biasa, namun dengan triliunan dolar yang dipertaruhkan di Indonesia saja, diperlukan lebih banyak inovasi,” ujar Marina.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Indonesia Punya Modal Kuat untuk Green Economy

Baca Juga: Bappenas Sebut Prinsip SDGs Sejalan dengan UUD 45

Baca Juga: Selain Stockholm, 5 Kota di Swedia Ini Wajib Masuk Bucket List Kamu

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya