Nasib SPBU di Sukabumi Usai Curangi Takaran BBM

Kota Sukabumi, IDN Times - Menteri Perdagangan (Mendag) RI Budi Santoso bersama Direktur Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin melakukan penyegelan terhadap sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Sukabumi, Rabu (19/2/2025).
Tindakan ini dilakukan setelah ditemukan dugaan kecurangan takaran BBM yang merugikan konsumen.
Berdasarkan pantauan di lokasi, SPBU 34.43111 yang berlokasi di Jalan Baros, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, tampak tidak beroperasi. Empat dispenser di SPBU tersebut telah dipasangi garis polisi (police line).
Mendag Budi Santoso mengatakan bahwa kecurangan ini terungkap dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh Bareskrim Polri, Kemendag, dan Pemda Kota Sukabumi.
"Kami menemukan adanya kecurangan yang merugikan masyarakat, dan ini harus ditindak tegas," ujarnya kepada awak media.
1. Modus kecurangan dan dampak bagi konsumen
Budi menjelaskan bahwa kecurangan dilakukan dengan memasang Printed Circuit Board (PCB) pada dispenser BBM.
"PCB ini merupakan rangkaian elektronik yang mengurangi takaran BBM. Setiap 20 liter BBM yang seharusnya diterima konsumen, berkurang sekitar 600 ml atau sekitar 3 persen," ungkap Budi.
Akibat dari praktik ini, masyarakat mengalami kerugian besar. Menurut perkiraan, total kerugian konsumen akibat kecurangan ini mencapai Rp1,4 miliar per tahun. Selain merugikan konsumen, praktik ini juga melanggar Undang-Undang Metrologi Legal dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dapat dikenakan sanksi pidana maupun denda.
Budi menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir pelanggaran seperti ini. "Kami mengimbau para pengusaha SPBU untuk berbisnis secara jujur dan mematuhi aturan niaga. Jika masih ada yang melanggar, kami akan bertindak tegas," katanya.
2. Penyelidikan Bareskrim Polri
Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, mengungkapkan bahwa penyelidikan terhadap SPBU ini telah dilakukan sejak 29 Januari 2025. Setelah mengumpulkan cukup bukti, kasus ini akhirnya naik ke tahap penyidikan.
Dalam penyelidikan, polisi menemukan bahwa Direktur PT PBM, Rudi, diduga menjadi otak di balik kecurangan ini.
"Ini baru awal, kami akan mengembangkan kasus ini lebih lanjut untuk mengetahui siapa saja yang terlibat atau ikut menikmati hasil kecurangan ini," ujar Nunung.
Dia juga menjelaskan bahwa SPBU tersebut telah beroperasi sejak tahun 2005 dengan berbagai jenis BBM, termasuk Bio Solar, Pertalite, dan Pertamax. Dugaan kecurangan dilakukan dengan memasang alat tambahan berupa PCB yang disembunyikan di antara kompartemen pompa dan alat ukur BBM.
3. Sanksi hukum yang membayangi
Meskipun ditemukan kecurangan, pemerintah memastikan bahwa operasional SPBU ini akan tetap berjalan setelah proses penyidikan selesai. Nantinya, pengelolaan SPBU akan berada di bawah kewenangan PT Pertamina Patra Niaga untuk memastikan layanan kepada masyarakat tetap berjalan.
Dalam kasus ini, polisi telah memeriksa empat saksi, termasuk satu saksi ahli metrologi dan tiga orang dari manajemen SPBU, yaitu kepala shift dan operator.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 27 jo Pasal 32 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta.
"Kerugian masyarakat mencapai Rp1,4 miliar, dan tidak menutup kemungkinan kami akan menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ujar Nunung.