Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kelalaian Memasukkan PDSS yang Berujung pada Masa Depan Siswa

SMKN 1 Pontianak lalai isi PDSS siswa. (IDN Times/Teri).

Bandung, IDN Times - Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) menjadi polemik akibat kelalaian pihak sekolah yang telat memasukkan data siswa. Hal ini membuat para siswa tersebut dipastikan tidak bisa ikut dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN).

Ketika penutupan memasukkan data pada 31 Januari 2025, di Jawa Barat terdapat 108 sekolah yang gagal menyelesaikan kewajiban pengisian PDSS. Kelalaian tersebut membut banyak siswa yang dianggap laik (eligibel) akhirnya tidak mendapat kesempatan ikut SNBP.

Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan Jabar Awan Suparwana mengatakan, ketika penutupan jadwal pengisian PDSS baru diketahui ada 108 sekolah menengah atas (SMA/SMAK-sederajat) yang kemudian datanya tidak masuk. Karena banyak yang gagal, kementerian pendidikan lantas memperpanjang jadwal pengisian.

"Untuk SMA Negeri ini kita masih ada tiga sekolah yang tidak bisa diperbaiki karena tahapan mereka terlalu jauh dari kata selesai. Jadi itu tidak bisa diselematkan (ikut SNBP)," kata Awan kepada IDN Times, Rabu (12/2/2025).

Dari tiga sekolah itu ada ratusan siswa yang harus mengubur mimpinya bisa masuk ke kampus negeri lewat SNBP. Mereka nantinya hanya bisa ikut pada tes tertulis yang digelar serentak atau tes mandiri yang diselenggarakan masing-masing perguruan tinggi.

Dengan adanya tiga sekolah negeri yang gagal mengisikan data, Disdik Jabar telah melakukan koordinasi bersama pihak sekolah berkaitan untuk mencari jalan terbaik agar para siswa punya peluang masuk kampus negeri. Salah satunya dengan memberikan pengayaan atau les tambahan pada mereka yang eligible dan seharusnya layak ikut SNBP.

Harapannya para siswa ini memiliki peluang lebih besar agar bisa masuk ke kampus negeri pilihan mereka melalui tes tertulis yang bakal diadakan pada waktu berbeda dari SNBP.

"Jadi ini seperti kompensasi untuk siswa dari sekolah. Skemanya nanti sekolah yang atur baik anggarannya atau lainnya," kata Awan.

1. Harus ada perbaikan cara kerja di sekolah

Ilustrasi siswa demo terkait SNBP (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dengan kasus ini, Awan menyebut harus ada perbaikan pada sistem sekolah khususnya yang berkaitan dengan pendataan siswa. Selama ini setiap sekolah mayoritas hanya punya satu orang yang diwajibkan memasukkan data siswa pada sistem tersebut. Kondisi ini dianggap tidak laik terlebih ketika ada keperluan seperti SNBP.

Seharusnya ketika ada persiapan SNBP atau lainnya yang mengharuskan data siswa masuk pada sebuah aplikasi atau bank data tertentu dalam kurun waktu yang ditentukan, sekolah bisa memiliki tim yang isinya lebih dari dua orang. Harapannya, tidak ada lagi keterlambatan petugas memasukkan data.

"Ke depan harus ada perbaikan karena kalau seperti sekarang tim input (memasukkan) data hanya satu orang potensi kegagalannya besar, makanya harus ada tim tidak tertumpu pada satu orang," kata dia.

Ketika petugas yang bertanggung jawab hanya satu orang, bisa saja petugas itu lupa atau mengalami sakit sehingga tidak bisa bekerja dalam kurun waktu yang diharuskan memasukkan data. Mekansime ini yang wajib dibenahi agar kejadian seperti sekarang tak terulang.

2. Yang lalai bisa disanksi

Siswa SMKN 1 Pontianak gagal ikut SNBP 2025. (IDN Times/Teri).

Analis Kebijakan Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan prihatin dengan kejadian ini. Di tengah kecanggihan internet dan kemudahan pencarian informasi termasuk pada saat memasukkan data siswa pada PDSS, masih ada sekolah yang terlambat.

Jika memang kelalaian ini karena ada operator yang bekerja tidak benar, maka seharusnya ada sanksi diberikan kepada mereka. Musababnya, kelalaian ini bisa berdampak pada masa depan siswa untuk menimba ilmu di perguruan tinggi yang diharapkan.

"Kalau memang ini lalai jelas harus ada sanksi sesuai aturan karena ini sangat merugikan," ungkap Cecep.

Di sisi lain, karena pendidikan adalah hak konstitusional untuk seseorang seharusnya para siswa, orang tua, dan sekolah, bisa mengajukan kembali agar data siswa eligible bisa tetap masuk ke dalam PDSS apapun caranya. Sehingga mereka tetap berkesempatan untuk ikut SNBP bahkan lolos ke kampus impian.

Hak ini mirip dengan pemilihan di mana warga yang belum terdaftar pada tempat pemungutan suara (TPS) atau terdaftar sebagai pemilih tetap bisa memberikan suaranya dengan syara tertentu.

Cara seperti ini juga seharusnya bisa dilakukan pada SNBP bagi siswa berprestasi. Asalkan, waktu yang diberikan memang cukup sesuai dengan kesiapan kementerian atau kampus untuk memilih siswa-siswa yang memang eligible.

"Panitia harus legowo untuk membuka kembali (pendataan)," paparnya.

3. Orang tua masih hara-harap cemas

DPRD Provinsi Sumut menggelar Rapat Dengar Pendapat atau RDP terkait SNBP (Dok. Istimewa)

Sementara itu, salah satu orang tua siswa SMA 1 Cileunyi yang datanya sempat tidak terdaftarkan, AD, mengatakan bahwa dia awalnya mendapatkan kabar ini dari salah satu teman anaknya. Siswa tersebut melihat laman yang menyebut bahwa data SMA 1 Cileunyi belum masuk finalisasi sehingga tidak akan bisa ikut dalam seleksi SNBP.

Mendapat kabar ini, sejumlah orang tua siswa melakukan kondosolidasi dan mendatangi sekolah untuk meminta penjelasan lebih detail. Dari pihak sekolah pun mengakui kesalahan karena telat memasukkan seluruh data siswa karena ada siswa eligible yang belum lengkap ketika waktu memasukkan data sudah habis.

"Saya bilang ke sekolah bahwa ini bukan masalah kecil karena menyangkut masa depan siswa. Kita orang tua menyiapkan anak selama tiga tahun di pendidikan agar punya kesempatan ikut seleksi prestasi ke kampus malah jadi gini," kata AD kepada IDN Times.

Setelah negosiasi ke banyak pihak, akhirnya ada perpanjangan memasukkan data PDSS sehingga seluruh siswa SMA 1 Cileunyi yang memang eligible bisa masuk data kementerian untuk selesik SNBP. Meski demikian, AD masih harap-harap cemas karena data anaknya telat masuk, takutnya data tersebut tidak terlihat oleh kampus sehingga tersingkirkan begitu saja.

Dia berharap ke depannya pihak sekolah bisa lebih sigap dalam menjalankan tugasnya dan tidak lalai untuk memasukkan data dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan masa depan siswa ke perguruan tinggi. Sekolah pun harus memperhatikan tenaga kerja yang berada di desk tersebut agar kejadian ini tidak terulang.

"Kalau siswa yang eligible ini banyak kan harusnya sekolah juga tahu berapa staf yang bisa dipekerjakan. Pemerintah ini sudah benar menyiapkan fasilitas agar bisa digunakan sekolah," ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debbie sutrisno
EditorDebbie sutrisno
Follow Us