Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Keamanan Nasional atau Kebebasan Sipil, Bagaimana Sikap Pemerintah?

Ilustrasi orang sedang bermain pc (freepik.com)

Bandung, IDN Times - Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (DHI FISIP UI) baru saja menggelar seminar dengan judul Mencari Titik Tengah Demokrasi: Antara Keamanan Nasional dan Kebebasan Sipil pada Jumat, (30/5/2024). Kegiatan ini dianggap penting karena membahas terkait kebebasan sipil.

Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 13.30 WIB di Auditorium Ilmu Komunikasi ini, dibuka oleh Ketua Departmen Hubungan Internasional FISIP UI, Asra Virgianita. Seminar digelar sengaja untuk merespons laporan Amnesty belakangan ini, yang menyoroti isu pembelian dan penggunaan alat sadap (spyware) oleh pemerintah Indonesia. Bahkan, kabarnya, perangkat itu didatangkan dari Israel.

Dalam lamporan Amnesty tersebut disebutkan bahwa penggunaan spyware tersebut merupakan suatu Tindakan represi atas kebebasan sipil. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya pelanggaran supremasi hukum Indonesia terutama perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

Bagaimana intisari dari pembahasan di seminar itu?

1. Menyoroti prediksi ancaman siber tahun 2024

ilustrasi keamanan siber (unsplash.com/ FlyD)

Isu spyware dalam konteks keamanan nasional dan kebebasan sipil saat ini dinilai relevan di tengah masyarakat. Masyarakat diharapkan mampu melihat isu ini dari berbagai perspektif untuk mendapatkan pemahaman yang berimbang.

Meskipun ada pandangan yang menganggap spyware merugikan hak-hak sipil, penting untuk mempertimbangkan juga sisi keamanan nasional yang mungkin memiliki posisi tersendiri ketika dikaitkan dengan keberadaan teknologi tersebut.

Sulistyo, Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintahan dan Pembangunan Manusia BSSN RI, yang bergabung secara online, memaparkan tentang pentingnya perlindungan data sebagai isu nasional.

Ia menjelaskan dinamika perlindungan data dan kebijakan lokalisasi data yang sebaiknya diterapkan di Indonesia.

“Yang harus disoroti adalah prediksi ancaman siber di tahun 2024, termasuk ancaman ransomware, serta perlunya regulasi yang lebih kuat dan kesadaran institusi dalam mematuhi rekomendasi pihak berwenang untuk mencegah kebocoran data,” kata Sulistyo, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Sabtu (1/6/2024).

2. Tiga bentuk ancaman terhadap data

internet

Sulistyo menambahkan bahwa ancaman terhadap data dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk utama. Pertama, ancaman “data dicari" yang dilakukan oleh individu.

Ancaman ini terjadi ketika individu tanpa sengaja memasukkan data pribadi mereka ke media sosial, yang kemudian memudahkan data tersebut ditemukan atau bahkan disalahgunakan oleh pihak lain.

Misalnya, seseorang mungkin memposting NIK pada KTP atau tanggal lahirnya di media sosial, dan dengan menggunakan kata kunci yang sederhana, pihak lain dapat mencari dan mengakses data pribadi tersebut.

Kedua, ancaman "data diberi" yang berasal dari platform yang dikembangkan oleh perusahaan atau developer aplikasi. Aplikasi ini sering kali memiliki kemampuan untuk melacak aktivitas historis pengguna dalam kehidupan sehari-hari.

Data yang diberikan oleh pengguna kepada aplikasi ini bisa digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk pemasaran dan analisis.

“Dan yang ketiga ialah ancaman "data dicuri" yang dilakukan oleh cyber criminal, di mana targetnya adalah orang-orang yang memiliki nilai strategis,” kata Sulistyo.

Dalam konteks ini, spyware atau penyadapan berada di posisi yang berkaitan dengan pencurian data yang pada dasarnya potensi penyalahgunaannya sangatlah kecil.

3. Sepakat bahwa harus ada transparansi dalam penyadapan

Https://pixabay.com

Hadir sebagai pembicara lainnya adalah Brigjen I Made Astawa, Wakil Kepala Densus 88 AT Polri; Herik Kurniawan, Pemimpin Redaksi GTV sekaligus Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

Tak hanya itu, ada pula Mabda Haerunnisa Fajrilla Sidiq, peneliti di The Habibie Center; A. J. Simon Runturambi, Ketua Program Studi Kajian Ketahanan Nasional SKSG UI; hingga Ali Abdullah Wibisono, dosen Keamanan Internasional, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI.

Seminar ini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana menemukan keseimbangan antara keamanan nasional dan kebebasan sipil di era digital.

Seluruh pembicara menekankan penyadapan harus melalui proses yang transparan dan akuntabel. Keputusan untuk melakukan penyadapan harus merupakan ethical decision, mempertimbangkan tujuan, ancaman yang ditimbulkan, dan kewenangan lembaga yang mengambil keputusan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Galih Persiana
EditorGalih Persiana
Follow Us