Perusakan Situs Matangaji, DPRD Panggil Pemerintah hingga Pengusaha

Perusak situs bertanggung jawab memperbaiki

Cirebon, IDN Times - Kasus perusakan situs petilasan Matangaji berbuntut panjang. Anggota DPRD Kota Cirebon berencana memanggil pihak terkait untuk mencari titik temu penyelesaian masalah kondisi situs yang sudah rata dengan tanah. Rencana itu mencuat setelah mereka meninjau lokasi situs petilasan.

Pimpinan DPRD pun mengeluhkan rusaknya situs petilasan sosok Sultan Keraton Kasepuhan V, Sultan Muhammad Shafiudin. Rencananya pemanggilan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas situs keramat tersebut akan dilakukan pada Senin (24/2) di gedung DPRD Kota Cirebon.

1. DPRD prihatin situs sejarah rusak di tangan pengembang

Perusakan Situs Matangaji, DPRD Panggil Pemerintah hingga PengusahaBongkahan bata merah bangunan Situs Matangaji mirip dengan dinding gapura Keraton Kasepuhan. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon, dr. Tresnawaty mengaku prihatin dengan kerusakan situs akibat dampak proyek pengerjaan pembangunan di Kampung Melangse, Kelurahan Karya Mulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.

Atas dasar itu, DPRD memanggil pihak terkait, seperti pengembang, pengelola situs, Keraton Kasepuhan dan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata untuk mencari titik temu penyelesaian agar situs bisa diperbaiki.

"Saya prihatin. Karena situs ini bagian dari (perjalanan) sejarah Cirebon. Kalau saya lihat tadi, kondisinya sudah tertimbun dengan tanah dan harus segera diperbaiki," ujarnya usai meninjau ke lokasi situs, Jumat (21/2).

2. Harusnya resmi tercatat situs cagar budaya

Perusakan Situs Matangaji, DPRD Panggil Pemerintah hingga PengusahaKawasan sumur situs Matangaji di Kota Cirebon sebelum rusak parah tertimbun tanah. (Istimewa)

Tresna menjelaskan, permasalahan yang terjadi tercatat oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata yang menyebutkan bahwa Situs Matangaji tidak terdaftar sebagai bangunan cagar budaya. Hanya saja, dari daftar Keraton Kasepuhan, situs tersebut tergolong bangunan yang sudah berusia lebih dari 200 tahun.

Dengan kata lain, usia dua abad sejatinya sudah termasuk bangunan bersejarah yang patut dilestarikan. Menurutnya, pihak dinas seharusnya sudah mendata situs-situs bersejarah di Kota Cirebon untuk didaftarkan ke Balai Cagar Budaya Serang. Sebab, di kota sejarah ini banyak sekali bangunan bersejarah warisan budaya leluhur.

“Situs ini seharusnya sudah resmi dan diakui oleh pemerintah dan harus dilestarikan. Anggap saja sudah rusak. Ini menjadi pelajaran bagi semua. Kalau bisa diperbaiki ya diperbaiki," katanya.

3. Sultan Kasepuhan sesalkan pernyataan pemerintah daerah

Perusakan Situs Matangaji, DPRD Panggil Pemerintah hingga PengusahaSultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan PRA Arief Natadiningrat. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Sementara itu, Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan PRA Arief Natadiningrat menyesalkan terjadinya kerusakan pada salah situs petilasan milik keraton oleh pihak tak bertanggung jawab. Dia pun mengaku miris dengan sikap pemerintah daerah yang tak peduli dengan keberadaan situs bersejarah di Cirebon.

Arief mengaku kaget setelah tahu bahwa Situs Matangaji tidak tercatat pemerintah sebagai cagar budaya. Sedangkan Keraton Kasepuhan dari dulu sudah mendata situs-situs yang berusia ratusan tahun lebih. Menurutnya, masalah demikian itu kelemahan dari pemerintah daerah yang tak memperhatikan jejak-jejak sumber primer sejarah.

"Ini juga menjadi pelajaran bagi daerah lain. Tentu sangat miris ketika pemerintah daerah tidak peduli dengan petilasan dan situs bersejarah. Kami berharap ada lokalisir pendataan, agar pembangunan tidak mengganggu situs," ujarnya.

4. Jejak Sultan Matangaji di balik situs yang tertimbun tanah proyek

Perusakan Situs Matangaji, DPRD Panggil Pemerintah hingga PengusahaLokasi situs Matangaji sudah tertimbun material tanah urugan. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Untuk diketahui, situs itu merupakan tempat meditasi Sultan Shafiudin yang merupakan Sultan ke V dari Kesultanan Kasepuhan Cirebon pada kurun waktu 1753-1773. Dikisahkan, Sultan Shafiudin dikenal sebagai sosok yang matang dalam mengaji ilmu agama dan menyiarkannya kepada masyarakat Caruban (Cirebon). Sehingga oleh masyarakat, sang sultan disebut sebagai Sultan Matangaji.

Arief menjelaskan, di Cirebon terdapat banyak situs budaya. Sehingga, dia berharap kepada pengembang dan semua pihak yang berkepentingan berhati-hati jika hendak menggarap proyek bangunan. Terutama memperhatikan kondisi lahan dan lingkungan sekitar apakah ada situs atau tidak.

"Undang-undang cagar budaya yang baru itu membolehkan situs untuk dimanfaatkan dan dilestarikan. Pembangunan tidak dilarang, asalkan tidak merusak cagar budaya," tutup Sultan.

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya