TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Harga Telur Terus Naik, Distributor: Permintaan Turun Drastis

Pelanggan memilih menunggu harga turun

Telur ayam yang dijual di pasar (IDN Times/Holy Kartika)

Cirebon, IDN Times - Harga telur ayam ras di sejumlah pasar tradisional terus mengalami kenaikan. Kondisi ini dikeluhkan sejumlah distributor. Sebab, kenaikan harga telur secara drastis ini tertinggi dalam sejarah. Terpantau, harga telur di tingkat warung pengecer bisa tembus hingga Rp33 ribu per kilogram.

Kenaikan signifikan harga telur merata di semua daerah. Kondisi ini pun dikeluhkan distributor telur di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Tingginya harga telur berdampak terhadap menurunnya permintaan pasar. Sebab, tidak sedikit pelanggan yang memilih mengurangi jumlah pesanan. 

1. Kenaikan mulai dirasakan tiga bulan terakhir

Ilustrasi telur ayam. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Distributor telur ayam asal Desa Kejuden, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Syahri Romdhon mengeluhkan, kondisi kenaikan telur ayam ras yang terjadi secara drastis ini. Kenaikan ini mulai dirasakan selama tiga bulan terakhir.

Dia mengatakan, sebelum tiga bulan terakhir, harga telur ayam masih berkisar Rp25 ribu per kilogram untuk dikirim ke warung-warung pengecer. Sekarang, harga telur ayam sudah tembus harga Rp30 ribu per kilogram.

"Sebelum tiga bulan lalu, harga eceran ke pelanggan warung paling mahal Rp25 ribu per kilogram. Tapi sekarang saya jual ke pelanggan tetap saya Rp30 ribu. Kalau harga di level warung untuk dijual ke masyarakat, sekarang sudah Rp33 ribu," ujarnya kepada IDN Times, Senin (22/8/2022).

2. Diduga akibat permintaan bansos tinggi dan populasi ayam menurun

Ilustrasi Pengiriman Telur Ayam. (IDN Times/Sunariyah)

Syahri menduga, kenaikan harga telur itu disebabkan karena dua faktor. Pertama, permintaan terus meningkat untuk kebutuhan penyaluran bansos Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Bantuan non tunai dari pemerintah untuk masyarakat miskin itu disalurkan pada pertengahan Agustus ini.

Faktor kedua, menurut Syahri, kenaikan harga telur disebabkan di level peternak mengalami penurunan populasi ayam karena sudah masa afkir. Kondisi itu membuat produksi telur semakin menurun.

"Kenaikan harga kemungkinan ada dua penyebabnya. Pertama penyerapan besar-besaran untuk bansos. Kedua, terjadi afkir besar-besaran ayam. Stok telur berkurang, tapi penyerapan bansos sedang tinggi-tingginya," terang Syahri.

3. Pelanggan memilih menunggu harga turun

Ilustrasi Pengiriman Telur Ayam. (IDN Times/Sunariyah)

Syahri mengaku kaget dengan kenaikan harga ayam secara drastis tersebut. Menurutnya, pelanggan belum menerima sepenuhnya dengan lonjakan harga tersebut. Sehingga, kondisi itu berimbas pada penurunan permintaan setiap harinya.

Ia mencontohkan, seorang pelanggannya biasa memesan 10 ikat setiap harinya. Per ikat berisi 15 kilogram telur. Namun, setelah harga telur terus merangkak naik, pelanggan tersebut bisa mengurangi pesanan sampai setengahnya.

Syahri menyebutkan, jumlah permintaan dari pelanggan semakin menurun. Setiap hari biasanya jumlah telur yang terjual bisa mencapai 1 hingga 1,5 ton. Tetapi dengan kondisi harga yang tak kunjung turun, telur yang terjual dari gudang hanya 5 hingga 7 kwintal saja.

"Kemungkinan naik atau tidak, masih belum tahu. Karena melihat permintaan masih tinggi. Jelas, kondisi ini dikeluhkan distributor. Karena pelanggan banyak juga yang memilih menunggu harga turun dulu," kata Syahri.

Berita Terkini Lainnya