TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tuntutan 7,5 Tahun Penjara untuk Bupati Neneng Dinilai Terlalu Berat

Ada juga pasal yang dinilai tidak relevan

IDN Times/Galih Persiana

Bandung, IDN Times – Bekas Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin baru saja mengikuti sidang tuntutan atas kasus suap proyek Meikarta di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (8/5). Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntutnya 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.

Menurut salah satu pengacara Neneng, Luhut Sagala, tuntutan itu terlampau berat. Ada beberapa alasan yang Luhut yakini menjadi pertimbangan hakim untuk menekan tuntutan tersebut seringan mungkin.

Apa saja pembelaan yang akan diutarakan tim pengacara Neneng di sidang pembelaan pekan depan?

1. Pertimbangan kesehatan Neneng

IDN Times/Galih Persiana

Hukuman 7,5 tahun penjara, bagi Luhut tidak layak diberikan kepada Neneng Hassanah yang baru saja menjalani persalinan. Tak hanya itu, Luhut pun meminta hakim melihat kembali bahwa Neneng sangat kooperatif selama menjalani persidangan.

Atas alasan itu, Luhut berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan matang-matang tuntutan KPK. “Kalau 7 tahun 6 bulan bagi Bu Neneng sendiri, bagi ibu yang baru melahirkan itu cukup berat. Harapan kami majelis mempertimbangkan kejujuran bu Neneng dalam perkara ini,” tutur Luhut, setelah persidangan usai.

Beberapa pekan lalu, Neneng Hassanah memang baru saja melahirkan anak perempuan. Atas kondisi itu, persidangan Kasus Suap Meikarta sempat mengalami penundaan kurang lebih selama tiga pekan.

2. Neneng jujur sejak penyidikan

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Sikap kooperatif Neneng, kata Luhut, tak hanya ditunjukan selama ia menjalani persidangan. Jauh-jauh hari sebelum itu, tepatnya waktu disidik oleh KPK, Neneng selalu berbicara apa adanya.

“Kita harus melihat bahwa bu Neneng selama persidangan, bahkan mulai dari penyidikan sudah sangat jujur. Seharusnya itu menjadi pertimbangan jaksa penuntut umum dalam menuntut,” katanya.

3. Tanpa kejujuran Neneng, suap Rp10 miliar tak akan terungkap

IDN Times/Galih Persiana

Luhut mengklaim bahwa KPK mampu mengungkap adanya aliran suap Rp10 miliar terkait Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) karena sikap kooperatif Neneng. Artinya, jika Neneng menutup-tutupi aliran uang tersebut, maka indikasi suap IPPT tak akan terungkap di persidangan.

“Karena suap Rp10 miliar terkait IPPT (Izin Peruntukan Penggunaan Tanah) kalau bu Neneng tidak jujur, penyidik tidak tahu. Karena yang diketahui penyidik itu hanya suap yang terkait RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)," ujar dia.

4. Bukan pasal 12 huruf B, tetapi Pasal 11

Ilustrasi hukum (Pixabay)

Tak hanya itu, Luhut juga menilai bahwa landasan hukum yang dijatuhkan pada Neneng, yakni Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, tidak. Bagi Luhut, seharusnya KPK memberi landasan hukum Pasal 11 undang-undang yang sama, sesuai dengan tindak-tanduk Neneng dalam kasus suap proyek Meikarta.

"Karena kalau pasal 12 B terdakwa dianggap melakukan sesuatu yang bertentangan kewajibannya, sementara bu Neneng menandatangani IPPT itu memang kewajiban Bupati. Jadi kalau di atas 10 hektare kewenangan ada di Bupati. Jadi ketentuan mana yang dilanggar? Kalau jaksa bilang terbukti tidak sesuai prosedur, buktinya apa?” tuturnya.

Berita Terkini Lainnya