TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Guru Honorer Laporkan Pemkot Bandung ke Ombudsman

Belasan ribu guru honorer khawatir tak dapat tunjangan.

www.google.com

Bandung, IDN Times – Sejumlah guru honorer di Kota Bandung melaporkan Pemerintah Kota Bandung ke Ombudsman RI di Jawa Barat pada Senin (20/5) petang. Mereka menilai ada maladministrasi dalam proses pemberian honorarium bagi sejumlah guru honorer.

Rombongan tersebut berasal dari beberapa kelompok pengajar, dan menamakan diri sebagai Koalisi Guru dan Tenaga Administrasi Sekolah Honorer Kota Bandung.

Mereka terdiri dari Forum Komunikasi Guru Honorer (FKGHI) Kota Bandung, Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Kota Bandung, Asosiasi Guru Honorer Indonesia (AGHI), dan Forum Honorer Tenaga Administrasi Sekolah (FHTAS) Kota Bandung.

Apa saja yang mereka laporkan pada Ombudsman?

1. Belasan ribu guru honorer terancam tak dapat tunjangan

IDN Times/Galih Persiana

Menurut Ketua FAGI Kota Bandung Iwan Hermawan, saat ini terdapat 11.286 guru honorer di Kota Bandung yang tengah harap-harap cemas. Mereka khawatir jika Tunjangan Tambahan Penghasilan (Tamsil) yang diterima seperti tahun lalu, tidak cair di tahun ini.

Dugaan tersebut tak lepas dari bertabrakannya Peraturan Daerah (Perda) 2 tahun 2018 yang menyatakan jika guru honorer penerima Tamsil di antaranya harus memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kerja (NUPTK).

Sementara itu, baru-baru ini legislatif meresmikan Peraturan Wali Kota (Perwal) nomor 14 Tahun 2019 yang mengatur ruang yang sama, yakni Tamsil bagu guru honorer. Dalam Perwal tersebut, tidak disebutkan adanya keharusan bagi seorang guru honorer memiliki NUPTK.

“Dalam keadaan seperti itu, kami takutkan ada honorer yang memiliki NUPK, justru tidak mendapat honorarium tahun ini,” kata Iwan, kepada wartawan usai memberi laporan pada Ombudsman RI Kota Bandung, Jalan Kebon Waru Utara, Kota Bandung, Senin (20/5).

2. Guru bersertifikasi tak dapat honorarium

Merdeka.com

Tak hanya itu yang kelompok guru honorer kritisi dengan adanya Perwal tersebut. Mereka pun menemukan adanya larangan bagi guru honorer bersertifikasi mendapatkan honorarium dari Pemkot Bandung.

“Sedangkan yang belum bersertifikasi justru mendapat (honorarium),” ujarnya.

3. Penyusunan Perwal diduga tak berasal dari aspirasi guru honorer

Pikiran Merdeka

Iwan menjelaskan, Perwal tersebut sarat ketimpangan. Bahkan, ia menyebut bahwa Perwal tidak sesuai dengan amanat undang-undang, yang mana harus diterbitkan dengan berbagai kajian strategis.

"Setiap profesi nyaris tidak diajak konsultasi saat Raperwal (Rapat Peraturan Wali Kota). Setelah Perwal jadi pun tidak ada uji publik,” tuturnya.

Berita Terkini Lainnya