TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Yuk, Bantu Tenaga Medis dengan Patuhi Protokol Kesehatan!

Tega kalian melihat tenaga medis meninggal dunia

Ilustrasi petugas medis (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Bandung, IDN Times - Banyaknya tenaga medis yang meninggal dunia karena terpapar COVID-19 di saat mereka bertugas sangat mengkhawatirkan. Mereka adalah garda terdepan dalam penanganan pasien positif COVID-19 yang menjalani perawatan di rumah sakit maupun tempat isolasi.

Hingga saat ini, sudah 100 lebih tenaga medis yang tumbang akibat terpapar virus corona. Angka tersebut bahkan bisa bertambah jika masyarakat masih saja abai menerapkan protokol kesehatan dalam aktivitas kesehariannya.

"Kalau masyarakat abai mereka juga yang kena (COVID-19). Terus saat dirawat itu oleh tenaga medis. Jumlah tenaga medis sedikit, sedangkan pasien terus bertambah, ini jelas akan berdampak pada mereka (tenaga medis) yang bertugas karena semakin banyak berhadapan dengan orang yang terpapar virus," ujar Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat Eka Mulyana saat dihubungi IDN Times, Selasa (15/9/2020).

Saat ini, IDI Jabar pun sudah memberikan arahan dalam bentuk surat kepada seluruh tenaga medis yang bekerja menangani pasien COVID-19. IDI berharap seluruh peralatan APD bisa digunakan dengan benar saat melayani pasien. Harapannya celah penularan virus kepada tenaga medis bisa dipersempit.

1. Tenaga medis sudah bekerja melebihi jam yang semestinya

Ilustrasi Tenaga Medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Menurut Eka, saat ini para tenaga medis yang menangani pasien COVID-19 di berbagai daerah sudah bekerja melebihi jamnya. Ketika hal tersebut dilakukan setiap hari jelas berbahaya pada kekebalan tubuh petugas.

Kondisi tersebut yang bisa membahayakan tenaga medis lebih mudah terpapar virus corona. Ketika tenaga medis ikut terpapar maka jumlah pekerja yang melayani pasien COVID-19 di sebuah rumah sakit atau fasilitas kesehatan pun jelas berkurang.

"Tenaga medis sekarang bukannya ingin diperhatikan yah. Tapi beban kerja bertambah padahal risiko lebih tinggi. Sehingga daya tahan medis juga turun, ada capeknya," kata Eka.

2. Waspadai penambahan ruang isolasi di rumah sakit dengan tingginya kasus baru COVID-19

Spesialis pengambil darah memeriksa tekanan darah pasien terinfeksi virus corona yang sembuh Monica Jacobs sebelum ia mendonasikan plasma convalescent di Pusat Donor Darah Central Seattle Barat Laut ditengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Seattle, Washington, Amerika Serikat, Rabu (2/9/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Lindsey Wasson)

IDI Jabar, lanjut Eka, meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat memantau perkembangan kasus COVID-19 dan ketersediaan tempat tidur di ruang isolasi. Jangan sampai ada penumpukan pasien di satu rumah sakit karena ini bisa membahayakan pasien lain juga tenaga medis yang bekerja.

"Karena kalau menumpuk ini bukan tidak mungkin akan menambah risiko penularan," kata dia.

Baca Juga: Jabar dan 8 Provinsi Ini Ditargetkan Turunkan COVID-19 dalam 2 Minggu

3. Keterisian kamar isolasi di RS se-Jabar baru 44 %

Ilustrasi Lorong Rumah Sakit (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat (Jabar) yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar, Ridwan Kamil mengatakan, tingkat keterisian rumah sakit rujukan COVID-19 di Jabar sekitar 44 persen. Namun, angka ini bisa bertambah seiring bertambahnya kasus terkonfirmasi positif di wilayah Bodebek (Kota Bogor, Bekasi, Depok, serta Kabupaten Bogor, dan Bekasi)

Gugus Tugas Jabar sedang mematangkan opsi rujukan pasien antarkabupaten/kota sehingga pasien COVID-19 dapat ditangani dengan cepat.

"Di Bodebek yang paling mengkhawatirkan (keterisian rumah sakit) adalah Kota Depok. Tapi di Kabupaten Bogor, kondisi masih sangat terkendali karena masih di bawah 40 persen (tingkat keterisian rumah sakit)," kata dia.

Baca Juga: Gawat! Seluruh Kecamatan di Kota Bandung Ada Kasus Positif Aktif COVID

Baca Juga: 23 Pegawai Kecamatan di Kota Bandung Positif Virus Corona

Berita Terkini Lainnya