TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mahasiswa ITB Buat Alat Pendeteksi Stres Melalui Urine

Alat ini dinamakan Depression Test

Ilustrasi depresi (IDN Times/Dwi Agustiar)

Bandung, IDN Times - Stres. Siapa yang tidak pernah merasakannya? Mungkin hampir setiap manusia pernah merasakan kondisi ini.

Stres adalah perubahan reaksi tubuh ketika menghadapi ancaman, tekanan, atau situasi yang baru. Ketika menghadapi stres, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin dan kortisol. Kondisi ini membuat detak jantung dan tekanan darah akan meningkat, pernapasan menjadi lebih cepat, serta otot menjadi tegang.

Melihat permasalahan stres yang dapat dialami setiap orang, mahasiswa ITB yang tergabung dalam kelompok Pekan Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta membuat sebuah alat deteksi dini sederhana gejala stres berdasarkan pemeriksaan urine yang diberi nama Depression Test. Kelompok ini diketuai oleh Maha Yudha Samawi (Biologi, 2019) dan beranggotakan Alifia Zahratul Ilmi (Teknik Biomedis, 2019) dan Gardin Muhammad Andika Saputra (Teknik Material, 2019).

Gardin menjelaskan, sederhananya orang yang mengalami stres pastinya akan mengalami perubahan konsentrasi pada beberapa zat dalam urine mereka.

“Jadi kami memanfaatkan fase ini. Karena senyawa-senyawanya mengalami perubahan karakter spesifik kalau sudah dikasih sinyal. Dari sana, kami bisa mendeteksi orang yang mengikuti percobaan ini sudah sampai tahap depresi atau belum,” kata Gardin dikutip dari laman itb.ac.id, Minggu (24/4/2022).

Inovasi ini bermula dari pengembangan tugas yang dikerjakan Yudha saat menjalani Tahap Persiapan Bersama di SITH ITB.

1. Pembuatan alat ini belum sempurna

unsplash

Proses pembuatan alat ini dimulai saat masa pandemik. Karena terdapat berbagai kendala yang menghadang pada masa pandemi, progres dari pembuatan alat ini tergolong lambat dan belum 100 persen selesai.

Gardin bercerita bahwa alat yang mereka ciptakan berkaitan dengan lomba, jadi banyak hal-hal tidak terduga yang terjadi.

“Tapi dari proses ini kita bisa belajar lebih jauh tentang ke depannya sampai rasanya habis presentasi itu kaya kami habis selesai sidang,” cerita Gardin.

2. Hadapi banyak kendala dalam pengerjaannya

(Ilustrasi gedung ITB) www.itb.ac.id

Berbagai kendala juga dihadapi oleh kelompok ini dalam proses perancangan alat yang mereka lakukan. Kendala utama yang mereka hadapi adalah transisi waktu yang mereka alami. Proposal untuk inovasi ini dibuat saat mereka masih TPB, namun alatnya baru bisa dibuat saat tahun kedua perkuliahan yang di mana waktu tersebut banyak diisi oleh kegiatan orientasi atau ospek jurusan. Selain itu, mereka juga merasa saat itu wawasan yang mereka miliki masih dasar.

Ditambah lagi, masa pandemik membuat kegiatan ini tak bisa dilakukan di laboratorium yang akhirnya menghambat proses pengambilan data dan analisis. Namun, bersyukurnya Gardin dan rekan satu tim berhasil berjuang dan berkoordinasi untuk mengatasi permasalahan ini ditengah kesibukan kuliah.

Hal penting yang harus dilakukan untuk melanjutkan penelitian ini adalah menyempatkan waktu untuk melakukan diskusi, menguatkan komitmen, mengatur skala prioritas, dan mengetahui sistem kerja di jurusan kuliah masing-masing untuk dapat mengatur waktu.

Selain itu, pembagian tugas yang efisien juga menjadi kunci sukses dari pengembangan alat ini. Pembagian tugas yang diterapkan di kelompok ini berdasarkan dari jurusan kuliah setiap anggotanya. Yudha bertugas untuk membuat planning dan mengatur urusan sumber daya. Gardin bertugas untuk urusan administrasi dan pembuatan laporan. Sementara Alifia dari Teknik Biomedis bertugas untuk membuat desain arduino, desain grafis, dan presentasi.

Baca Juga: Kuliah Umum di Unpad, Erick Thohir Ungkap Tantangan Digital Indonesia

Baca Juga: Lulus ITB di Usia 18 Tahun, Musa Izzanardi: Orang ITB Memang Aneh-Aneh

Baca Juga: Bahas Smart City, ITB Kumpulkan Pakar dan Praktisi

Berita Terkini Lainnya