Ketika Kemerdekaan Disabilitas Netra Direnggut Kebijakan Pemerintah
Mereka dipaksa keluar dari balai sosial Wyata Guna
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Indonesia akan memasuki perayaan kemerdekaan yang ke-74. Di tengah hingar bingar menjelang perayaan tersebut nyatanya sebagian warga masih merasakan penderitaan yang jauh dari kata merdeka.
Seperti yang dialami sejumlah penyandang disabilitas netra yang menghuni Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensori Netra (BRSPDSN) Wyata Guna di Kota Bandung. Puluhan penghuni balai ini 'dipaksa' untuk pindah dari tempat tinggal yang selama ini ditempati. Hal itu dampak dari kebijakan Kementerian Sosial melalui Permensos Nomor 18 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitas Sosial.
Berdasarkan peraturan ini lah, para penyandang disabilitas netra harus keluar dari panti yang kemudian diubah peruntukannya menjadi balai. Atas perubahan ini sedikitnya ada 66 penyandang disabilitas netra yang akan kehilangan hak untuk berada di Wyata Guna.
"Tadi saja kita sudah dikumpulkan dari jam delapan sampai jam sembilan pagi. Dan secara tidak langsung pihak balai mau mengusir kami," ujar salah satu penghuni panti, Rian, ketika disambangi di Balai Wyata Guna, Kamis (15/8).
1. Sudah diminta keluar sejak Juli
Rian mengatakan, kemerdekaannya mulai terenggut sejak 21 Juli di mana para penghuni panti ditelantarkan. Salah satu yang sangat terasa adalah jatah makan yang kemudian tidak diberi oleh pihak balai.
Menurut Rian, biasanya sebelum ada perubahan dari panti ke balai, seluruh penghuni mendapatkan jatah makan sebanyak tiga kali. Namun sejak sebulan lalu tidak pernah ada makanan yang dibagikan
Bukan hanya mereka yang sudah lama menetap, tapi para penghuni yang masih belajar di tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) tak luput dari kondisi ini.
"Sekarang kita ya berbagi saja makan bersama. Kadang makan hanya mie dan telor," ujar Rian.
Guna mengakali kebutuhan makan, jatah makan pun kemudian diatur dalam dua sesi siang dan malam. Untuk makan pagi biasanya digabung dengan makan siang sehingga logistik yang ada bisa dihemat.
Baca Juga: Kebijakan Panti, Emil Jamin Tuna Netra di Wyataguna Tak Terusir
Baca Juga: 66 Tunanetra di Wyata Guna Bandung Terancam Tak Mendapat Rehabilitasi